Warung Makan

0 0 0
                                    

"Warteg itu ramai. Nasi dan berbagai sayuran memenuhi etalase, tapi yang menjadi sorotan adalah ragam masakan dagingnya. Semur dan gulai sapi warung itu sanggup membuat air liur menetes. Cuankinya lezat, oseng mercon sapinya mampu membuat orang mana pun berkeringat.

Kezia berlari menyusuri jalan di bawah sinar surya, keringat bercucuran. Ia segera menghampiri warteg itu.

'Johan, Johan!' ujar Kezia. Ia adalah anak SMA dengan rambut hitam diikat, agak pendek, dengan kacamata kotak.

Segera pemilik warteg tersebut keluar. Ia tersenyum, kemudian mengisyaratkan bagi Kezia untuk masuk ke bagian dalam warung itu.

'Mana barangnya? Aku sudah hampir sakau nih!' ujar Kezia geram.

'Jangan berisik!' balas Johan kesal.

Johan adalah pria paruh baya yang tinggi. Rambutnya agak runcing ke atas dengan warna cokelat. Kembali ia tebar senyumnya.

'Uangnya dulu,' pinta Johan. Kezia mengeluarkan lembaran-lembaran uang merah, kemudian menyerahkannya pada Johan. Johan kemudian melemparkan sebungkus bubuk putih.

Sabu.

'Kezia!' sapa seorang gadis remaja yang baru keluar dari kamarnya. Ia adalah seorang keturunan Jepang, kulitnya kuning langsat. Ia padamkan rokok yang diisapnya.

'Shizuka!' balas Kezia.

'Makan dulu, yuk!' ajak Shizuka, 'Nggak usah bayar!'

'Haha! Oke, oke!' kata Kezia. Ia memesan semangkuk cuanki Bandung, sepiring nasi hangat, dan sepiring oseng mercon daging sapi khas Yogyakarta.

Ragam kuliner Bandung dan Yogyakarta itu memanjakan lidah Kezia. Shizuka tersenyum manis padanya.

Shizuka dan Johan tertawa kencang begitu Kezia pergi. 'Haha! Aduh, anak tolol itu.'

Mereka berdua berciuman sebentar. 'Ayo kita cek budak-budak kita,' ujar Shizuka.

Mereka membuka pintu rahasia yang terdapat di kamar Shizuka. Ruang bawah tanah yang berada di baliknya sangat bau; aroma darah dan kotoran bercampur jadi satu.

Shizuka menghampiri salah seorang gadis muda yang dikurung di balik jeruji.

'Huhu ...." Gadis itu menangis kencang begitu melihat Shizuka yang tersenyum lebar.

'Yang paling pertama kena HIV itu ini kan? Nomor 019, Kirana Milaida,' teriak Shizuka.

'Iya!' teriak Johan kembali, 'lalu Eleora Jeannate, nomor 003, Erika Geobells, nomor 008, Itsumi Kuribayashi, nomor 002, dan Diane Latcheva, nomor 012.'

'Banyak banget!' ujar Shizuka geram, 'masa mereka semua kena HIV? Kezia saja belum kita dapatkan. Kalau begini terus, budak kita bisa habis duluan.'

'Yah, pelanggan-pelanggan kita yang kena HIV kan rela bayar mahal untuk jasa gadis-gadis manis ini. Toh daging mereka bisa kita pakai untuk warteg,' sahut Johan santai.

Pembantaian. Shizuka dan Johan menggorok leher budak-budak mereka yang sudah terkena HIV; budak-budak yang sudah tidak mereka butuhkan lagi. Daging mereka disimpan di freezer.

Pada malam hari, orang-orang bejat datang menghampiri. Mereka menyenangi raga budak-budak Johan dan Shizuka. Gadis-gadis muda yang terpengaruh narkotika hingga kecanduan.

Metode Johan dan Shizuka simpel. Mereka memengaruhi orang (biasanya yang kurang mampu) untuk mencoba narkoba yang mereka jual. Kemudian, mereka melipatgandakan harganya hingga targetnya bangkrut.

Saat mereka datang minta bantuan pada Shizuka dan Johan karena kekurangan uang untuk membeli narkoba, mereka akan 'dibantu' oleh Johan dan Shizuka. Mereka akan dikurung, dipukuli, disiksa, hingga otak mereka lemas dan perlawanan mereka rontok.

Tempat itu adalah surga bagi para bejat pedofil dan para penggemar kekerasan. Tempat di mana nafsu gila mereka tidak perlu dikunci lagi. Tempat di mana Johan dan Shizuka mengeruk pundi-pundi uang.

Kezia bukan teman mereka. Bukan sahabat. Kezia hanya target; boneka yang bisa mereka mainkan.

Satu minggu kemudian, Kezia akhirnya jatuh dalam perangkap.

'Aah, berikan dulu!' rengek Kezia saat Johan menolak memberikan narkoba.

'Hmm ... oke. Bagaimana kalau begini; kau masuk ke kamarku dulu,' pinta Shizuka.

Kezia yang tolol mau saja masuk kamar. Masuk perangkap. Masuk jebakan para pemburu handal.

Setelah kepalanya dipukul, Kezia kehilangan kesadaran. Saat bangun, ia melihat wajah yang ia kenal jelas.

'Hai, hai,' sapa Shizuka.

' ... Shizuka! Apa-apaan ini?!'

'Oh, enggak apa-apa. Ya, ini cara kamu untuk bayar,' sahut Shizuka enteng.

Pintu dibuka. Johan sedang menuntun seorang lelaki tua masuk.

Mata Kezia membelalak. 'Ja-'

'Nah, sekarang jadi gadis baik dan patuhi majikanmu, ya,' ucap Shizuka sambil tersenyum dan mendekap mulut Kezia dengan sarung tangan.

Shizuka tersenyum kecil. Dalam hatinya, ia sudah mendapatkan satu lagi budak baru. Ia mengambil daging, barangkali dari perut Diane atau Itsumi, dari kulkas. Daging empuk itu yang siap dijadikan cuanki Bandung dan oseng mercon Yogyakarta.

Namun, setelah itu, ia mendengar teriakan dari pria tua dari ruangan yang baru ia tinggal. Kemudian, terdengar pula suara erangan Johan.

Mata Shizuka membesar. Kakinya gemetar.

Hari esoknya, ia tidak akan bisa membuat cuanki Bandung atau oseng mercon Jogja lagi."

"Ah, selesai juga cerpenku ini. Bagaimana menurutmu? Bagus tidak?" Aku memalingkan pandanganku dari naskah cerpenku ke budakku yang pertama: Shizuka.

Aku membuka lakban yang menutupi mulut Shizuka. "K-Kezia," ujar Shizuka memohon, "tolong bebaskan aku. Aku akan melakukan apapun untukmu. Aku bisa berikan apa saja! Kumohon ..."

"Yang kutanya," ucapku sambil tersenyum dan memegang kencang leher Shizuka, "cerpenku bagus tidak?"

Antalogi Cerpen I: Menapak BayanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang