2. Tawaran

4.5K 209 0
                                    

"Ada yang bisa mengerjakan ini?"
Tanya Chris pada semua murid di dalam kelas sambil mengetuk-ngetuk papan menggunakan spidol, terdengar menyeramkan untuk mereka.

Semuanya langsung menunjuk Olivia.

Dengan helaan nafas pelan dan segala keluh kesah di dalam dada yang terpendam, Olivia langsung saja bangkit dari duduknya untuk bersiap mengerjakan soal-soal. Ia menyadari bahwa ialah yang selalu di korbankan murid lainya untuk mengerjakan soal-soal yang butuh intelektualitas untuk menjawabnya. Seolah-olah hanya ia murid yang pintar di dalam kelas ini.

Bayangkan saja, ini sudah dua bulan semenjak Chris mengajar di sini. Dan selama dua bulan di tiap pertemuan, orang ini tidak pernah sekalipun melewatkan sesi belajar tanpa menyuruh murid mengerjakan soal di papan. Intensitas maju ke depan kelas Olivia menjadi bertambah, gara-gara guru ini mengajar secara menyebalkan.

Olivia tidak suka menjadi pusat perhatian. Tentu hal itulah yang membuat ia berpikir ini sangat menyebalkan.

Lagipula seluruh murid yang ada di dalam kelas ini pasti tidak pernah menduga bahwa Chris adalah tipe guru yang killer dan suka menyuruh murid-murid mengerjakan soal di papan tulis mengingat wajahnya bak dewa. Percayalah, itu satu-satunya nilai minus dari seorang Christian Hogue yang lainnya hanya plus.

Pernah suatu ketika Olivia membayangkan pria itu punya kumis bergerak-gerak, bobot berlebih dengan perut gendut, kepala botak berkilau. Hal itu hampir membuat Olivia tertawa sendiri di dalam kelas sebelum ia menahannya. Penampilan seperti itu lebih identik dengan guru killer dari pada wajah tampan bak Squidward yang terbentur pintu.

"Berhenti dulu. Apa hanya dia yang bisa mengerjakan soal dariku?" Tanya Chris terdengar marah, membuat semuanya langsung menelan ludah kasar.

Sementara Olivia memutar bola matanya jengah di balik wajahnya yang menunduk. Lagi-lagi pria ini melakukan hal menyebalkan baginya. Bagaimana tidak, Chris berhasil membuatnya berdiri di tengah-tengah ruangan dengan sikap bingung layaknya orang bodoh. Jujur saja Olivia lebih suka seseorang yang langsung saja dari pada harus bertele-tele, seperti marah misalnya.

"Apa cuma gadis itu yang pintar di sini?" Tanya lagi kali ini membuat rasa takut menyelimuti murid-murid.

"Ia bahkan tak melirik ke arah ku saat sedang menjelaskan. Sedangkan kalian yang terus melotot, tidak bisa mengerjakan soal barang satupun." Chris mengutarakan kekesalan hatinya yang sudah ia simpan beberapa hari ini. Sejujurnya ia amat merasa bersalah pada ayahnya karena kualitas murid di sekolahan ini benar-benar tidak bagus. Gambarannya saja mahal dan berkelas namun di balik semua itu murid-muridnya bodoh.

Suasana menjadi hening, semua terdiam, tak ada yang berani mengatakan apapun apalagi menimpali. Mereka semua sekarang persis seperti Olivia, yang setiap hari menunduk. Bahkan Gina yang selalu menjadi yang tercerewet dan terheboh di kelas tidak berani mengatakan apapun.

Sementara itu Ingin Olivia bertanya. "Apa aku boleh duduk sementara bapak mengomeli mereka?" Tetapi ia urungkan karena melirik sekilas pria itu dalam keadaan menyeramkan. Percayalah hantu saja kalah menyeramkan sekarang.

Beberapa saat kemudian Chris menghela nafas. "Baiklah," katanya. "Kau kerjakanlah," ia menunjuk Olivia menggunakan spidol yang sedang ia pegang. "Tetapi setelah hari ini aku ingin yang lain juga, mengerjakan soal di papan," lanjutnya.

Olivia yang lega segera maju dan mengambil spidol di meja Chris. Chris tidak sengaja melihat tangan gadis itu, ada lebam dan luka di mana-mana. Kemudian ia juga melirik kakinya, yang juga ada luka.

Chris sebenarnya enggan terlalu memperhatikan gadis yang menurutnya aneh ini. Gadis ini bahkan tidak pernah berani memandanginya. Matanya saja tidak pernah terlihat.

PELAKOR KECIL (Tamat)Where stories live. Discover now