Part 40: Aku Akhirnya Punya Pacar (Revisi)

Start from the beginning
                                    

"Kenapa? Ada yang salah?" kata Kean terkejut dengan rekasiku.

"Telingaku geli mendengar rayuanmu, Ke." Ucapku lalu mengusap kembali telingaku.

"Benarkah?" tanya Kean tak percaya. Lalu dia tertawa melihatku masih mengusap wajah dan telingaku yang sekarang memerah.

"Mmmm, itu benar-benar terdengar menggelikan. Aneh saja mendengar bos bengis yang biasanya bersikap dingin dan marah-marah setiap hari melancarkan rayuan seperti ini," jelasku masih mengusap wajahku menghilakan rasa geli yang tiba-tiba menggerayap di seluruh tubuhku.

Kean tertawa mendengar komentarku.

"Baiklah, aku harus masuk," kataku dan membuka pintu mobil.

"Micha,"

Aku menoleh ketika Kean memanggilku. Dia menarikku mendekat padanya. dan mencium keningku singkat.

"Mimpi indah, Micha." Ucapnya lalu mengelus pipiku yang merah dengan ibu jarinya.

Aku mengangguk menjawab permintaan Kean.

"Kamu tahu apa yang aku maksud dengan 'mimpi indah' kan?" tanya Kean.

"Tentu saja. Aku akan memimpikanmu, Bos." Kataku dan menjepit kedua pipinya dengan tanganku.

Aku tersenyum melihat wajah Kean yang tampan berubah menjadi ikan Koi yang meminta makan. Kean melepaskan tangaku, dan meraihku ke dalam pelukannya.

"Kurasa aku juga akan bermimpi indah malam ini," kata Kean. Lalu melepaskan pelukan kami.

"Baiklah, jangan sampai kamu nggak mau bangun karena memimpkan aku." Balasku. Dan Kean tertawa mendengar ucapanku.

"Kurasa aku tahu bagaimana menggelikannya ucapanku barusan," kata Kean. Aku tertawa karena menyadari ucapanku juga sama menggelikannya dengan Kean.

"Hati-hati di jalan," ucapku lalu membuka pintu mobil.

Aku masuk setelah melihat Kean menghilang dari area apartement ku.

***

"Lo belum tidur?" tanyaku saat ku lihat Raka mulai mengakarkan pantantnya di depan televisi. Aku melangkah kearah dapur dan mengambil segelas air.

"Belum," jawabnya. Dia melirikku dan menatapku penasaran setelah melihat raut wajahku yang tersenyum bahagia.

"Lo kenapa mbak?" kata Raka setelah memperhatikanku yang tak berhenti tersenyum.

"Nanti gue cerita," ucapku dan melangkah kearah kamar.

Sementara aku bersih-bersih, Raka berteriak dari depan pintu kamarku.

"Lo nggak di apa-apain Kak Kean kan?" tanya Raka curiga.

Aku melangkah membuka pintu kamarku dan menjawab Raka dengan wajah sebal.

"Lo kira gue cewek apaan," kataku ketus.

"Minum nih, obat herbal yang diminta mama." Kata Raka, lalu menyodorkan nampan padaku.

"Yah, siapa tahu. Lo kehilangan kendali diri karena lihat badannya Kak Kean yang aduhai," lanjutnya.

"Hehehe... badan Kean memang bagus," ucapku lalu kembali mengingat kejadian waktu aku di dapur Kean untuk membuatkan kami sarapan.

"Tuh kan, gue takutnya bukan Kak Kean yang nyerang, tapi lo."

"Enak aja. Iman gue nggak segitu tipisnya ya Ka. Gue juga masih punya otak." Ucapku tak terima dengan perkataan Raka.

"Udah habisin tuh obat," ucap Raka.

Aku dengan cepat meneguk habis isi mangkuk yang ada dinampan. Argh, benar-benar pahit.

"Ini benaran obat buat imun tubuh. Nggak lo tambahin racun kan? Pahit banget," ucapku.

"Harusnya gue tambahin racun tadi. Gue jadi nyesal sekarang," lirihnya dan mengambil nampan dari tanganku.

Raka lalu melangkah kearah dapur. Sedangkan aku melanjutkan bersih-bersih di dalam kamar.

Setelah selesai membersihkan make up. Kemudian mengganti baju dengan jaket dan baju tidur. Aku melangkah keluar. Raka sudah tidak ada di ruang tamu.

Begitu aku mengetuk pintu kamar Raka, bocah tengil itu muncul dengan memeluk bantalnya. Tampa babibu, aku masuk kedalam kamarnya.

Tak mempedulikan Raka yang merungut tak senang, aku menjatuhkan diri dikasur

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tak mempedulikan Raka yang merungut tak senang, aku menjatuhkan diri dikasur.

"Ka, gue akhirnya terima Kean." Ucapku dan Raka menatapku dengan wajah datar.

"Gue udah tahu, lo nggak mungkin bakal nolak Kak Kean." Katanya, seolah-olah kata tidak memang tak mungkin keluar dari mulutku.

"Gue akhirnya punya pacar," teriakku sambil menggerakan kaki dan tanganku dikasur.

Aku mengulang kalimat yang sama beberapa kali. Hingga Raka berteriak kesal padaku.

"Mbak, lo jangan bertingkah kayak gini di depan orang lain ya. Bisa-bisa lo malu-maluin gue," tandasnya kesal.

"Peduli amat, yang penting gue udah punya kekasih sekarang." Kataku dengan senyum dan nada bahagia.

"Gue punya pacar," teriaku sekali lagi. Dan Raka bergerak menutup wajahku dengan bantal yang sedari tadi di peluknya.

"Mbak lo malu-maluin, ih. Kayak orang nggak pernah pacaran." Ejek Raka ketika aku memukulnya dengan memb*bi buta saat dia membekap mulutku dengan bantal.

"Emang gue nggak pernah pacaran, tapi sekarang gue udah punya pacarrrrrrr..." terikakku dan Raka mendesah frustasi mendengarku berterik sekali lagi.

"Dasar jomblo menahun," canda Raka.

"Akhirnya gue punya pacar," sanggahku dan memeletkan lidah kearah Raka. Dia tertawa melihat tingkah laku ku.

Dan aku mensabotase Raka semalaman untuk menceritakan semua kejadian malam ini. Hingga di terkatuk-kantuk dan terkulai lemas di samping tempat tidur.

***

MellifluousWhere stories live. Discover now