Bab 2

1.7K 225 10
                                    


Kirania mengendap-endap masuk ke halaman rumah yang gelap karena senja baru saja beranjak. Ada tenda putih yang terpasang di sana dengan kursi berlapis satin tertata rapi di bawahnya. Sementara lampu-lampu hiasan dan bunga-bunga segar terlilit di tiang dengan kain tule warna warni  menggantung di langit-langit. Beberapa orang laki-laki sedang mengobrol di bawah pohon, agak jauh dari pintu masuk.

Kirania menepuk kepala karena lupa hari penting. Ia mencopot topi , memandang sekeliling sebelum menyelinap melompati pagar. Tujuan dalam otaknya adalah masuk ke rumah  diam-diam, lalu kamar lalu mandi dan berganti pakaian tanpa mamanya tahu. Ia berdiri di sudut teras samping kamarnya yang gelap, sepertinya sang mama lupa menyalakan lampu. Mungkin karena terlalu sibuk. Ada dua wanita yang lewat dan berbicara cepat dengan masing-masing memegang nampan berisi kue. Aroma masakan menguar di udara. Kirania menelan ludah, perutnya keroncongan. Ia lupa seharian belum makan.

Setelah memastikan tidak ada yang melihat, ia menyelinap masuk. Mengendap-endap melalui ruang tamu, lalu ke ruang keluarga dan merasa aman karena sepertinya semua berkumpul di dapur. Tak kala tangannya menyentuh knop pintu kamar,  sebuah tangan terulur menjewer kupingnya.

“Dasar kamu anak perempuan nggak tahu diri! Dari mana saja kamu seharian, hah?”

Kirania menoleh dan melihat mamanya melotot marah. Nuria terlihat seperti harimau yang hendak menerkam mangsa.

“Aduuh, sakit, Ma. Ampuuun, Ma,” rintih Kirania memegang telingannya.

Namun jeweran sang mama makin kencang.
“Kamu sudah tahu kalau malam ini adalah pertunangan kamu. Malah kabur seharian, nggak pulang-pulang. Mau dicincang?!”

“Yee, emangnya daging. Aku ngaku salah, Ma. Ayo, dong. Lepasin jewerannya, sakiit!”

Kirainia mengkerut saat melihat mamanya melepaskan jewerannya dan bertolak pinggang dengan marah.

“Masuk ke kamar sekarang! Trus mandi, dalam lima belas menit harus udah selesai. Akan ada tukang rias yang bantu kamu berdandan!” perintah Nuria.

“Duuh, Ma. Aku bisa dandan sendiri, ngapain pakai perias?” bantah Kirania dengan cemberut.

“Iyaa, dan kamu mau menghancurkan acara ini karena dandananmu yang mirip ondel-ondel? Nggak ada bantahan, cepat mandi sana!”

Kirania masuk dan mengempaskan pintu di belakangnya, melangkah cepat menuju kamar mandi. Meski kesal tapi hatinya terasa sedih jika ingat malam ini adalah malam pertunangnya. Ia tahu dari kecil sudah dijodohkan dengan anak tetangga. Kata para orang tua perjodohan dilakukan untuk menyelamatkan nyawanya. Entah apa maksud mereka, ia tidak paham. Bukankah bayi sakit harusnya dirawat di rumah sakit? Tapi orang tuanya malah memilih untuk menjodohkannya. Sungguh sebuah cara penyembuhan yang tidak masuk akal, meski karena itu ia sembuh total dan tumbuh jadi anak sehat.

Gading, nama calon suaminya. Lelaki yang selama sepuluh tahun ini tidak pernah ia jumpai. Saat keluarga Gading pindah ke luar kota yang menurut desas-desus karena tugas sang papa, ia berpikir perjodohan mereka terputus. Siapa sangka, dua minggu lalu orang tua Gading datang kembali menempati rumah lama mereka. Mereka bereuni tanpa anak laki-laki mereka  yang masih di kota lain. Selanjutnya kesepakatan dicapai, pesta pertunangan digelar secepat mungkin dan Kirania tidak berkutik pada nasibnya.

Apakah dia masih sekaku dulu? Apakah dia masih tetap tampan seperti dulu? Atau berubah menjadi lebih arogan? Kirania bertanya-tanya dalam hati.
Pikirannya teringat akan anak laki-laki berusia tujuh belas tahun yang tampan dan banyak digilai para tetangga yang berkelamin perempuan. Saat itu, dirinya yang berusia sepuluh tahun tidak mengerti saat para cewek menatap sambil melongo setiap kali Gading melewati mereka. Yang ia tahu, Gading adalah cowok yang akan ia nikahi di masa depan.
Selesai mengguyur tubuh, ia memakai gaun yang telah disediakan oleh sana mama. Gaun putih dengan bahan satin halus yang panjangnya nyaris mencapai mata kaku, dengan pita besar di bagian pinggang dan berenda di bagian dada. Tak lama, pintu kamarnya diketuk dan seorang wanita cantik pertengahan tiga puluhan datang untuk membantunya berhias. Ia mengatakan terus terang pada wanita itu, tidak ingin riasan yang tebal.

KAWIN GANTUNGWhere stories live. Discover now