Bagian 31 | Terperangkap Jebakan Masa Lalu

Start from the beginning
                                    

“Kalau semua laki-laki berpikirnya sama seperti Mas Rizal, aku menyesal terlahir jadi perempuan yang nilainya di mata mereka hanya sebatas kepuasan seksual.”

“Sayangnya itulah faktanya. Aku bukan satu-satunya, asal kamu tahu. Di dunia entertain, Va, kesepakatan seperti yang kita lakukan sangat umum.”

“Oh ya? Siapa saja?”

“Kenapa kamu tiba-tiba banyak bertanya hari ini?”

“Beritahu aku siapa saja yang melakukan ini, agar aku tidak merasa menjadi satu-satunya yang menjual diri demi menjadi terkenal.”

Eva mematikan rekaman ketika wajah Rizal seperti ingin membunuhnya. Jika rekaman itu dilanjutnya, maka seluruh Indonesia akan tahu nama-nama besar yang tidak disangka-sangka melakukan praktik kotor di belakang layar. Nampaknya rekaman ini sedikit banyak akan memberi guncangan ke dunia perfilman.

“Bagaimana kalau kita membuat kesepakatan baru?” Eva senang akhirnya bisa mengatakan itu. “Kali ini Mas yang membuat keputusan. Kita berdua jalani kehidupan masing-masing, atau mati bersama-sama.”

***

Eva meringkuk merapatkan diri di tembok, pikirannya masih menggambang tak tahu apa yang harus dilakukan. Ini bukan lagi kecolongan, melainkan kebodohan. Sebelum memasukkan orang lain yang terang-terangan membencinya, seharusnya Eva bisa menebak akhirnya akan seperti ini.

Lebih buruk dari binatang, Rizal adalah monster menakutkan. Kembali teringat jelas saat Rizal memakai tubuh Eva sebagai pemuas nafsunya tanpa memikirkan keadaan Eva sama sekali. Entah Eva sedang lelah atau sakit. Sungguh Eva tidak ingin kembali ke masa itu. Tetapi membayangkan foto-foto telanjangnya tersebar dan dilihat jutaan pasang mata, rasanya sama  hinanya. Seumur hidup Eva akan dicap buruk, bukan hanya dirinya, tetapi juga semua orang terdekatnya akan ikut kena imbasnya.

Bagaimana dengan saga?
Bagaimana dengan perjalanan mereka ke masa depan?

Ponsel Eva yang tergeletak di dekat kakinya terus bergetar, Saga meneleponnya tanpa henti sejak beberapa menit lalu. Eva bisa bayangkan wajah frustrasi Saga yang mengkhawatirkannya. Panggilan dari nomor Saga berhenti, layar ponsel Eva berganti menampilkan nama Rizal Chandra.

Eva harus menentukan pilihannya sekarang. Dilecehkan satu orang tanpa batas waktu, atau menjadi sampah masyarakat seumur hidup.

Eva memilih pilihan pertama tanpa pertimbangan panjang. Segera Eva menjawab telepon itu. “Bagaimana, Sayang? Sekarang sudah tahu bagaimana kabarmu?”

“Katakan apa maumu.”

“Kamu sungguh ingin tahu apa mauku? Sayang sekali, seharusnya kamu ingat apa yang menjadi kesukaanku.”

“Jangan mempermainkanku! Katakan saja apa maumu!” teriak Eva.

***

Hotel Elfatta menjulang mewah di tengah pusat kota, tidak butuh waktu lama sampai akhirnya Eva tiba di tempat yang disebut Rizal. Eva tahu apa yang akan dihadapinya di tempat ini. Langkah kakinya gemetaran, kepalanya menoleh kanan kiri mencari nomor kamar yang harus ia masuki.

Ini bukan perasaan baru. Rasanya sama persis ketika tangan Eva digandeng Rizal masuk ke kamar hotel pertama kalinya. Bagian terberat adalah ketika Eva sadar ia tak menginginkan ini, namun merasa harus melakukannya.

Dulu Eva tidak bisa mundur karena merasa itu adalah jalan satu-satunya, kali ini pun sama. Eva harus menempuh jalan ini lagi agar pengorbanannya di masa lalu tidak sia-sia, lalu menghabiskan sisa hidup sebagai sampah tak berguna.

[COMPLETE] EVARIA - Memihak Diri SendiriWhere stories live. Discover now