part 11

30 7 0
                                    

Selamat membaca 😘

Sepeda motor beat milik Movka telah melaju sejak sejam lalu, tapi mereka belum singgah di tempat mana pun. Sesuai perkataannya tadi, mereka hanya berkeliling kota. Menurutnya hal itu lebih menyenangkan ketimbang harus menonton di bioskop, belanja di mall, karena dengan begitu otaknya tersa tenang dibawa angin malam.

Tidak ada perbincangan di antara keduanya, mereka terlihat sama-sama menikmati angin malam yang menerpa kulit wajah mereka. Nana tidak protes karena memang benar-benar menikmati jalanan yang dipenuhi lampu-lampu jalanan juga angin malam yang mampu membuatnya tenang. Mungkin ini sedikit aneh, tapi itulah kenyataannya.

Movka memarkirkan motornya di pinggir taman yang cukup ramai. Ada penjagaan khusus di parkiran tersebut sehingga ia tidak khawatir dengan motornya tersebut.

"Mau ngapain ke sini? Di sini tuh ramai, agak remang-remang juga. Ini kan tempat orang buat mojok," ujar Nana menatap ke sekeliling taman yang ramai. Namun, keadaan remang-remang di taman tersebut membuat kaum muda sering menjadikan tempat itu dengan tidak baik. Mojok misalnya!

"Jangan-jangan kamu mau ngajakin aku mojok, ya?" tuduh Nana menatap tajam laki-laki yang sedang merapikan motor tersebut.

"Kalau kamu mau nggak apa-apa sih, aku nggak nolak," jawab Movka frontal. Membuat gadis di depannya tersebut mendelik tidak suka.

"Gue bunuh lo sekarang juga!" ancam Nana mengepalkan tinjunya tepat di depan wajah Movka.

"Dih, galak banget sama pacar sendiri," ujar Movka dengan nada menggoda.

"Dih, pacar? Hello! Lo bukan pacar gue!" seru Nana membantah ucapan Movka tersebut.

"Tapi yang kemaren di sekolah?" tanya Movka dengan santai.

"Itu, 'kan pura-pura," ujar Nana dengan suara tertahan.

"Yaudah, kita resmiin aja gimana? Biar nggak pura-pura lagi," cetus Movka menaik-nurunkan alisnya. Nana sedikit salah tingkah saat Movka mengucapkan kalimat itu. Namun, segera bisa menguasai dirinya.

"Ngawur lo! Kita mana bisa pacaran. Abang ingat umur, emangnya mau kalau dikatain pedofill?" tanya Nana berusaha menetrakisirkan desiran halus di dadanya yang entah sejak kapan datang.

"Kalo sama lo sih, nggak apa-apa Na," ujar Movka menatap gadis itu lekat. Ada nada ketegasan dan keseriusan di ucapannya tersebut.

"Dih, gombal!" cibir Nana tidak percaya. Di dalam hatinya, dia tahu kalau Movka itu tidak serius. Gadis itu tidak menganggap serius dengan guyonan Movka, sama seperti enam tahun silam. Menganggap semuanya hanya lelucon laki-laki itu.

"Yaudah, ayok ke sana," ajak Movka menunjuk ke arah pedagang mie ayam di pinggir taman tersebut. Ada rasa tidak terima di hatinya ketika gadis itu menganggap ucapannya gombalan semata.

Nana hanya mengangguk, mengikuti Movka dari belakang.

"Sini di samping aku." Movka menarik tangan Nana dan menggenggamnya dengan lembut.
"Nanti lo ilang, diculik orang jahat," lanjut Movka mengabaikan wajah kesal milik Nana.

'Dikira gue anak kecil,' gerutu Nana di dalam hatinya.

"Dih, bilang aja modus megang-megang tangan gue," cibir Nana.

"Nah, itu tau," sahut Movka cepat membenarkan ucapan Nana. Hal itu sontak membuat Nana terbelalak.

"Dasar sengklek!" seru Nana dengan suara tertahan karena geram.

"Biarin yang penting tampan," balas Movka percaya diri. Nana menatap tak percaya dengan tingkat kepedean laki-laki di depannya tersebut.

"Cih! Tolong, ya, tolong jangan terlalu kepedean!" Nana berdecih seraya memutar bola matanya malas.

Abang Sayangحيث تعيش القصص. اكتشف الآن