Dahyun kembali berfikir. Setahunya, tidak ada yang bernama Sharon diantara mereka bersembilan. Maka dari itu, Dahyun memutuskan untuk, "Gue nanya Sana aja kali ya?"

Sharon ya?



















































Sementara itu, Tzuyu terus berlari. Mengejar sesuatu, atau lebih tepatnya seseorang. Langkah kakinya membawa Ia menuju ke sebuah ruangan khusus bagi pengurus OSIS sekolah mereka. Tzuyu memutar knop pintu ruang OSIS, tapi tidak bisa. Pintunya terkunci dari dalam. Tidak kehabisan akal, Tzuyu langsung beralih kearah jendela ruang OSIS yang paling pojok. Ia membuka tirai jendela dari luar. Sedikit sekali agar tidak terlihat mencurigakan bagi siapapun yang ada didalam.

"Wow. Dugaan gue bener ternyata, Irene yang jadi korban selanjutnya." Gumam Tzuyu.

Dari jendela itu, Tzuyu bisa melihat kalau Irene (Bae Juhyun) sedang terpojokan oleh seorang siswi yang tadi Tzuyu lihat. Persis. Ia juga melihat ada banyak orang berbaju hitam didalam ruangan itu, termasuk salah satu temannya yang duduk di pojok ruangan yang lain. Tzuyu mengenal siapa itu. Sangat.

"Sana?!" Kagetnya. "Jadi selama ini dia tau siapa peneror yang sebenernya?! Wah, gue ngga nyangka."

Tzuyu masih menatap tajam kearah Sana yang terlihat enggan. Gadis itu terlihat risih.

"Bae Juhyun, atau gue harus panggil lo Irene?"

Sebuah suara terdengar. Tzuyu kembali terkejut. Suara itu, Ia juga mengenalnya.

"Shit! Ternyata dia?!"

Tzuyu kembali menutup mulutnya rapat-rapat. Ia tidak ingin ketahuan, alias ingin tahu lebih banyak dan lebih jauh dari ini.

"M-mau ngapain lo?"

Irene bertanya takut-takut. Ia semakin memundurkan langkahnya ketika gadis di hadapannya ini mengeluarkan pisau lipat dari saku jaketnya.

"Mau ngapain?"

Suaranya terdengar meremehkan. "Mau bunuh lo, lah. Mau ngapain lagi  emangnya?"

Gadis itu mendekat. Ia mencengkeram wajah Irene kuat-kuat, sampai Irene meringis kesakitan. Kuku-kuku gadis itu berhasil melukai pipinya.

"Gue akui, lo emang cantik, putih, dan jelas, lo visual utama disini." Ucap gadis itu. "Tapi sayang, itu ngga berlaku buat gue."

"M-maksud lo? Akhhh."

"Lo lupa apa yang udah lo lakuin ke Tzuyu dulu?"

Irene semakin meringis kesakitan ketika gadis itu menggores lehernya dengan pisau lipat. Cukup dalam, darah langsung mengalir deras dari sana. Membasahi kerah seragam Irene.

"G-gue minta maaf." Lirih Irene.

"Ngga perlu. Mau minta maaf berapa kalipun. Lo ngga akan selamat. Sekali pisau ini nyentuh lo, maka gue ngga akan berhenti sampai lo mati."

"P-psyco...."

"Yes, I am."

Gadis itu tersenyum, Ia kemudian mengayunkan pisaunya kearah perut Irene.

JLEB.

SRETTT.

Darah langsung mengucur deras, seiring dengan ambruknya tubuh Irene ke lantai ruang OSIS. Ringisan terus keluar dari mulutnya membuat gadis itu tertawa bahagia. Ia kemudian berjongkok. Mensejajarkan wajahnya dengan wajah Irene.

"Lo tau? Gue emang pshyco, tapi gue ngga suka apa yang jadi milik gue disentuh."

Setelah berkata demikian, gadis itu lantas meraih lengan kanan Irene. Menggoreskan pisau lipatnya di pergelangan gadis itu.

Dalam dan panjang.

"It's time to say goodbye to the world, Bae Juhyun."

Tzuyu langsung merubah posisinya. Ia sudah tidak kuat lagi melihat pembunuhan itu. Terlalu menyakitkan untuk matanya.

"Gila. Ini bener-bener gila. Selain Jeongyeon, ternyata Sana juga tau semuanya? Dia bahkan ada di ruang yang sama, bareng sama peneror itu. Woah."
































Tzuyu, tidak tahu lagi harus bagaimana sekarang.














































So, dapet jawabannya?

CODE |Part 0.2 - ~|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang