"Udah lah gua udah gak mood cerita" aku membanting punggungku ke sofa.

"Bisa gak sih jadi HOMO GAK USAH SENSI?!" Ucapnya setengah membentak.

Mendengar itu, aku yang tadinya hendak menarik napas panjang langsung melihat ke arahnya.

"Maksud lo Sa?" Aku berdiri dan perlahan mendekatinya.

"Hm! Lo dari tadi mau cerita soal Angga kan?" Hesa lebih mendekatkan wajahnya padaku. "Ternyata lo sama dia bukan hanya banyak kesamaan dari sisi prestasi kalian sewaktu di bangku kuliah ya, tapi dari sifat juga lo gak beda jauh. Sensitif, gak sabaran!" Hesa mengangkat sedikit wajahnya.

Ada raut benci lebih ke jijik yang ia perlihatkan. Tapi aku terus berusaha tenang.

"Gua bukan sensi Sa. Gua nunggu berjam-jam juga gak masalah kalau besok libur. Or even lu gak datang pun gak masalah kok. Tapi jangan sampe kehadiran lo ke sini bukannya jalanin apa yang gua minta tapi malah bikin gua kesel. Apalagi sampe kata-kata 'homo' keluar. Jujur gua--"

"Lo gak suka? Lo kesel sama gue?" Timpanya menarik bagian atas bajuku membuatku penasaran dengan sikapnya.

"Sa, lu kenapa si?"

"Heh, kalian tuh para homo sama aja tahu gak!"

"HEY!" Bentakku balik menarik kerah bajunya. "Lu ngomong apa barusan? Jaga Sa mulut lu kalau ngomong!"

"Udahlah Ge. Lu buang jauh-jauh  deh nama Angga dari otak lo!" Ia menepis tanganku dengan cukup kasar.

"Really? Lu yang minta dari dulu supaya gua kenal sama dia terus sekarang disaat gua udah tahu dia dan pengen tahu lebih banyak soal dia, lu semudah itu nyuruh gua lupain dia? ARE YOU KIDDING ME?"

"Ya masalahnya percuma!"

"Apa yang percuma??!"

"Si Angga udah suka cowok lain!"

"Hah?"

Hesa merenggut kepalanya. Lalu terdiam sembari mendaratkan tubuhnya di sofa. Nafsu yang tadinya hampir meluap itu seketika luluh ditimpa rasa penasaran akan apa yang baru saja Hesa ucapkan.

"Cowoknya adalah orang yang belum lama ini gue kenal, bahkan dalam beberapa bulan ini sering main ke apartemen gue" Hesa mulai membuka kalimat setelah beberapa saat terdiam.

"Main ke apartemen lu?"

"Tiap kali Angga datang ke apartemen, pasti selalu bawa orang itu. Gue juga udah mulai deket sama dia. Dan bodohnya, gue kira selama ini cowok itu straight. Taunya 'belok' juga. Dan sekarang gue tahu kalau mereka saling suka"

"Mereka pacaran maksud lu?"

"Belum" Hesa dengan cepat menatapku.

"Tapi gue yakin mereka bakalan jadian. Gue gak bakalan pernah terima kalau sampai Angga pacaran sama orang itu." Sambungnya.

"Kenapa? Dia bukan orang baik?"

"Entahlah. Gue gak bisa tahu dia baik apa enggak. Yang pasti sejauh ini dia baik-baik aja orangnya. Ini fotonya..."

Ia memberikan ponselnya. Ada foto tiga orang laki-laki yang ia perlihatkan di layar ponselnya. Hesa, Angga, dan satu orang yang gak aku kenal. Mereka nampak berfoto di sofa apartemennya Hesa.

"Cakep sih. Ya pantas saja Angga suka sama itu cowok" kataku datar.

"Gue udah anggap Angga adek gue. Dan gue gak bakalan biarin itu terjadi Ge."

"Maksud lu?" Aku mengerutkan keningku gak mengerti.

"Ya makanya dari tadi gue sibuk sendiri itu karena--"

TRANSITWhere stories live. Discover now