Part 33: Dasar Anak-Anak! (Revisi)

66 11 2
                                    

Jangan Lupa Vote and Comment nya ya

Terima kasih

***

"Raka, lo ngapain sih, itu bel dari tadi bunyi." Kataku, sambil mengangkat pancake dari wajan. Saat aku menoleh sebal pada Raka yang ku kira masih duduk di sofa, bel apartementku sekali lagi berbunyi. Aku mematikan kompor dan langsung bergerak membuka pintu apartement.

"Morning," sapa Kean, dia lalu menyodorkan plastik yang berisi buah padaku dan masuk ke dalam.

"Kenapa bapak pagi-pagi datang kesini?" tanyaku saat Kean memilih duduk di kursi yang ada diruang makan.

Aku membuka barang bawaan Kean, kemudian mencuci buah-buah itu.

"Ngapain lagi, tentu saja untuk melancarkan aksi saya, Micha," jawabnya acuh. Aku menatap Kean, dia menatapku dengan lembut. Kemudian aku kembali melanjutkan aktivitasku, memanggang pancake untuk sarapan kami hari ini.

"Bukankah bapak terlalu agresif..." kataku. Desisan mentega dan adonan pancake terdengar dari wajan.

"Kenapa? Kamu nggak suka?" tanyanya. Aku berbalik, begitu mendengar nada suaranya yang panik.

"Bukan itu maksud saya. Bukankah semua laki-laki itu bren*sek, karena hanya berjuang mati-matian diawal tapi begitu sudah dapat apa yang diinginkan, mereka bosan." Ucapku dan masih menatap Kean yang duduk didepanku.

"Bukankah biasanya itu dikatakan dalam hati?" tanya Kean tak percaya aku mengatakannya seolah-olah menanyakan cuaca hari ini. Aku hanya mengangkat bahu sebagai balasan.

Aku berbalik untuk mengangkat pancake dari wajan dan kembali menaruh adonan baru. Kean menatapku dari tempatnya.

"Siapa yang mengatakan hal seperti itu padamu?" tanya Kean.

"Raka dan Dimas. Kata mereka, semua laki-laki itu breng*ek. Kecuali mereka berdua, jadi saya harus hati-hati jika punya teman laki-laki." Jawabku acuh, sedangkan Kean berdecih kesal mendengar penjelasanku.

"Dengar Micha, meskipun semua laki-laki breng*ek tapi saya akan buktikan kalau saya tulus menyukaimu," katanya yakin.

Aku kembali berbalik dan menaruh pancake yang matang ke atas piring lalu mematikan kompor.

"Hati seseorang siapa yang tahu," lirihku sambil mencuci piring kotor. Kean membalikkan badanku, lalu dia menatapku tepat dimata.

"Kalau begitu akan saya buat kamu tahu isi hati saya," jawabnya tegas. Aku terdiam sesaat, lalu tersenyum lembut kearahnya.

"Baiklah, jika bapak bersikeras." Kataku, lalu kembali mencuci piring di westafel.

Tak berapa lama Raka keluar dari kamar mandi. Aku masih sibuk menata pancake di piring lalu menyiram saus maple diatasnya. Raka duduk disebelah Kean. Begitu dia melihat Kean, adik tengilku itu langsung mengerutkan wajahnya. Melihat wajah Kean yang masam dia bertanya padaku dengan lirikan mata.

"Gue cuma nyampein nasehat lo ke Pak Kean, tapi dia nggak suka." Kataku, menjelaskan. Lalu sambil mendistribusikan sarapan pada para penghuni apartement, aku kembali menjelaskan pada Raka yang masih bingung.

"Tentang nasehat yang lo bilang pas kita lagi nonton kemarin," lanjutku. Raka yang masih mengingat terlihat merenung sebentar sebelum dia berseru 'Oh, yang itu' dengan semangat.

"Jadi apa masalahnya? Kan kenyataan dilapangan memang seperti itu," kata Raka.

"Tapi nggak harus bilang semua laki-laki breng*ek dong Ka. Gue juga kena imbasnya," tutur Kean kesal.

"Ya Kak Kean tinggal berlaku sebaliknya, jangan jadi breng*ek. Apa susahnya sih," kata Raka acuh.

"Kayak lo nggak aja, gue dengar lo bahkan punya gebetan lebih banyak dari gue yang memang udah playboy," tandas Kean. Dia memotong pancake dan memasukannya ke mulut.

MellifluousOnde as histórias ganham vida. Descobre agora