I'll be Fine

840 89 10
                                    

Bagi seorang remaja berusia 18 tahun yang baru saja melepas status pelajarnya, mencari universitas terbaik ataupun yang cocok dengannya adalah sebuah momen yang sangat mereka tunggu-tunggu.

Sibuk kesana-kemari mencari informasi melalui berbagai media ataupun yang sudah mempunyai target sebelumnya akan sibuk dengan segala urusan administrasi maupun persiapan masuk universitas. Tapi, hal itu tidak berlaku bagi Min Yoongi.

Putra kedua keluarga Min itu kini malah sibuk mengendarai skuternya dengan beban yang diangkut di belakangnya. Berhenti di satu alamat ke alamat lainnya dengan senyum yang sedikit ia paksakan ketika sang pemilik rumah membuka pintu. Itu ia lakukan karena ia sadar, ia hanyalah seorang anak yatim dari keluarga yang sangat sederhana. Bisa makan dan memenuhi kebutuhan pokok dirinya, sang ibu dan juga ketiga adiknya saja sudah sangat ia syukuri.

"Ini pesanan anda, Nyonya." Senyum gusinya ia perlihatkan. Bahkan pada keluarganya saja jarang, kecuali untuk si bungsu kembar.

"Lama sekali, sih. Kau niat bekerja tidak? Kau pasti bermain dulu dengan teman-temanmu. Dasar, remaja jaman sekarang."

Yoongi mati-matian menahan rasa sakit di hatinya. Senyumnya masih terus ia paksakan untuk keluar. Senyum yang akhir-akhir ini ia pasang juga karena hal yang hampir sama. Protes seorang pelanggan yang langsung mengadukannya ke sang atasan bahwa dirinya tak cocok menjadi seorang pengantar makanan. Wajahnya yang dingin dan berkulit pucat tanpa hiasan senyum adalah wajah terburuk untuk menjadi seorang pengantar makanan, begitu protes salah seorang pelanggannya.

"Ini, lain kali aku tak akan memesan makanan di restoran tempatmu bekerja. Membuatku kesal saja."

Senyum itu luntur sesaat setelah pintu tertutup dengan keras. Tentu pelanggan wanita dewasa itu sudah memberinya uang sebelumnya.

Ia berjalan gontai menuju skuternya. Satu kotak makanan di atas skuternya itu adalah pesanan terakhir yang harus ia antar, setelah itu ia harus kembali ke restoran untuk menyerahkan uang pesanan lalu pulang.

"Akh! Kenapa sakit sekali?" Ia dengan hati-hati menggerakkan lengan kirinya dan memutar-mutar sendi bahunya.

Yoongi berusaha meredam rasa nyeri di bahu kirinya. Ia tetap melajukan skuternya dengan sedikit pelan kali ini.



.
.
.



"Aku pulang."

"Hore! Kak Yoon pulang!" Teriak seorang gadis kecil berusia 9 tahun yang menyambut kedatangan sang kakak. Tak menunggu lama, seorang gadis lain yang berwajah sama pun turut menghampiri tubuh Yoongi yang terlihat sekali sangat lelah.

Keduanya nampak sangat bahagia melihat kedatangan sang kakak. Salah satu di antaranya bahkan langsung memeluk erat sebelah lengan sang kakak.

"Akh! Mirae, jangan." Sang adik yang bernama Mirae itu mengerutkan dahinya tak suka saat Yoongi mencoba melepaskan lilitan tangan sang adik dari lengan kirinya.

"Kenapa tidak boleh? Biasanya 'kan seperti itu, aku mau gendong." Mirae malah menjulurkan kedua tangannya.

"Hei ... hei ... sudah. Kakak itu sedang lelah, baru pulang bekerja. Sudah, jangan diganggu." Seorang gadis lain yang lebih besar datang untuk menyelamatkan Yoongi. Yoongi bernafas lega dan berterimakasih melalui tatapan matanya pada sang adik.

"Naerim, tolong jaga adik-adikmu, ya. Kakak ke kamar." Setelah mengucapkan hal tersebut, Yoongi berlalu menuju kamar dan ia berhenti saat sang ibu menegurnya.

"Baru pulang, Yoon?"

"Iya, Bu. Aku masuk kamar dulu-- akh!"

"Yoon?" Sang ibu nampak khawatir. Tadi, Yoongi berniat untuk segera masuk kamar tapi sang ibu dengan cepat meraih bahunya membuat ia memekik kesakitan.

[ END ] I'LL be FineWhere stories live. Discover now