Parahnya, lift ini terasa lama sekali naiknya.

Dia menghela nafas, tak merasa takut. Ia hanya berpikir jika mungkin ada sesuatu yang salah dengan lift yang tengah ia naiki ini, mungkin masalah teknis. Bukan hantu atau semacamnya. Lagipula hal yang paling ia takutkan ketika tengah menaiki lift adalah terjebak di dalamnya tanpa seorangpun yang tahu. Dalam keadaan gelap dengan batrai ponsel yang habis.

Ah, itu sangat menyeramkan. Bahkan untuk membayangkannya saja ia enggan.

Namun,

"Loh, Pak Kim?"

Si tinggi melongo, terkejut ketika mendapati pria paruh baya dengan jaket khas musim dinginnya itu berdiri di depannya dengan senyum di wajah senjanya. Seekor anjing berbulu cokelat berada tepat di sebelahnya, spontan mendekat seperti yang selalu ia lakukan ketika bertemu dengannya.

Chanyeol mengerjap berulang kali, masih bingung. "Kupikir Bapak ada di pos jaga tadi," ucapnya, kedua ujung alisnya menyatu. Dia melangkah keluar dari dalam lift dan berdiri berhadapan dengan sang pria tua. Pak Kim tertawa renyah. "Saya berkeliling sebentar, Nak Chanyeol," jawabnya sambil menepuk pundak Chanyeol bersahabat, menatapnya hangat. "Spike juga baru saja saya beri makan. Ah, tumben sekali pulang larut. Lembur?"

"I-iya, Pak. Banyak dokumen yang harus diselesaikan. Kalau begitu, saya permisi dulu."

Kalo boleh jujur, Chanyeol sendiri bingung harus menanggapi seperti apa.

Setelah membungkuk untuk memberi salam hormat, Chanyeol lekas melangkahkan kedua kaki menjauhi lift sambil berpikir dan mengingat-ingat. Dia masih ingat betul jika yang ia lihat di pos jaga tadi adalah Pak kim berserta anjingnya, tengah tertidur dengan pulasnya.

Namun pertemuannya di depan lift juga tak membuatnya merasa ada kejanggalan. Pria itu terlihat bugar seperti biasanya, penuh dengan senyum dan keramahan. Spike juga bertingkah sama, tetap jinak terhadapnya.

Jika memang Pak Kim yang baru saja ia temui adalah Pak Kim yang asli.

Lantas,

Siapa yang ia lihat di pos itu?

.
- The Lift -
.


"Hueeek!"

Suara itu bagaikan alarm di pagi hari, membuatnya tersadar dan dengan spontan bergerak menuju sumber suara. Di sana, di depan wastafel itu pria manisnya tengah membungkuk, berulang kali membasuh mulutnya dengan air yang mengalir lalu kembali memuntahkan isi perutnya yang sebenarnya hanyalah cairan bening.

Tengkuknya ia pijat lembut, berusaha membantu prianya untuk memuntahkan semuanya. Rasa kantuk yang semula masih amat terasa bahkan lenyap seketika, terganti dengan rasa khawatir. Sesekali ia mengelus rambutnya atau membasuh mulut si kecil setelah dia selesai memuntahkan seluruh isi perutnya.

Tubuh mungil itu kemudian dipapahnya kembali menuju kasur, dibantunya untuk duduk lalu diambilkannya segelas air. Rambut kehitamannya dibelai dan bawah bibirnya ia usap dengan ibu jemari tangan. Tatapannya berubah sedih, tak tega melihat wajah pucat orang yang ia cinta.

"Ini sudah dua hari. Apa kau yakin tak ingin memeriksakannya ke dokter saja?" tanyanya lembut, menyelipkan sejumput rambut di belakang telinganya. "Aku yang akan menemanimu, Sayang."

Baekhyun, pria mungilnya itu lantas menggelengkan kepalanya pelan. Dia mendongak seraya tersenyum kecil dan menarik main-main pucuk hidung si tinggi yang masih terlihat khawatir. Tak lama, kedua lengannya kemudian merambat tuk mengalung di leher si pria jangkung, menelusupkan wajahnya di ceruk leher sebelum menarik tubuh itu hingga kini berada tepat di atasnya. Sengaja ia tahan dengan kedua kaki yang juga melingkar di pinggangnya.

The Lift •chanbaek• [ONE SHOOT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang