FLIGHT 39

568 72 25
                                    

-PROMOSI JABATAN-
=========================


NAPAS panjang itu kubuang dengan mata terpejam, ketika perkataanku gak digubrisnya sedikitpun. Hesa, selama ini adalah seorang teman yang sangat asik. Menghabiskan waktu untuk mengobrol dengannya bukanlah sebuah kegiatan yang sia-sia. Lantas hari ini berbeda. Dari sejak satu jam yang lalu ia duduk di hadapanku, ia sibuk sendiri dengan dua ponsel pintarnya. Entah apa yang sedang dia kerjakan. Yang pasti dia tidak sedang bermain sosial media. Oh, ini bukan pertama kalinya dia seperti ini. Mungkin tiga dari beberapa pertemuan terakhirku dengannya kalau tidak salah, ia selalu sibuk sendiri dengan ponselnya.

Memang, aku yang memintanya datang ke apartemen. Bagaimanapun setengah dari isi kepalaku kini ada nama Angga yang terus memenuhi. Hesa? Tentu harus membantuku untuk setidaknya memberi saran akan apa yang harus aku lakukan. Toh, selama ini dia juga yang menginginkan agar aku bisa menjadi pacar sahabatnya itu.

Masalahnya, tentu karena aku gak bisa. Nadia sudah lebih dulu mengisi hatiku. Dan aku jelas sekali gak mau melepasnya.

Lagi pula, aku juga gak mengerti kenapa bisa-bisanya kecanduan sama satu laki-laki yang bahkan belum aku kenal.

Dia manis. Aku tahu.
Mungkin itu juga yang menjadi daya tariknya yang membuatku seolah ingin terus melekat padanya. Padahal ketika dulu hadir sosok Belva, seorang pria dewasa yang penuh karisma itu rasanya aku gak se-adiktif sekarang.

"Gini deh..." aku berdiri dari tempat dudukku. "Kalau sekiranya lu lagi sibuk, lu beresin aja dulu kerjaan lu. Daripada lu di sini tapi otak lu gak di sini percuma-Koh-Hesa!"

"Bentar dong Ge." Ujarnya tanpa menatap wajahku sedikitpun.

"Bentar? Udah sejam kita duduk di meja makan Hesa. Noh liat mie tek-tek milik lu!" aku menggeser piring berisi mie milik Hesa lebih dekat padanya. "Udah dingin dan udah ngembang mie-nya tahu gak"

"Ya udah lo mau ngomong apa si?" Ia menatapku menantang.

"What? Dari tadi gue ngoceh sampe berbusa baru nanya mau ngomong apa? Udah lah lu balik aja. Kita ngobrol entar aja!" aku pun berbalik. Meninggalkannya di meja makan dan pindah ke depan tv.

"Ya sorry... Gue kan--"

"Sibuk?" Potongku meraih remot tv di atas meja. "Gua tahu kalau itu. Makanya gua suruh lu balik aja sana"

"Lo ngusir gue?!" Ucapnya setengah membentak.

Aku menengok padanya, "Kok lu ngegas?"

"Lo ngapain ngundang gue ke mari kalau ujung-ujungnya nyuruh gue balik?!"

"Ya gua minta lu datang karena ada yang mau gua omongin. Kalau lu gak bisa kan tinggal bilang dari tadi. Nah ini, lu sendiri yang nyanggupin, lu sendiri yang datang. Kalau lagi sibuk ngapain juga mesti dipaksain?!"

"Kan kata gue tunggu bentar, Gelar..."

"Sejam itu sebentar? Satu jam loh kita duduk di meja makan dan gua hanya ngomong dengan piring berisi mie tek-tek! Harus nunggu berapa lama lagi?"

"Elah, baru juga sejam" ia keluar dari area meja makan dan menghampiriku.

"Liat jam!" Aku menunjuk jam dinding dengan wajahku. "Gua dari sore minta lu datang pas makan malam kalau lu bisa. Faktanya? Oke lu bisa. Tapi lu datang jam sembilan. Dan sekarang udah jam 10 lebih, Sa"

Ia hanya melempar tatapan malasnya membuatku bingung harus bersikap seperti apa.
"Please, Sa. Gua lagi pusing kenapa otak gua dipenuhi sama dia?"

"Ya udah santai aja kan besok Sabtu. Kerja juga libur"

"Lu libur, gua kagak!"

"Jadi mau lo apa"?

TRANSITWhere stories live. Discover now