GADIS KOREK API Andry Chang - Anggi MS

263 30 2
  • Dedicated to Anggi Mardina Suwindar
                                    

GADIS KOREK API Andry Chang dan Anggi Mardina Surwindar

“Marielle, kapal yang membawa ayah dan ibumu dari Myriath terhempas badai, lalu karam dan tenggelam di Samudera Petravia. Hanya satu orang awak kapal yang selamat dan kembali ke Alceste untuk menyampaikan kabar ini.”

Kata-kata itu menghentak jantung Marielle Bingham bagai petir di siang hari bolong.

Apalah daya seorang anak perempuan berusia delapan tahun itu saat tahu ia kehilangan orang-orang terkasih pada mereka ia bergantung? Air mata membuncah seketika dari mata berlensa birunya, membasahi pipi dan wajah manisnya yang memucat.

Namun pria berusia empat puluh tahunan dan bercambang hitam lebat bernama Theodore Perigold itu menggeleng. “Beritanya sudah dimuat di surat kabar. Ini, bacalah.” Ia menyerahkan benda yang dimaksud pada Marielle.

Gadis kecil itu berusaha membaca seluruh kata yang tercetak hitam di atas putih itu. Lalu ia jatuh berlutut, menangis sejadi-jadinya.

Theodore lantas ikut berlutut dan membelai lembut rambut pirang si anak malang itu. “Tabahkan hatimu, Elle,” katanya. “James dan Beatrice kini beristirahat di sisi Vadis di surga. Kau harus kuat, karena ada satu kabar lagi untukmu.”

Marielle menegadah. “A-apa maksud Paman Theo?”

“Perusahaan Bingham-Perigold milik ayahmu berutang banyak pada bank. Karena ayahmu berpulang, bank memutuskan menyita rumahmu beserta seluruh perabotannya. Segala harta benda milik keluargamu akan diurus oleh paman dari pihak ayahmu, Clarence Bingham.”

“B-bagaimana dengan aku?”

“Karena Clarence belum menikah, dia belum berhak merawatmu. Jadi untuk sementara kau akan tinggal di panti asuhan…”

“T… Tidaak!” Marielle histeris. “Aku tak mau tinggal di panti asuhan! Ini rumahku! Aku masih ingin kamarku, ranjangku, main dengan Letty, boneka kucing kesayanganku…!”

“Tenang saja, kamu pasti bakal banyak teman di sana kok.”

Marielle menggeleng. “Aku pernah dengar, panti asuhan adalah tempat yang buruk, tempat anak-anak yatim piatu disiksa, hidup lebih menderita daripada pengemis!”

“Dari mana kaudengar omong kosong itu!?” sergah Theo, rupanya sudah tak sabaran. “Begini, Elle. Nyonya McPhearson, pemilik panti asuhan itu terkenal baik hati dan amat pemurah, kau pasti akan…”

“… Menderita seperti anak-anak panti lainnya! Pokoknya aku tak mau ke panti asuhan! Tak mau!”

Theodore Perigold berpangku tangan, seakan sudah tahu dan terbiasa dengan sikap gadis kecil yang manja ini. Dan ia sudah tahu pula harus bertindak apa.

==oOo==

Apalah daya seorang gadis kecil menolak takdir yang menimpanya?

Kelelahan batin membuat Marielle tak mau makan, pingsan hingga malam dan tak bisa tidur hingga pagi. Ia menangis semalaman sambil memeluk boneka-bonekanya.

Sayup-sayup suaranya terdengar, “Ayah… ibu… !”

Saat pagi menjelang, Marielle sudah duduk dalam kereta kuda yang melaju, membawa dirinya dan bagasi-bagasi berisi barang-barang pribadinya ke panti asuhan. Di rumah tadi ia hanya sempat mengambil sekotak korek api milik ayahnya, yang kini ia genggam erat-erat. Tak ada teman bicara, hanya ada sais yang sibuk mengendarai kereta.

Pikiran Elle kini melayang, mencoba membayangkan panti asuhan yang ia tuju. Matanya terbelalak ngeri, seakan melihat sendiri betapa menderitanya anak-anak yatim piatu di sana. Setiap hari mereka disiksa, dipaksa bekerja bagai budak dan tinggal dalam lingkungan yang amat kumuh dan jorok. Banyak dari mereka menderita pelbagai penyakit, kulit mereka sampai rusak karena rasa nyeri yang terus mendera. Tak jarang ada anak yang jadi gila, bahkan meninggal dunia di tempat yang bagai serambi neraka itu.

EVERNA SAGA Hikayat Tiga ZamanWhere stories live. Discover now