Kolaborasi

163 127 67
                                    

"Apa yang kulakukan?" gumam Nadhira nanar, gadis itu tak percaya apa yang ia lakukan. Membentak dan memukul pria beberapa detik setelah ia memperkenalkan diri. Astaga!

Dering ponsel menyentak lamunan, sesaat melirik benda pipih di tangannya. Ditariknya napas, lalu mengeluarkan perlahan. "Ya, mom."

"Em, aku sedikit ada urusan. Sebentar lagi ke de...."

Gadis itu meringis kecil. "No, aku tidak diculik atau apapun."

Ia berjalan menuju koridor depan. "Tak masalah. Cepat selesaikan apapun itu dan kembalilah.

"Love you too, mom."

Senyum kecil terbentuk ketika melihat lelaki berseragam yang dikenalnya dengan baik membukakan pintu penumpang. Pak Adi, sopir kepercayaan keluarga sejak ia kecil. Nadhira duduk nyaman memandang ke jendela saat mobil melaju meninggalkan area sekolah.

Apa yang harus Nadhira lakukan besok? Kesan pertamanya buruk, bagaimana mengurangi kecanggungannya di depan pemuda itu. Ia menghela nafas ketika mobilnya berhenti di pekarangan rumah pamannya. Ya, setidaknya ia tinggal di sini sampai lulus dan setelahnya itu akan menyusul ibunya.

Langkah Nadhira terhenti ketika mendengar dentingan piano, matanya menyipit berpikir siapa yang memainkan. Lagunya terdengar familiar, tak terasa ia memejamkan mata. Itu....

'Adakah aku di mimpimu...'

Suara alat musik lain menyusul, suara violin. Gesekkan itu seperti mengharapkan, gambaran-gambaran indah, lalu luntuh. Perasaan itu seperti menghantamnya.

'Tlah ku nyanyikan alunan-alunan senduku....'

Gadis itu terkejut melihat tangannya basah setelah mengusap pipi. Sejak kapan?

'... Dengar simponiku....'

Ia mengikuti musik itu. Di dalam ruangan itu Delta duduk di depan grand piano dengan jemari bergerak lincah di atas tuts hitam putih. Ia takkan salah mengenali sepupu frozennya itu, tapi bagaimana bisa?

Lalu di samping Delta berdiri seseorang berambut putih, lelaki itu yang memainkan violin. Si rambut putih itu sangat menghayati walaupun dilihat dari belakang. Seolah musiknya hidup.

'Sentuh... Hatimu....'

Suara tepuk tangan mengakhiri permainan mereka.

"Jika saja tak ingat sifat menyebalkan anak ini, mungkin aku akan memujinya," komentar enggan Riko.

Sedangkan kaisar sibuk dengan ponsel yang terhubung henseat di telinga kirinya. "Kau yakin ini pertama kalinya dia mendengar lagu ini?" tanyanya tanpa mengangkat pandangan.

"Hem," gumam Kenzie, tangannya masih memainkan piano dengan nada lembut diikuti violin si rambut putih.

"Mungkin anak ini pernah menonton di YouTube," seru Riko.

"Justru Rion lebih menyukai Cho...."

"Jangan sebut nama yang tak kukenal!"

Si rambut putih menghentakkan kaki, Kenzie menghela nafas sebelum mengulang nada sebelumnya.

"Kau menemukannya, Sar?"

Kaisar mengangguk. "Pak tua cucumu di sini," katanya singkat sebelum kembali mengotak-atik ponselnya.

Riko melongo. "Kau beneran mengatakan itu?"

"Pak tua itu akan menyuruh orang untuk melacak ini." Kaisar melambaikan benda pipih miliknya.

"Kalian menculik anak."

Nadhira akhirnya angkat bicara, memperhatikan mereka yang balik menatapnya.

"Orang tuaku belum bangkrut jadi belum terpikirkan untuk melakukan itu." Kaisar mengangkat bahu sebelum sibuk sendiri.

Kenzie memasukkan violin dan bow ke dalam wadahnya.

"Bath time, boy," ujar Kenzie menghentikan tangan si rambut putih yang berusaha meraih wadah violin itu.

Keduanya berlalu meninggalkan ruangan, si rambut putih itu tersenyum dengan mata menyipit ketika melewati Nadhira. Imutnya...

"Jadi ada yang mau jelaskan?" Nadhira menatap kedua pemuda yang tersisa.

"Ah, mau...."

"Tidak juga hari ini, Ko," kata Nadhira jengkel, matanya menatap pemuda satunya." Kaisar!"

Pemuda yang disebut namanya terusik, dengan gerakan patah-patah menoleh. "Aku sama bingungnya juga. Kami nongkrong seperti biasa, lalu anak antah berantah itu muncul dan Delta membawanya. Tamat."

Adakah penjelasan lebih jelas, runtuk Nadhira dalam hati.

"Ah, aku harus pulang." Kaisar bangkit meraih tas tergesa. Lalu berlalu.

"Aku juga," seru Riko menyusul.

Apa-apaan mereka? Ia menghela nafas, berjalan ke kamarnya. Notif pesan berbunyi.

Tidak dikenal
[Plis, mau ya dinner atau pacaran sehari ajah gapapa 🙏🙏🙏]

Mulutnya terkatup rapat dengan sekali banting menutup pintu kamar. Ia tahu pria itu masih berada di rumah ini dan mendengar penolakan untuk sekian kali.

🎻🎻

Satu hal yang dirasakan Kenzie saat berjumpa dengan Arion, ingin melindungi. Mata jernih anak itu seolah menghipnotis siapapun yang melihat.

"Good boy," serunya setelah memasangkan piyama bergambar Naruto.

Arion cengir sambil bertepuk tangan riang menatap pantulan dirinya di cermin. Pipinya bertambah putih oleh bedak dan topi kerucut menutupi rambut.

"Who wants to draw?" Delta mengangkat buku dan krayon yang juga baru dibelinya.

Bibir Arion terbuka membentuk huruf O dengan kegeriangan.

"So, Kakashi sensei wanted to draw?" Satu alisnya terangkat menggoda.

Anak itu mengangguk antusias dan meloncat kecil ketika buku dan krayon di tangannya. Delta menggeleng terkekeh, menuntunnya agar duduk.

Kenzie mengambil beberapa buku, sebelum duduk di dekat Arion. Ia mengerjakan tugas sekolah sambil sesekali memperhatikan wajah serius yang nampak lucu. Siapa yang tak terpesona dengan kepolosan anak ini?

TBC.

🎻🎻

Yes, selesai ☺️☺️☺️

Dah nongol nih trio pangeran sekolah, moga suka. Jadi ada yang penasaran sama Arion gak?

Jangan lupa vote+comen 🙏🙏🙏

Melodi Kompas [On Going]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora