╔ The Moon's Lantern ╗

84 11 6
                                    

Hai, Arkais Mahesa, moonbies-nya Sereluna Tahira!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hai, Arkais Mahesa, moonbies-nya Sereluna Tahira!

Seperti biasa, aku mampir sebentar—sekadar duduk termenung, menyaksikan ketiadaan yang kusadari mustahil untuk bisa kujamah, dan menggoreskan ujung pena di atas perkamen ini lagi.

Sebelum kau menggerutu, jangan khawatir, aku sudah berkawan baik dengan angin malam. Ia tidak akan menerjunkan sepasang kakiku ke bawah sana, sekalipun aku sangat menginginkan ketiadaan itu terjamah.

Moonbies, tahu tidak? Pagi ini, aku melihat tanggalan di kalender lusuh ruang tamuku. Terhitung telak ini sudah purnama kedua belas semenjak kau tiada. Selama itu pula, sangkala terus membayangiku dengan afeksimu dahulu, bertalu-talu.

Oh ya, intensiku kemari untuk mengabarimu beberapa hal. Esok hari, aku akan makan besar. Lusa nanti, aku akan wisuda—bergembira lah, karena aku bisa melalui semuanya meski itu tanpamu. Aku akan sangat sibuk selama dua hari kedepan. Jadi, malam ini akan kuberikan seluruh waktuku secara cuma-cuma untuk mengenangmu—mengenang kita.

Nyatanya, semua momen terpatri dengan begitu indah di benakku. Tiap nostalgia itu terlampau repetitif—yang paling mendominasi adalah kenangan itu. Karenanya, aku lagi-lagi mengandaikan sebuah kemustahilan—menginginkan kenangan manis itu kembali terulang.

Ingat, tidak? Festival tahunan yang diselenggarakan oleh kampus kita dua semester silam. Dengan berbekal satu buah lentera, kita menerbanginya bersama-sama di puncak acara. Momen tak terlupakan saat itu adalah ketika aku menanyaimu alasan di balik rasa sukamu terhadap lentera. Dan kau, dengan dada yang membusung bangga, langsung berkonotasi dalam arogansi nyata, "Ia mengingatkanku tentangnya yang bersinar—yang bercahaya di tengah redup duka. Fungsi lentera dan dirinya sama, adalah sebagai pelipur lara."

Kala itu, aku tidak tahu siapa yang sedang kaubicarakan. Cinta pertamamu, mungkin? Taksiranku kedengaran mustahil, memang. Sebab kita sama-sama baru pertama ini merasakan afeksi terhadap lawan jenis. Lalu, kau mendekatkan diri kepadaku, mengorek-ngorek bagian terdalam netraku dengan begitu subtilnya. Dari sana, aku langsung tahu bahwa aku lah lentera-nya. Lentera milik seorang Arkais Mahesa, pelipur lara-nya.

Oh, astaga ... sepertinya aku mulai terbawa suasana angin malam yang penuh kekosongan. Boleh saja aku sudah berkawan baik dengan udara tiap malam ini, namun tidak menutup kemungkinan ia akan mengusirku sebentar lagi—bersamaan dengan debur ombak yang hampir mencapai tebing.

Sombong sekali rumah barumu satu ini, moonbies.

Ya sudah, ini terakhir. Usai aku menuntaskan—katakan lah—surat cinta ini, aku akan memulai rutinitas baru. Eits, jangan berburuk sangka dulu. Simak baik-baik.

Perkamen ini akan kuikat dengan lentera yang telah kubawa, agar aku bisa menerbanginya sebagaimana yang pernah kita lakukan kala itu. Biarkan angin malam mengirimkan pesan dariku untukmu—yang telah bersatu padu dengan benda langit paling indah di alam semesta ini.

Aku menyebutmu rembulan.
Bayangmu memang pekat.
Terangmu tidak setiap saat.
Namun, kau senantiasa melekat dalam pikiran, seakan-akan kehadiranmu memang lah suatu mukjizat.❞

Salam rindu dari Lentera untuk Rembulan,
Sereluna Tahira
(Sang Pelipur Lara)

P.S. Satu hal yang harus kautahu: aku bersyukur pernah memilikimu, moonbies ... selalu, hingga maut datang menjemputku—mengantarku untuk kembali kepadamu.

-FIN-
24.09.2020

Copyright©2020 by ceaacls
-All Rights Reserved-

Surat *ekhm* cinta ini murni fiksi semata, ya, bukan berdasarkan pengalaman pribadi. Karena diriku sama sekali tidak mahir menulis surat cinta yang romantis, akhirnya kutulis dengan 'aroma' baru. Kapan lagi bisa kasih surat untuk seorang cinta pertama yang telah tiada?

Oh ya, surat cinta berjudul "The Moon's Lantern" ini kuciptakan untuk berpartisipasi dalam Kontes YAIndo yang bertajuk "Surat untuk Cinta Pertama".

Mohon maaf bila ada kekurangan dan keabsurdan yang mungkin tertera di dalam surat cinta ini. Dan terima kasih sudah meluangkan waktu untuk mampir kemari. Last but not least, sampai jumpa di karya-karyaku berikutnya! <3

The Moon's Lantern √Where stories live. Discover now