Gue gak bisa membenci Papa karena dia juga kosong... Sepi seperti caranya menatap kerlap-kerlip kota Jakarta.

"Kalau kamu?" tanyanya balik. Gue yang juga melamun, gak kepikiran kalau akan ditanya balik.

"Hmm," gue memiringkan kepala, berpikir. "Kayaknya aku punya banyak penyesalan... Cuma aku gak tau apa-apa aja yang udah aku sesalin...," gue lalu menoleh ke arah Papa dan menyengir lebar. "Saking banyaknya."

Tapi tau apa yang gue paling sesalin dalam dunia ini?

Menghabiskan waktu 20 tahun tanpa pernah menggunakan ke-Aries-an gue ini untuk sekedar nekat dan bertanya pada Papa, "Apa kabar? Apa Papa baik-baik aja?"

Gue menyesal karena telah menghabiskan waktu 20 tahun dengan sosok Papa yang gue desain sendiri di kepala -Papa yang sukses dan kaya raya yang gak pernah mau peduli dengan gue, Papa yang gak akan pernah melirik gue sedikit pun, dan Papa yang membutuhkan gue.

Karena Papa sangat membutuhkan gue.

Papa yang beberapa kalo harus pakai kemeja lecak karena lupa disetrikanya sebelum bekerja.

Papa yang lebih sering makan makanan instan ketika dia sendirian di rumahnya di Qatar karena dia gak bisa masak.

Papa yang gak punya teman diskusi setiap menonton film karena dia gak punya siapa-siapa.

Papa yang harus punya 3 alarm di kamarnya karena dia sulit bangun tidur.

Papa sangat membutuhkan gue dan selama ini dia kesepian.

"Aku... Banyak banget penyesalan."

Anehnya, ke-Aries-an gue gak keluar malam itu. Gue menyimpan semua penyesalan itu dalam diri gue dan entah kenapa.... gue sedih setengah mati.

"Punya penyesalan itu pasti, Rumi. Ada yang bisa diperbaiki... Ada yang tidak. Tapi menyesal itu proses, bukan?"

Gue sedih melihat Papa yang terlihat sangat bersemangat menyiapkan kepindahan gue ke Qatar. Dia yang mengurus semua dokumen gue yang dibutuhkan untuk visa, dan dia juga yang membantu gue memperpanjang paspor dengan waktu yang mepet.

"Proses untuk kamu gak jatuh di lubang yang sama untuk kedua kali.."

Gye dan Papa membicarakan banyak hal, dan kebanyakan pasti berhubungan dengan Qatar -di mana nanti gue akan tinggal, Papa juga menawarkan gue untuk sementara bekerja di head office airport dan dia akan senang hati membantu gue, harus dari mana gue mulai belajar bahasa.

"Menyesal itu perlu sesekali... Kalau gak, kamu gak akan pernah tau reward apa yang udah hidup siapkan untuk kamu."

Papa sangat bersemangat, dan itu membuat hati gue terasa hangat karena tandanya dia bahagia gue akan tinggal bersamanya.

Tapi...

"Pa.."

Tapi gue cuma gak ingin menyesal lagi.

"Ya?"

"Rumi sayang sama Papa."

"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Layak DiingatWhere stories live. Discover now