"Yaahh, lo ngga liat kita di mana? Aula. Ngga ada orang disini kecuali lo, gue, dan orang-orang suruhan gue."

"M-maksud lo?"

"Lo ngga bisa lari kemana-mana. Gue juga tau sih, lo pasti pernah denger sebuah rumor tentang gue yang disebar sama sahabat lo sendiri. Siapa tuh, Jennie?"

Jisoo terbelalak kaget. Rumor?

"Pshyco?"

Gadis itu kembali tertawa. "Ya. Pshyco. Uh, sayang banget. Harusnya kemaren Jennie gue bunuh aja. Biar lo ngga sendirian nanti."

"Bunuh? J-jadi?"

"Yerin, Eunbi, Yoongi, Dino, lo inget siapa mereka kan? Ya. Gue yang bunuh mereka."

"Gila. LO GILA!"

Jisoo berteriak histeris. Ia merasa ketakutan sekarang. Niat hati ingin berlari, namun lagi-lagi tubuhnya ditahan. Dipaksa untuk tetap pada posisi berlutut.

"Lo bebas mau ngatain gue apapun, karena setelah ini, lo ngga bakal bisa ngomong apa-apa lagi."

"Lo-, kenapa lo lakuin ini ke gue?! Kenapa harus gue? Kenapa?!"

Gadis itu menyeringai, Ia mendekatkan wajahnya kearah Jisoo. "Kenapa? Lo masih nanya kenapa?! Jelas karena masalah lo sama Sana dulu. Asal lo tau, sampai kapanpun, suara sama tingkah dia ngga bakal berubah. Itu udah bawaan dari lahir! Suaranya emang kaya anak kecil, dan dia emang terlahir dengan tingkah kaya gitu. Alesan lo itu ngga cukup buat lo bisa berbuat seenaknya sama dia dulu."

"Lo dendam sama gue karena dia?"

"Gue, dendam sama semua orang yang nyakitin gue sama temen-temen gue. Semuanya, tanpa terkecuali."

Jisoo terdiam. Ia tidak tahu harus berbuat apa.

"Oke. Gue rasa, kita terlalu lama ngobrol. Dan karena lo itu spesial, jadi gue ngga mau repot-repot ngotorin tangan gue buat bunuh lo. So-,"

Gadis itu menyuruh seseorang untuk masuk. Jisoo membulatkan kedua matanya.

Sial. Ia kenal siapa orang itu. Sangat.

"Halo, Jisoo."

"Min-gyu?"

Mingyu tersenyum kecil. Tentu saja Jisoo mengenalnya. Selain karena memang Mingyu bersekolah disini, Ia juga adalah mantan pacar Jisoo. Kebetulan bukan?

"Jadi, lo mau gue apain dia?"

Sang gadis nampak berfikir, sebuah ide gila mendadak muncul diotaknya.

"Potong aja lidahnya, atau lo bisa tusuk matanya. Terserah."

"ENGGA. Maafin gue, maafin gue. Please." Ucap Jisoo takut, air mulai mengalir melalui sudut matanya. "Gue bakal minta maaf sama Sana. Gue bakal lakuin apapun perintah lo. Gue janji."

"Lo janji?"

"Ya. Gue janji."

"Tapi gue ngga butuh janji lo tuh." Sahut Sang gadis santai. "Mingyu."

Mingyu mengangguk. Ia nampak berfikir sebentar, sebelum mengambil sebuah pisah dari dalam kantung jaketnya.

"Kayanya saran lo terlalu kejam deh, gue lakuin pake cara gue sendiri aja ya?" Pinta Mingyu.

"Ya, terserah lo aja. Buruan, gue udah ngga sabar denger teriakan dia sama darahnya itu."

Mingyu mengangguk, lantas berjalan mendekat kearah Jisoo. Tubuhnya Ia sejajarkan dengan gadis itu.

"Mingyu, jangan....."

Tidak ada lagi yang bisa Jisoo lakukan. Mau berkata jangan seberapa banyak pun, Ia tidak akan selamat. Tubuhnya bergetar ketakutan ketika Mingyu menyuruhnya untuk menggenggam pisau dengan kedua tangannya sendiri.

"Engga, Mingyu."

Mingyu menyeringai. "Inget, Jisoo. Bukan gue yang bunuh lo, tapi tangan lo sendiri yang nusuk jantung lo pake pisau ini."

"Mingyu, engga. Jangan."

Gadis itu tersenyum lebar. Memperhatikan wajah ketakutan Jisoo dengan perasaan bahagia. Mulutnya bergerak pelan, membisikan sebuah kalimat di telinga Jisoo.

"Say goodbye to the world, Kim Jisoo."

Setelah berucap demikian, Mingyu mengarahkan pisau yang berada di genggaman Jisoo ke tempat dimana jantung gadis itu berada.





JLEB.




"AAKKKHHHHHHH!!!"





SRET.





CRASH.





Darah segar membasahi wajah dan baju Mingyu. Ia tersenyum melihat Jisoo mencengkeram erat bekas tusukan didadanya yang kini mengalirkan darah segar.

"Gimana? Sakit?"

"K-kalian...."

"Apa? Kita apa? Kayanya masih belum cukup ya?"

Mingyu kembali menggenggamkan pisau itu ke tangan Jisoo, sedetik kemudian tangannya bergerak. Kali ini, leher Jisoo lah sasarannya.





Sreeeettttt.




"Good job, Kim Mingyu."

Gadis itu tersenyum lebar. Ia merasa puas dengan hasil kerja Mingyu.

Hari ini, satu nyawa kembali melayang setelah kemarin ada yang berhasil diselamatkan.

Goodbye, Kim Jisoo.

"Seperti biasa, bereskan semuanya."



























































"Gimana? Enjoy the view?"

"Cukup. Lo harus berhenti."

"Engga."

"Gue mohon. Jisoo udah ngga ada, jadi please. Berhenti."

"Ngga bisa."

"Please..."

"Apa lo tau? Tujuan gue emang buat bunuh orang-orang dari masa lalu kalian, tapi tujuan utama gue adalah, seseorang dari masa lalu Mina. Selama belum tiba gilirannya, gue ngga bakal berhenti. Dan lo juga harus tau, dia dapet giliran terakhir."

"Sekali lagi, gue minta lo buat berhenti. Atau, gue bakalan sebarin siapa pelaku pembunuhan di sekolah selama ini."

"Silahkan. Gue ngga takut, tapi sebelum lo berhasil ngelakuin itu, gue bisa jamin. Lo, bakalan nyusul Jisoo. Secepat mungkin."

"Gue juga ngga takut. Silahkan aja lo bunuh gue. Sekarang. Itu bukan masalah besar buat gue, tapi itu bakalan jadi masalah buat Mina. Lo yakin?"

"Bukannya gue ngga pernah ragu buat nyingkirin orang yang ganggu kesenengan gue ini?"

"Kalo gitu, gue siap."

Dan, haruskah saya mengucapkan ini sekarang?




Say goodbye to the world-,
















































Minatozaki Sana?

CODE |Part 0.2 - ~|Donde viven las historias. Descúbrelo ahora