Earned It (NJ)

2.6K 45 0
                                    

You know our love would be tragic

"Jadi?"

"Ya, saya setuju."

"Ok, Seokjin. Mr. Kim will be here in 15 minutes. If there's something bother you, please tell me, okay? I'll be in another room next to you,

Oh, and don't forget that Mr. Kim loves to be called Sir. Good Luck, Seokjin."

Seokjin. Pria yang akrab dipanggil Jinseok ini baru saja menyetujui hal yang tak pernah dibayangkannya.

Dengan berazaskan uang, Seokjin menyetujui kontrak menjadi teman "bermanfaat" untuk atasannya.

So you don't pay it, don't pay it no mind, mind, mind

"So, Kim Seokjin? Right?" Tanyanya.

Seokjin yang gugup menggigit bibir bawahnya pelan sembari memilin celana yang dipakainya,

"Y-ya," berdeham untuk sekadar mencairkan suasana. Sial, pikirnya. Seokjin tak tahu menahu kala yang dihadapinya adalah bos besar Namjoon Kim, Direktur Utama perusahaan tempat Ia bekerja.

Mr. Kim tampak gagah, sangat. Dengan balutan kemeja putih yang tampak sangat ketat di bagian lengan, uh those biceps tho.

Tidak lupa dua kancing teratas yang dibiarkan terbuka, menampilkan leher jenjang atasannya yang err, menggoda.

"... Jin? Seokjin?"

"Y-yes, sir."

Bodoh, rutuknya dalam hati.

Samar-samar, Seokjin bisa melihat atasannya tersenyum.

Dan mungkin itu adalah hal terindah kedua yang pernah Ia lihat selain matahari yang terbit di sungai Han.

"No Sir when we have a usual talk, Jinnie. Namjoon is fine."

Dan Seokjin sukses mengangguk dengan pipi semerah tomat,

"Y-ya, Namjoon." Jawabnya.

We live with no lies

Sudah sebulan berlalu hubungan mereka berjalan, Seokjin jadi tahu sifat atasannya yang sangat disiplin, tapi ceroboh di saat yang bersamaan.

Pun Seokjin sudah terbiasa kala atasannya membutuhkan dirinya di tengah malam.

Banyak orang bilang, cinta hadir karena terbiasa.

Dan itulah kesalahan fatal yang Seokjin lakukan.
Tanpa disadari olehnya, Ia jatuh cinta.

You're my favorite kind of night

"Nghh— ahh," mendongakkan kepala saat tahu kala atasannya bermain di area lehernya.

Namjoon seakan belum puas saat melihat leher dan dada Seokjinnya masih terdapat sisi yang belum diberi tanda.

Seokjin sudah basah, badannya bermandikan keringat.

Digempur habis-habisan selama tiga jam lamanya dengan berbagai gaya, Seokjin sukses lemas tak berdaya.

"S-slow down angh, Sir,"

Pun hari ini atasannya tampak sangat bersemangat. Entah apa yang membuatnya kalap, tapi dapat dipastikan Seokjin menyukainya.

"You are not allowed to give me an shh order, Jinseok." Jawabnya seraya mengalungkan tangan Seokjin ke lehernya.

"Hold on, I wanna see you ride me."

"Nnhh, no no, S-sir anghh,"

Dan ya, malam mereka masih sangat panjang. ~

So I love when you call unexpected
'Cause I hate when the moment's expected

Kring—

"Halo?" Dengan suara parau Seokjin menjawab. Tuhan, ini jam 2 pagi.

Menghela napas saat tahu bahwa yang menelpon adalah atasannya,

"Temani aku minum," katanya.

So imma care for you, you, you

Namjoonnya berantakan.

Terlihat sudah 2 botol kosong karena dihabiskan.

Namjoonnya sedang kalut, bukan lagi kebutuhan ranjang yang dibutuhkan, melainkan pelukan.

Jadi disinilah Seokjin sekarang,

Berdiri untuk memeluk atasannya dan sesekali mengusap peluh di dahinya.

Kalau sudah begini, bagaimana caranya menghilangkan rasa yang ada?

On that lonely night
We said it wouldn't be love

Mengeratkan pelukan dan tanpa sadar Seokjin bertanya,

"Namjoon? Do I have no change at all?"

Namjoon hanya mengusap pelan pipi Seokjinnya saat menjawab,

"Please know your boundaries as my worker, Jinnie."

Dan dengan itu, Seokjin meneteskan air mata seraya meyakinkan dirinya bahwa,

It's totally okay if Namjoon doesn't feel the same as Seokjin

But we felt the rush (Fell in love)
It made us believe it was only us (Only us)

Namjoon merasakannya.

Namjoon mulai merasakan hal yang sama, tapi tidak dengan Seokjinnya.

Setelah pembicaraan malam itu, Seokjin tampak berbeda. Ia akan langsung pulang setelah dipakai dan tak lagi dibutuhkan.

Dan Namjoon mulai meyakini bahwa Seokjin, menjauh darinya.

Convinced we were broken inside, yeah, inside, yeah

Mereka rusak,

Perasaan yang menggunung tak lagi dapat ditahan.

Pun masing-masing empunya enggan bertindak,

'Biar begini adanya'.

'Cause they weren't perfect
They think they weren't deserved it
And in the end, they Earned It.





O N E S H O T (s) Where stories live. Discover now