Rumah Aji

650 87 0
                                    

"Rumah gue yang kanan."

"Disini?" Joshua meminggirkan mobilnya tepat di depan pagar rumahku.

"Rumah lo deket banget," kata Jun.

"Tapi rumah gue lagi kosong deh kayaknya," kataku setelah melihat garasi yang kosong, "Kalo gue ikut nganter lo berdua dulu gimana?"

"Ke rumah gue sama Jun?" tanya Aji.

 Aku mengangguk, "Gak ada kerjaan juga di rumah."

"Terserah lo aja," kata Jun.

"Oke, gue jalan lagi nih ya," kata Joshua sebelum kembali menjalankan mobilnya.

Setelah keluar dari area perumahanku, Jun mulai menunjukkan jalan ke rumahnya. Beberapa kali aku dapat melihat Aji memukul pundak Jun dari kaca spion tengah ketika mata Jun mulai menutup.

"Jun, lo tidur di rumah aja nanti," kata Joshua ketika Aji memukul lengan Jun kesekian kali.

"Lo biasa tidur cepet ya?" tanyaku.

"Engga sih. Tergantung maunya gue aja," jawab Jun.

Tak lama kemudian, mobil Joshua sudah memasuki area perumahan. Jun mengarahkan Joshua ke salah satu rumah dengan pagar putih dan langsung turun dari mobil sambil meregangkan tangan.

"Rumah lo jauh ga sih, Ji?" tanya Joshua.

"Engga, beda beberapa meter doang dari sini. Tapi di pintu komplek ke rumah gue rada jauh sih," jawab Aji sambil mengganti radio dengan remote.

"Eh bentar."

Joshua melirik sebentar ke arahku, Aji mencondongkan tubuh dan dengan sigap menekan tombol mute di remote.

"Ortu gue nelpon," aku menekan tombol hijau untuk mengangkat panggilan.

"Udah selesai belum acaranya? Mau dijemput?" tanya ibuku dari sambungan telepon.

"Gak usah. Aku lagi jalan pulang kok sama yang searah rumahnya," jawabku.

"Sama siapa aja? Gak berdua doang kan?"

Aku melirik Joshua, "Engga kok. Sama Joshua, Jun, Aji. Tapi sekarang lagi nganter yang lain dulu."

"Ya udah, hati-hati ya."

"Iya."

"Ibu lo?" tanya Joshua ketika panggilan sudah terputus.

Aku menggumam mengiyakan.

 Aji kembali membuat radio bersuara, beberapa kali mengajak mengobrol singkat sembari menunjukkan jalan ke arah rumahnya.

 Rumah Aji ternyata sangat jauh dari pintu masuk perumahan. Joshua beberapa kali terdengar menanyakan Aji bagaimana cara keluar dari perumahannya dengan jalan yang banyak bercabang seperti ini.

"Udah sampe kok ini."

"Di sini?" Joshua menepikan mobil.

"Lo tinggal ikutin jalan aja, Josh," Aji tiba-tiba mencondongkan tubuhnya dan muncul di sampingku, "Lo inget jalannya kan?"

"Hah? Engga lah!"

Aji menggeleng-gelengkan kepalanya, "Tinggal ikutin aja aja," kata Aji sebelum menjelaskan jalan pada Joshua dan turun dari mobil.

"Bisa keluar gak ya kita."

 Aku menoleh pada Joshua, "Serius lo gak inget jalan?"

"Gak tau deh. Coba dulu aja kali ya," Joshua mulai menjalankan mobilnya.

 "Oke, tenang. Ada teknologi namanya google maps."

 Joshua tertawa pelan, "Oke, sekarang kita ke mana?"

"Kiri bukan sih?"

 "Kok feeling gue kanan ya?"

"Ya udah ikut lo aja. Kan lo juga yang nyetir."

 Joshua memutar setir, "Kayaknya bener nih feeling gue."

"Kayaknya di depan jalan buntu deh, Josh."

"Engga," mobil Joshua tiba-tiba berhenti, membuatku menoleh padanya, "Buntu ternyata."

Aku berdecak dan menoleh ke samping. Kemudian menyadari jalan yang baru saja kami lewati dipenuhi oleh rumah-rumah yang gelap dan tampak tidak terawat.

"Josh, kok agak serem ya. Ini rumah kenapa gelap semua?"

"Jangan nakut-nakutin lo," kata Joshua sambil berusaha memutar mobil, "Tapi auranya emang gak enak ga sih?"

"Mending kita keluar dari jalan ini dulu baru ngomongin. Gue gak mau ya nyasar di dunia lain."

Joshua terlihat melirik ke arahku beberapa kali.

"Kenapa?" tanyaku.

"Percaya gak ini pertama kali gue bawa mobil sendiri?"

 "Percaya aja."

Joshua berdecih pelan.

"Kenapa? Mau gue puji?"

"Engga."

"Dih, ngambek."

"Engga. Eh ini kemana lagi?"

 Aku melihat layar handphone, "Lo percaya sama google maps ga?"

"Ikutin aja udah."

"Oke ke kanan berarti."

Joshua mengikuti arahanku untuk mengikuti google maps sampai tiba-tiba google maps melakukan kalkulasi ulang berkali-kali. Aku menatap ke depan, jalanan di hadapanku sekarang hanya cukup dilewati satu mobil. Tampak asing dan yang lebih buruknya lagi tidak ada tempat untuk berputar balik.

"Google maps lo matiin aja, ngabisin batre."

Aku menoleh kebingungan.

"Sama tolong matiin google maps gue dong," Joshua menunjuk ke arah handphone yang ia letakkan di belakang setir.

"Terus lo mau liat jalan pake apa?"

"Feeling."

Aku memutar bola mata, namun tetap mengikuti permintaan Joshua.

"Sambungin hp gue ke radio dong. Terus pasang lagu, terserah lo."

"Lagu gue kan lagu 90an, Josh. Gue nyalain playlist lo aja ya."

"Terserah lo. Eh, kanan apa kiri nih?"

"Katanya mau pake feeling."

 Joshua berdecak, "Cepetan, kanan apa kiri."

"Kiri aja, dari tadi kanan terus nyasar kita."

"Oke kiri. Kalo nyasar salah lo ya."








Inspired by : 2019, Setelah makrab

Our 247 || Joshua HongWhere stories live. Discover now