Psycho Boyfriend - 14

128K 11.7K 1.6K
                                    

Gisel mengerjakan matanya, menahan sesak di dada ketika melihat Raka terlelap dalam tidurnya dengan begitu nyaman.

Bahkan dalam keadaan tidur saja, Raka berhasil menyakitinya kembali. Pelukan yang Raka berikan pada tubuh mungilnya membuat tubuhnya itu terasa remuk.

Gisel terbatuk dengan rasa perih yang masih terasa di hidung dan dadanya. Sampai kapan akan seperti ini? Ia sudah tak kuat lagi.

"Aku pergi." Gisel melepaskan pelukan Raka dengan hati-hati berusaha untuk tak mengeluarkan suara sama sekali.

Ia segera pergi, niatnya hendak kabur dari pintu belakang.

"Nyonya, mau ke mana?" Seorang pembantu bertanya membuat Gisel yang tengah was-was terkejut bukan main.

Gisel memasang senyum manisnya. "Aku mau minum," jawab Gisel.

"Biar saya ambilkan--"

"Tidak perlu, jangan membuatku tak nyaman. Atau aku akan melaporkanmu pada Raka, aku sudah meminta izin darinya," kata Gisel memotong perkataan pembantu itu.

Perempuan paruh baya itu meneguk ludahnya kasar. Ia tak mampu lagi mencegah Gisel karena ancaman perempuan itu. Ia takut dihukum Raka jika Gisel mengatakan yang tidak-tidak, tapi ia juga takut Raka marah jika Gisel berbohong.

Gisel duduk di meja makan dan menuangkan air dari teko ke dalam gelas, para maid semula memperhatikan, tetapi lantaran Gisel terlalu lama duduk di sana, akhirnya mereka menjalankan kembali tugasnya.

Gisel menatap keluar jendela. Pohon yang menjulang tinggi di belakang sana membuat Gisel meneguk ludah kasar. Saat para pembantu lengah, ia keluar dan kabut dari sana.

"Kemana dia?!"

Suara bentakan itu terdengar dengan begitu jelas di telinga Gisel disusul dengan suara benda yang hancur. Gisel mempercepat larinya, berusaha kabur.

"Nyonya, mau kemana?!" teriak salah satu penjaga yang melihat kaburnya Gisel.

Gisel menoleh ke belakang dan betapa terkejutnya dia ketika melihat tiga laki-laki bertubuh atletis itu mengejar dirinya.

"Aku harus kabur ...." Gisel mengigit bibir bawahnya. Peluh membanjiri tubuhnya, dadanya bergemuruh hebat.

Raka mengepalkan tangannya melihat Gisel yang berlari dengan begitu keras. Gadis itu begitu niat untuk pergi darinya.

"Aku akan memotong kakimu, Gisel," desisnya mulai berlari mengejar Gisel. Ia merogoh saku dan melemparkannya kuat hingga menancap sempurna di pohon tepat di sisi Gisel.

Gadis itu menghentikan larinya dengan napas terengah. Takut semakin menyelimuti melihat pisau itu. Kakinya bergetar hebat, ia tak mampu lagi berlari. Ia terduduk lemas dan mulai menangis mendengar langkah kaki Raka yang semakin mendekat.

"Tidak ingin kembali berlari, Sayang?" Raka menyeringai. Ia berjongkok di depan Gisel yang tengah menangis ketakutan.

Gisel memejamkan mata saat Raka menodongkan pisau di lehernya.

"Maaf, Raka hiks ...."

"Sst, jangan menangis, simpan tenagamu untuk berteriak nanti saat aku memotong kakimu."

Degh!

***

"Aku minta maaf, Raka." Gisel terisak-isak mencoba untuk meronta saat Raka mengikat tanganya.

"Aku mencintaimu, Sayang. Aku harus melakukan ini sebagai bukti cintaku, aku tak akan pernah membiarkanmu pergi. Aku tak keberatan punya istri cacat nantinya." Raka menghapus air mata Gisel dengan memasang wajah polos kemudian tertawa bak iblis.

"Sst, jangan brisik," bisik Raka membuat Gisel kian menangis deras. Raka membuka laci dan mengambil pisau daging dari dalam sana membuat Gisel menggeleng lemah.

Gisel terus memohon dan mengatakan janji tiada henti.

"Aku mohon, Raka ...."

"Aku tak akan mencoba kabur lagi."

"Aku janji."

"Maaf kan aku."

"Aku bukan Tuhan yang bisa memaafkan hambanya," desis Raka mengangkat pisaunya tinggi-tinggi membuat Gisel memejamkan mata takut.

"Aku mohon ...."

"Berhenti lah memohon, atau akan ku potong juga tanganmu!"

"Argh, sakit, Raka!" Gisel menjerit kala pisau Raka menggores kulitnya untuk membentuk pola melingkar di lututnya.

Bau anyir tercium pekat. Raka kembali mengangkat pisaunya membuat Gisel terisak semakin kencang.

Setelah ini, Raka pastikan hidup Gisel akan tergantung padanya. Raka menyeringai hingga tiga detik berlalu pisau itu di atas. Gerakannya yang hendak memotong kaki Gus dihentikan begitu saja oleh Xander yang tiba-tiba saja muncul.

"Kau menggangguku, Xander!" bentak Raka membuat mata Gisel terbuka lebar.

"Aku minta maaf, Raka ...."

"Aku janji tidak akan kabur lagi." Gisel semakin sesegukan, ia berharap laki-laki yang tengah mencegah Raka itu akan menyelamatkannya.

Raka tak peduli dengan rengekan Gisel, ia sibuk menatap sahabatnya dengan tajam.

"Setidaknya, buatlah ia tak sadar lebih dulu," kata Xander menyuntikan obat bius di kaki Gisel hingga membuat Gisel yang tengah menggeleng lemah itu kehilangan kesadaran untuk sementara waktu.

"KELUAR!" bentak Raka membuat Xander membuang napas secara kasar.

"Aku tak bisa membayangkan jika ia akan memilih mengakhiri hidupnya saat kakinya benar-benar tak ada," kata Xander merebut paksa pisah yang tengah dipegang oleh Raka.

Ia berlalu keluar dari kamar Raka dengan bersiul ria.

Raka hanya mengangkat bahu acuh kemudian merogoh nakas untuk mengambil pisau lipat.

"Aku bisa menggunakan ini untuk menghukum-mu."

***

Gisel tersadar dari pingsannya, keadaannya sudah tak terikat lagi bahkan kini posisinya sedang berbaring dengan dipeluk Raka.

Ia menatap wajah damai Raka yang tengah terlelap.

"Argh, perih ...." Gisel meringis merasakan sakit pada pahanya.

Degh!

Mengingat sesuatu, ia langsung menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya. Jantungnya berdetak tak karuan mengingat Raka yang tadi akan memotong kakinya.

Dengan persaan was-was ia melihat ke arah kakinya.

"Apa kakimu masih utuh?" tanya Raka dengan suara serak khas bangun tidur. Gisel kembali'menangis dengan sesegukan membuat Raka tersenyum senang.

"Kakiku ...." Suara bergetar membuat senyum Raka semakin lebar.

"Ya, kakimu sudah kupotong ...."

.
.
.
BERSAMBUNG

Mu double up? Spam next duku wkwkwk

Psycho Boyfriend [END]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ