"Ji, lo serius?" Seruan dari belakang kembali terdengar, ada yang setuju ada juga yang kurang setuju.

"Dengan berdamai satu hari nggak akan menjatuhkan integritas kita sebagai mahasiswa Garuda, kalau ada pendapat yang belum sesuai silakan lo ungkapin." Hati nurani mereka mulai terbuka, semuanya mengatup bibir, mau tidak mau harus merasa setuju, ketika Ganjilo mengatakan itu.

"Ada yang lain?" Ganjilo manaikkan satu alisnya, menanti jawaban dari Fajri. "Gue sama temen-temen mahasiswa nggak ada waktu jadi bahan bercandaan lo," ujarnya berlanjut, ketika Fajri hanya diam.

"Nah, lo liat songongnya presiden Garuda." Bagus menyambar tidak terima. Fajri sama sekali tidak mau mendengarkan Bagus saat ini.

Dia mendekat. Laki-laki itu tersenyum lebar, merentangkan kedua tangannya memeluk Ganjilo seolah perdamaian sudah akan diresmikan sekarang. Tidak lupa tangannya sudah mendarat halus dipunggung Ganjilo dan menepuk-nepuknya pelan.

Ganjilo hanya diam, menanti apa yang dikatakan Fajri. "Eits, bro, santai. Gue mengucapkan makasih sama lo," ucap Fajri.

Fajri mendekap erat pelukannya pada Ganjilo, lalu berbisik manja di telinga yang ingin lepas dari jeratan sifat Fajri yang palsu. "Gue setuju kalau kampus kita damai sehari, tapi untuk lo sama gue jangan mimpi."

Perlu kalian tahu, Fajri dan Ganjilo sudah lama mengibarkan bendera perang sebelum masuk ke kampus ini. Entah, apa yang membuat keduanya harus selama ini bermusuhan, tetapi yang jelas ada ketidaksukaan antar keduanya. Awalnya masalah pribadi kini merambat ke masalah umum.

Sangat pas, ketika Fajri mengetahui kampus Ganjilo dan dirinya juga bermusuhan, sehingga dia bisa terang-terangan membalas dendam kesumatnya.

Ganjilo mendorong pelan tubuh Fajri, membuat laki-laki itu menghentakkan almamaternya, yang melihat tidak tahu itu adalah bentuk kekesalannya pada Ganjilo, mereka mengira Fajri sedang memperbaiki almamaternya yang kusut.

Sangat keren, tetapi menyiratkan kebencian.

Ganjilo menepuk pundak Fajri. Dia tersenyum. "Udah, kan, bro?" Mendengar hal itu, Fajri sangat kesal dan jengkel sekaligus dalam waktu bersamaan.

"Kalau belum kita selesaikan sekarang." Pelan, tapi mampu membuatnya malu.

Fajri tertawa kecil, memperbaiki rambutnya yang tertiup angin ke belakang. Dia melirik Bagus, mengisyaratkan untuk membubarkan barisan.

Bagus mengerti dan mengumumkan untuk meninggalkan barisan begitu pun Garuda yang nampak sudah dulu bubar.

"Ji, cabut." Martin menepuk pelan pundaknya, Ganjilo yang terdiam kaku dan masih berdiri menatap Fajri langsung menoleh, dia mengangguk.

"Tunggu dulu, bro." Fajri tersenyum licik, dia tidak mau, ketika sampai ke rumah dengan tangan kosong.

Fajri melangkah maju dan menarik kerah almamater milik Ganjilo.

Bugh!

"Untuk lo yang sok bijak!" teriak Fajri, mendadak kehilangan kendali.

Jalanan di depan kedua kampus, kini sepi hanya ada mereka berempat. Bagus, Martin dan keduanya yang masih belum pulang.

Martin dan Bagus sama-sama terkejut, bukan mereka berdua saja, akan tetapi Ganjilo juga.

"Pengecut," ujar Ganjilo sama sekali belum berniat membalas pukulan itu.

"Lo bilang apa, hm?"

"Udah, bro!" Bagus menghentikan pergerakan Fajri yang ingin membabibutakan Ganjilo.

Dia memberontak dan berhasil meloloskan diri, tanpa aba-aba Fajri kembali melayangkan pukulan keras andalannya. Hidung-sasaran yang sengaja dipukuli itu-kini memar dan membiru ungu.

Ganjilo yang tidak tahan lagi, ikut menarik kerah almamater Fajri dan memukul Fajri tanpa jeda. Meninggalkan cairan kental berwarna merah di sekujur mukanya.

Martin dan Bagus sama-sama kembali melerai keduanya, mereka berdua masing-masing menarik almamater milik kedua laki-laki itu dan menahannya untuk tidak bersikap lebih fatal lagi.

Bukannya mendapat hasil yang baik, malah bogeman salah sasaran yang dilayangkan Fajri sudah mendarat halus di wajah Martin. Martin yang terpancing langsung menyerang Fajri dan ikut membalas.

Bagus kebingungan, dia merogoh ponsel di celananya dan menelepon seseorang agar membuat ketiganya berhenti.

"Halo, Ca, gue butuh bantuan lo sekarang. Cepet ke sini di depan kampus, cepet."

"Eh-eh, kenapa?"

"Bagus, jawab gue!"

Tut.

Bagus mematikan panggilannya, lalu berusaha memisahkan ketiga laki-laki ini. Melihat suasana pertarungan dua lawan satu, akhirnya Bagus turun dan menghentikan Martin.

Sepuluh menit berlalu, Fajri sudah tak sanggup lagi, laki-laki itu terjatuh ke tanah dan kesadarannya mulai menurun, melihat itu Bagus hendak menolong, akan tetapi Martin menghalanginya dan memberikan pukulan yang membuatnya langsung teler.

Fajri sudah teler diperbuat laki-laki pendiam itu, luka di wajahnya cukup parah, darah tercampur tanah menghiasi wajahnya sama dengan kondisi Ganjilo, tetapi yang membedakannya adalah Ganjilo masih kuat untuk berdiri sedangkan Fajri sudah tidak tahan.

Ganjilo yang masih kesal, berdiri di bawahnya dan hendak melayangkan tinjuan satu kali lagi agar laki-laki itu puas. Namun, tangannya terhenti, ketika mendengarkan suara seseorang.

"Berhenti atau lo lawan gue sekarang."

***

*) Dari Jahwah untuk kalian.

PIUPIUPIU CALON MAYAT.

VOTE DAN KOMEN JANGAN LUPA. NANTI JAHWAH UPDATE LAGI DEH, AWOKAWOK.

FOLLOW AKUN WATTPAD @ZAHWAANS
FOLLOW AKUN INSTAGRAM @MYS_ZAHWANSN

DON'T FORGET YA, KAWAN!

HILIH BICIT, CIE JAHWAH BIKIN CERBAR AWOKAWOK.

FIX JODOH NANON.

Salam hangat dari Jahwah yang sedang gabut*)

आप प्रकाशित भागों के अंत तक पहुँच चुके हैं।

⏰ पिछला अद्यतन: Oct 15, 2020 ⏰

नए भागों की सूचना पाने के लिए इस कहानी को अपनी लाइब्रेरी में जोड़ें!

Almamater Biru Versus Hijau [On-going]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें