1. Gadis jenius dan rahasianya

Mulai dari awal
                                    

Hebat, sungguh hebat. Gina memang juara dalam mengetahui rahasia yang hanya segelintir orang tahu. Terlihat dari bagaimana ia tahu Ellena tidak bisa mempunyai anak. Jika di takdirkan menjadi produser acara gosip di TV, pasti ia akan sukses sekali.

"Kenapa harus gadis seperti kita?" pertanyaan Luna terdengar aneh. "Kenapa tidak wanita dewasa? wanita dewasa yang dekat dengannya pasti cantik-cantik. Dan juga akan lebih cocok dengannya yang sudah lumayan berumur. Lagipula, mempunyai hubungan dengan gadis-gadis seumuran kita itu merepotkan."

Olivia yang masih ikut mendengarkan menyetujui perkataan Luna. Memanglah, memiliki hubungan dengan gadis-gadis muda itu amat merepotkan, apalagi pada masa-masa labil seperti ini. Cara Olivia berpikir sekarang, seolah-olah ia bukan gadis remaja.

"Mungkin yang ia inginkan seorang gadis remaja, mana kita tahukan." Gina menjeda kalimatnya sebentar untuk membenarkan posisi rambutnya. "Dan tentu saja aku harap gadis itu aku," lanjutnya sontak membuat Teresa dan Luna langsung memandanginya aneh, Olivia juga ikut terkejut.

"Ayolahhh, semua gadis di sekolahan ini menyukai dia. Aku dengar ada yang hanya dengan dipandangi sedetik saja mereka sudah kepanasan," Gina mencoba memberi alasan karena pandangan aneh ke dua temannya.

"Itu memang karena mereka jalang saja bodoh!" Luna menoyor kepala Gina, mengungkapkan kekesalannya karena kebodohan temannya yang satu ini.

Sementara itu Teresa tidak sengaja melihat Olivia yang sedang mendengarkan dari bawah meja dengan tampang serius. Ia bahkan tidak menyadari kalau Teresa tengah memergokinya, diikuti Luna dan Gina, karena baru saja Teresa menggerakkan dagunya ke arah gadis itu bermaksud memberi tahu ke kedua temannya secara diam-diam kalau Olivia tengah menguping.

"Hei aneh!! kenapa kau berada di sana? Kau mendengarkan pembicaraan kami ya?"

Olivia langsung gelagapan mendengarkan pertanyaan itu. Ia refleks bangun sampai-sampai kepalanya tidak sengaja terbentur dengan meja. Hal itu memunculkan tawa tertahan dari tiga gadis itu sementara ia mengusap bagian kepalanya yang terasa sakit.

"Ti....tidak, aku hanya sedang membersihkan mejaku," sangkalnya tergagap, meskipun mungkin mereka tidak akan percaya. Lagipula siapa yang tidak akan mendengar pembicaraan seperti tengah membaca materi di depan kelas itu saking kerasnya. Bodoh jika Olivia bilang tidak mendengarkan.

"Sudahlah jangan pedulikan dia, anggap saja dia hanya batu," kata Luna menghentikan Teresa yang tampaknya sebentar lagi akan marah-marah. "Lebih baik kita keluar saja jam pelajaran pertama sepertinya masih lama," lanjutnya kemudian di tanggapi dengan persetujuan dari ke dua temannya.

Ke tiga gadis itu bangun dari duduknya setelah meletakkan tas mereka di posisi yang tepat meninggalkan Olivia sendiri. Semakin membenarkan pikiran Olivia bahwa ia memang di jauhi dan di benci oleh semua orang. Tetapi ini bukan apa-apa baginya, selama mereka tidak menyakiti fisik, Olivia masih bisa tahan. Sekolah dan belajar lebih penting baginya dari apapun sekarang, apalagi hanya beberapa perkataan jahat.

Dari dulu Olivia sudah bagaikan pohon dengan akar kuat yang tumbuh jauh ke dalam bumi. Walaupun angin kencang mencoba menumbangkannya, ia tidak akan pernah tumbang.

Enggan terbawa perasaan, Olivia meraih bak sampah yang sudah penuh, membawanya ke luar kelas supaya bisa di jemput oleh tukang bersih-bersih.

"Hei, apa kalian tidak penasaran dengan wajah si Olivia itu?"

Olivia mengehentikan tangannya yang akan menaruh bak sampah, kini pokus kepada ketiga gadis yang ternyata masih berada di koridor tidak jauh dari tempatnya berdiri.

Lagi, si penggosip itu membuka acara bincang gosip live di antara mereka bertiga dan sekarang bahannya adalah Olivia.

"Olivia siapa?" Tanya Luna, ingatannya tentang nama seseorang memanglah minim. Lagipula itu tidak terlalu penting baginya.

PELAKOR KECIL (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang