Part 3: Gak Papah, Buat Nggak Ngelakuin Apa-apa (Revisi)

Mulai dari awal
                                    

"Saya tau perusahaan ini punya bapak, tapi tetap aja bapak nggak boleh seenaknya berhenti di tengah jalan kayak gini". Aku kesal melihat dia masih diam ditempatnya. Aku rasa nih orang memang lagi sariwan karena kebanyakan marah marah, makanya panas dalam.

Karena tak ada tanggapan, aku kembali melanjutkan langkahku dengan sebal sambil menghentakan kaki kesal. Nggak tau apa, ini udah malam. Aku capek, mau istirahat. Tapi malah ketemu setan gila di tempat parkir. Kurang beruntung apa lagi coba. Begitu aku berjalan kearah mobil, tak jauh dari Kean yang berdiri mematung. Tanganku ditarik dengan kasar olehnya.

"Apa begini caramu meminta maaf setelah sekian lama?" suaranya yang dalam dan jelas terdengar menusuk ditelingaku. Aura kejam dan dominan yang biasa diarahkannya pada orang lain terasa lebih menakutkan ketika itu ditujukan padaku.

"Kenapa saya harus meminta maaf, bukannya bapak yang berhenti dan membuat saya menabrak bapak." Walaupun aku tau maksud perkataan Kean bukan karena tabrakan barusan, tapi aku tetap menjawab seolah olah aku tak tau apa apa.

Aku melepaskan cengkraman tangannya yang kuat di pergelangan tanganku. Tapi tak berhasil. Kean masih menggenggam tanganku dengan kuat. Membuatku meringis karena sakit.

"Apa begini cara anda memperlakukan karayawan?" tanyaku kesal.

Kean mendorongku ke salah satu mobil yang ada disebelah kami. Membuatku terjebak karena terkurung antara tubuhnya dan mobil yang ada dibelakangku. Tanganku yang digenggamnya berubah menjadi pucat dan kesemutan karena Kean menggenggamnya dengan kuat.

"Dengar Micha, jangan berani berani memprovokasiku untuk bertindak lebih kasar." Suaranya berubah menjadi tajam dan deru nafasnya yang menahan amarah terasa di pipiku.

Tatapannya tajam. Matanya penuh bahaya. Aku menahan nafas gugup dibawah tatapannya. Tak berapa lama Kean melepaskan genggaman tanganku. Aku memperbaiki letak pakaianku yang tertarik karena tindakan Kean barusan.

"Jangan harap saya akan bersikap baik Micha," bisik Kean dengan nada rendah. Mengirimkan ancaman dan bencana yang akan menantiku.

Meskipun badanku bergetar ketakutan mendengar nada rendahnya, tapi aku tak bisa menerima sikap kasar Kean padaku. Bibirku bergetar menahan kemarahan yang meluap.

"Kamu pikir hanya hidupmu yang menderita?" tandasku begitu Kean berbalik. Hilang sudah sikap sopan yang sedari tadi aku coba pertahankan.

Dia menghentikan langkahnya. Berbalik menatapku. Aku memberanikan diri menyorot pupil matanya yang penuh kebencian.

"Menurutmu bagaimana denganku? Apa menurutmu aku hidup dengan bahagia setelah melakukannya?"

Kean masih terdiam. Berfikir dia membiarkanku untuk menjelaskan situasi kami. Aku kembali melanjutkan.

"Aku tau, salah bagiku untuk ikut campur saat itu. Tapi Kean..." sambil menyusun kalimat yang ingin kusampaikan pada Kean, laki – laki itu melangkah mendekat. Membuatku mundur dan terbentur mobil dibelakangku.

"Aku minta maaf, jika itu menyakitimu. Tapi, aku tak pernah menyesal sama sekali. Salah satu keputusan yang tak pernah aku sesali hari itu adalah mendatangi kakekmu."

Kean melangkah sekali lagi. Kali ini tak ada lagi tempat bagiku untuk melarikan diri.

"Maaf? Apa gunanya? Kamu bahkan tak menyesalinya Micha!" bentaknya. Lalu mencengkram bahuku.

"Kakekmu menyayangi mu Kean. Dia menyayangi cucu – cucunya. Begitu juga papa dan mamamu. Menurutmu bagaimana perasaan mereka saat kamu memutuskan hubungan dengan mereka? Meskipun cara mereka salah, mereka melakukannya karena pada saat itu mereka pikir itulah yang terbaik. Tidakkah kamu memikirkan pengorbanan kak Zoe? Orang tuamu dan kakekmu juga sedih karena meninggalnya kak Zoe. Meskipun mereka tak memperlihatkannya."

Kean semakin mengencangkan cengkramannya. Tapi aku tak akan berhenti disini. Sampai kapan aku bisa lari dari Kean. Dia akan menerorku terus menerus. Dan aku tak punya kekuatan lebih untuk menghadapinya.

"Jangan menyalahkan diri sendiri Kean. Itu bukan salahmu. Saat itu kamu masih terlalu kecil, tak bisa berbuat apa apa bukan kesalahan. Dan cobalah untuk mengerti tindakan kakekmu. Beliau hanya ingin melindungi kalian semua," kataku dengan sedih di ujung kalimat.

"Dia hanya ingin melindungi kami," aku mengulangnya sekali lagi dalam hati.

Benar. Papa juga melakukannya untuk melindungi kami semua. Jika bukan karenaku, akankah semuanya baik – baik saja?

Cengkrama Kean dibahuku sedikit demi sedikit melonggar.

"Bukankah kamu yang paling tau sebesar apa cintanya pada cucunya," ucapku menatapnya lembut.

Tangannya terlepas begitu saja. Kean terdiam begitu lama. Laki-laki yang sebelumnya mengancamku seperti binatang buas sekarang terluka dengan kata kataku. Dengan wajah tak berdaya.

Tapi itu hanya sesaat, sebelum tatapan tajam dan wajah dingin yang biasa terpasang kini muncul kembali.

"Itu tak ada bedanya bagiku. Kamu tetap menghacurkan segalanya Micha. Jangan harap aku akan membiarkanmu begitu saja."

Aku tau. Mengenal Kean adalah musibah. Tapi membuatnya marah adalah bencana. Dan sekali lagi, hidupku berada dalam bahaya.

***

***

Jangan lupa vote and comment nya ya.

Terima Kasih,

Chocomellow

MellifluousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang