Bagian 24 | Tak Ingin Melepaskan

Começar do início
                                    

“Kita mau kemana sebenarnya?” tanya Eva akhirnya.

“Sebentar lagi kamu tahu sendiri.”

Eva menunggu sebentar dan kecepatan mobil Saga berkurang, mencari tempat memarkir mobil. “Kita sampai.” Beberapa meter di belakang adalah warung tenda Pak Di.

Pakaian Eva jelas kontras sekali dengan kondisi warung Pak Di yang dindingnya hanya terbuat dari terpal yang sudah bertahun-tahun tak diganti, kondisi tanah yang basah sehabis diguyur hujan juga sedikit menyulitkan langkah Eva. Eva berdecak sebal cukup keras sengaja agar Saga mendengarnya karena Saga terus menarik tangannya.

Saga melirik kaki sekilas. “Aku kira kamu bisa berjalan di atas air dengan sepatu seperti itu.”

“Kamu yang seharusnya cukup pintar memilih tempat,” dengus Eva. “Kalau cuma bicara, kita bisa melakukannya di dalam mobil.”

“Sebelum kita bicara, ada yang harus kubilang ke Pak Di.”

Pak Di nampak takjub melihat penampilan Eva yang persis seperti yang biasa dilihatnya di layar kaca. Dibanding dengan penampilannya tempo hari lalu, kali ini Pak Di baru merasakan sensasi grogi bertemu selebriti. Tidak adanya senyum di wajah Eva seperti sebelumnya juga membuat Pak Di bingung harus bereaksi seperti apa. Maka Pak Di putuskan menyapa Saga saja. “Wah, Mas Saga kebetulan saya sudah mau tutup ini.?”

Bangku nampak sudah dinaikkan di atas meja dan gerobak Pak Di sudah bersih. Karena bukan berada di kawasan pemukiman,
Pak Di hanya berjualan dari menjelang siang hingga petang begini.

“Saya ke sini bukan untuk makan, Pak. Tapi saya ingin bilang sesuatu,” jawab Saga. Di belakangnya Eva memutar bola mata malas, apa sebenarnya mau lelaki ini?

“Oh ya? Terus?”

“Terakhir kali saya kan bilang kalau saya akan berhenti menyukai Eva, tapi sekarang saya mau bilang lagi kalau saya akan terus menyukai Eva, meskipun dia nggak percaya.”

“Eh?”

“Kamu ini apa-apaan?” Eva menyentak lengannya karena ia benar-benar tidak bisa melepaskan gandengan Saga. “Apa pentingnya Pak Di tahu kalau kamu menyukaiku?”

Saga menoleh cepat, menatap Eva dengan tatapan sama kesalnya. “Setidaknya biar ada satu orang yang tidak meragukan perasaanku!”

“Kamu sama sekali nggak masuk akal,” desis Eva tak mengerti jalan pikiran Saga.

“Akhirnya kamu mengerti, Va?” Di tempatnya berdiri, Pak Di bergerak-gerak gelisah. Kedua orang itu berdiri tepat di jalan keluar-masuk, sehingga Pak Di terjebak ditengah pertengkaran mereka.

“Perasaanku sangat tidak masuk akal, karena itu aku nggak bisa menjawab kenapa selera perempuanku sangat buruk. Kenapa kamu, dan bukannya perempuan baik-baik di luar sana! Entah ini cinta atau simpati, aku nggak mau memikirkannya. Satu-satunya yang aku tahu, satu-satunya yang aku mau cuma kamu.”

“Satu-satunya?”

Saga kembali menghela napas kasar saat lagi-lagi Eva mempertanyakan perkataannya. “Aku tidak minta kamu percaya, tapi setidaknya jangan sinis. Ini perasaanku, tolong hargai itu.”

“Kamu minta aku menghargainya seperti apa? Dengan pura-pura bilang, iya aku juga menyukaimu, begitu?”

“Iya, lakukan itu.” Kening Eva berkerut dalam, makin tidak paham dengan Saga. “Bukankah selama ini kamu sudah banyak berpura-pura?”

“Kamu orang paling tidak konsisten yang pernah aku kenal. Kamu lupa pernah bilang kalau kamu akan menganggp kita nggak saling kenal?”

“Coba balik cara pikirmu. Alih-alih tidak konsisten, kenapa kamu nggak menganggap saat itu aku mengambil jeda waktu  untuk berpikir. Aku di sini, menjilat ludahku sendiri karena aku akhirnya sadar kalau yang aku nggak bisa melepas kamu begitu saja.”

[COMPLETE] EVARIA - Memihak Diri SendiriOnde histórias criam vida. Descubra agora