Chapter 1_Dua Sejoli

23 6 2
                                    


     Venya gelisah kesana kemari seperti setrika. Jantungnya berdetak cepat, kabar tentang Regi  begitu membuatnya terkejut. Benar tidak ada yang tahu kapan datangnya kematian, tapi ini terasa begitu cepat. Semalam baru saja ia dan Regi merasa bahagia dan berbunga-bunga, hingga ia hampir tidak bisa tidur.
     Jemputannya belum juga datang. Saat Regi dikuburkan, dia ingin ada di sana. Venya menunggu sejak pukul lima tadi pagi dan sekarang sudah lewat tiga puluh dua menit, tetapi yang menjemputnya belum juga datang. Sedangkan pukul enam Regi akan dikuburkan. Raut mukanya gelisah.
     Sudah dua tahun dia kenal dekat dengan Regi, dan malam tadi adalah puncaknya saat Regi menyatakan perasaannya. Venya jelas menerimanya karena dia juga memiliki perasaan yang sama akhir-akhir ini. Keduanya akan memulai hubungan yang baru, tetapi ajal lebih cepat memanggil Regi setelah menyatakannya. Bulir air mata menyusuri pipinya. Regi bukan keluarga atau saudaranya, tetapi mendengar kabar itu membuat Venya terpukul. Dia menemukan cintanya lagi, tetapi tiada setelah kata cintanya terucap.
     “Nya? Woy,” teriak seseorang di luar
     Venya terburu-buru keluar dan membersihkan wajahnya.
     “Maaf gue telat setengah menit,” ujar seseorang itu lagi.
     “Setengah jam,” sanggah Venya
     “Di jalan ketiduran tadi,” leluconnya
     Venya tidak berbasa-basi lagi. Ia langsung menaiki motor Arga.
     “Nya?” tanya Arga.
     “Hm?”
     “Nya?”
     Venya menaikan sebelah alisnya, dan itu terlihat di kaca spion motornya.
     “Nya, eh?”
     “Apasi?”
     “Venya?”
     Venya diam. Dia tahu, Arga sedang membodohinya.
     “Venya Parisya? Woy?”
     “Apa si lo, Ga?” jawab Venya kesal
     “Bagai rembulan yang kehilangan cahayanya… Venya Parisya terlihat buruk rupa karena menghilangkan senyumnya…”
     Argaradin. Begitulah sikapnya yang penuh candaan dan gombalan. Venya dan Arga adalah simbol kedekatan bulu dan kulit. Bagaimana tidak, keduanya dekat sejak kecil. Bukan karena tidak ada lagi yang bisa dijadikan sahabat, tetapi memang benar. Karena tidak ada teman seumuran selain mereka di sekitar komplek. Mereka tidak mau bermain dengan remaja saat kecil dulu, maka hanya berdua mereka bermain. Hingga saat ini persahabatannya tidak pecah, tetapi menginjak usia remaja salah satu dari mereka mulai mengerti perasaan ingin memiliki dari sekedar sahabat.
     Mereka sudah sampai di TPU, sudah banyak kerabat dan keluarga Regi disana. Mereka menundukkan kepala dan mata sembab menandakan kedukaan, tetapi Venya juga tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya menatap iba karena ia pun gemetar, kematian Regi cukup tragis. Tidak ada yang menduga kejadiannya akan terjadi seperti itu.
     Air mata merembes lagi di pelupuk mata Venya.
     “Nya? Gue jadi takut mati…,” keluh Arga
     Venya tidak menjawab meski dalam hati dia menggerutu. Arga menyebalkan sekali, temannya meninggal dan semua orang berduka termasuk Venya. Namun Arga terus saja bercanda. Venya jadi curiga, jangan-jangan Arga tidak punya hati. Selama ini ia belum pernah melihat Arga sangat bersedih.

Dari bocah temenan udh gede jadian. Eh, next ya! Semoga penasaran wk

Gaes mau cerita, w nulisnya sambik kebelet. Wahaha

Coba dong vote dan kritik sarannya nyangkut. Uwwuw
<3

Twenty Die LoveWhere stories live. Discover now