Part 37: Penjahat Imut (Revisi)

Start from the beginning
                                    

"Kamu mau makan apa?" tanya Kean saat dia putar balik mobil untuk mencari tempat makan malam.

"Apa saja boleh," jawabku.

"Oh, mumpung kita di daerah ini. Ada penjual nasi goreng yang enak di sekitar sini. Apa bapak mau makan makanan pedagang kaki lima?" tanyaku, Kean menoleh dan mengatakan 'nggak masalah' dengan santai.

Dua puluh menit kemudian Kean memarkirkan mobilnya. Melihat ramainya pengunjung dan panjangnya antrian yang ada di depan kami. Kean menoleh dengan penasaran.

"Apakah biasanya memang seramai ini?" tanya Kean.

Aku mengangguk dan menjelaskan padanya bahwa nasi goreng buatan mereka memang terkenal enak. Kean mengangguk mengerti. Laki-laki itu lalu melihat ke sekeliling kami. Meskipun itu hanya tenda kecil, tapi didalamnya bersih dan ramai.

"Kamu begitu menyukai makanan disini? Sampai rela menunggu begini?" tanya Kean saat aku masih tahan mengatri meskipun sudah kelaparan.

"Saya dan Raka sudah langganan lama disini. Nasi gorengnya nggak pernah berubah, bapak coba saja nanti." Ucapku, lalu kembali maju selangkah saat antrian kembali bergerak.

"Kalau saya jadi pacar kamu, saya akan booking ini tempat biar kita bisa makan tampa berdesakan seperti ini." Tuturnya. Kean merapat kearahku ketika beberapa pengunjung keluar dari tenda yang disediakan.

"Kalau begitu saya nggak mau punya pacar seperti bapak," kataku dengan mengerucutkan bibir tak suka.

"Apa yang salah? Saya ganteng, pintar, kaya." Jawabnya, mengiklankan semua prospek yang dia punya.

"Oh, saya hanya ingin uangnya. Apa boleh?" jawabku dengan bercanda.

"Kamu ambil ini," Kean menunjuk dirinya dengan bangga. "Bakal dapat uang dan cintanya. Ambil satu gratis dua." Kata Kean dengan senyum menggoda.

Aku tertawa mendengar perkataan Kean.

"Kalau begitu akan saya putuskan akhir tahun ini," ucapku.

"Benaran?" tanya Kean dengan semangat.

"Mmm," gumamku dan mengangguk pada Kean yang mentapku penuh harap.

"Kamu serius?" tanya Kean sekali lagi, dia menarik bahuku dan membuatku mendekat padanya.

"Iya," jawabku lagi dan tertawa melihat antusiasmenya.

"Saya jadi nggak sabar," katanya. Lalu pandangannya menerawang entah kemana.

"Nggak sabar apa? Belum tentu saya akan mengatakan iya," ujarku dan melipat tangan di dada menggoda Kean yang masih percaya diri pada jawabanku.

"Saya yakin kamu akan mengatakan iya," balasnya dengan yakin.

"Kenapa bapak begitu yakin," tanyaku tak percaya dengan kepercayaan diri Kean.

"Karena saya yakin dengan pesona saya. Dan karena itu kamu, makanya saya sangat yakin," ucapnya sombong.

Aku tertawa mendengar Kean menyombongkan diri seperti itu.

"Kamu nggak mau pulang ke rumah? Mumpung kita di Bandung," kata Kean saat aku selesai memesan.

"Nggak usah pak, lagian mama juga nggak ada di rumah. Beliau masih di Solo," ucapku. Lalu mengambil salah satu tempat duduk yang kosong.

"Solo? Sejak kapan?" tanya Kean dan mengikutiku duduk.

"Sejak seminggu yang lalu, ada acara keluarga. Jadi mama masih betah disana, kumpul bareng saudaranya." Ucapku, lalu menuangkan air putih untuk kami berdua.

MellifluousWhere stories live. Discover now