Part 35: Aku Hanya Seorang Wanita Yang Selumer Mentega Di Wajan (Revisi)

Start from the beginning
                                    

Mendengar itu, aku membuka mataku perlahan. Dan melihat Kean yang masih tersenyum menggoda kearahku.

"Saya memperisapkannya untuk calon suami saya," ucapku dengan lemah. Takut jika Kean tiba-tiba marah saat aku mengoreksi perkataannya.

"Dan itu saya," jawabnya cepat.

"Belum tentu anda yang akan menjadi jodoh saya pak," balasku pada Kean.

"Kamu milikku, Micha." Ucapnya yakin. Aku terkejut mendengar dia seenaknya menyematkan kepemilikan padaku.

"Saya bukan barang pak yang punya hak milik. Saya ini manusia bebas yang punya hak untuk memilih." Ucapku tegas.

Disamping itu Kean terkekeh geli melihatku yang bersikeras membatah perkataannya.

"Saya suka melihatmu membatah saya seperti ini," katanya lalu memberikan kecupan singkat dibibirku. Mataku melotot karena tindakannya.

"Dan kamu terlihat cantik dengan raut wajah seperti ini, apalagi saat matamu yang melotot." Ujar Kean dan kembali memberikan kecupan ringan di dahi, pipi dan kedua mataku.

Ada apa dengan laki-laki ini. Apa dia sehat? Bukannya seseorang ketakutan jika melihat orang lain melotot kearahnya? Kenapa dia malah menyebutku cantik saat aku marah seperti ini?

"Apa bapak sehat? Saya rasa ada salah satu syaraf anda yang konslet saat demam tinggi tadi." Kataku lalu mengusap dahinya mencoba mengukur suhu tubuhnya.

Kean terkekeh geli mendegarku yang khawatir padanya. Dia lalu mengusapkan jari-jarinya di pipiku. Lalu menatapku dengan lembut.

"Saya juga suka saat kamu khawatir. Dan pipi merah ini, saya suka itu memerah karena saya." Katanya lalu mencium pipiku lagi.

Hatiku melompat senang. Sedangkan tanganku kembali berkeringat dingin. Oh, ya tuhan. Hamba hanya manusia biasa. Jika diperlakukan seperti ini siapa yang tidak akan tergoda. Aku hanya wanita yang selumer mentega diwajan ya tuhan.

"Ah buburnya!" teriakku saat aku kembali ingat kalau tujuan ku kembali ke kamar Kean adalah untuk membangunkannya agar dia bisa memakan bubur.

"Bubur?" tanya Kean bingung. Lalu beranjak dari posisinya. Kean berdiri, menjulang diatasku.

"Tadinya saya ingin membangunkan anda untuk makan bubur," jawabku lalu ikut berdiri di depannya, "Saya rasa buburnya pasti sudah dingin sekarang." Lanjutku lalu melangkah keluar ruangan dengan cepat. Tampa peduli dengan pakaian dan rambutku yang berantakan.

Kean mengikutiku ke dapur. Aku memanaskan kembali bubur yang tadi sempat ku tinggalkan. Saat aku sibuk mengaduk bubur di kompor, Kean berdiri dibelakangku. Dengan posisi yang sangat dekat dia dengan santai berkata.

"Aromanya harum," ucap Kean. Bulu kudukku berdiri merespon suara huskynya. Membuatku kembali mengingat apa yang kami lakukan dikamar barusan.

"Bapak bisa duduk dan menunggu disana," ujarku mengarahkan Kean pada salah satu kursi yang ada disana.

"Kenapa? Kamu merasa terganggu?" tanya Kean tak setuju.

"Saya merasa sangat terganggu, jadi anda bisa duduk dan menunggu saya dari sana." Ucapku lalu mendorongnya melangkah kearah kursi.

Kean mengalah dan duduk diam menungguku menyiapkan bubur untuknya. Setelah selesai, Kean memakan buburnya dengan cepat. Aku menemaninya dan memberikan obat serta jus jeruk padanya. Saat semuanya habis, aku melangkah ke westafel dan membersihkan semua peralatan yang kotor.

"Mau saya bantu?" tanya Kean.

"Orang sakit nggak usah repot-repot dengan piring kotor," jawabku.

Begitu aku selesai. Aku melangkah kearah Kean yang masih duduk diam memperhatikan semua gerakanku.

MellifluousWhere stories live. Discover now