15. Jaemin and Satan's Love Hate Relationship

25 4 0
                                    

Pada Sabtu pagi yang cerah ini, sudah ada dua lelaki yang mengetok pintuku. Mereka datang bersamaan, membawa barang yang sama, menatapku dengan cara yang sama.

“Ngapain di sini?” Tanyaku dengan kerutan di kening.

“Kangen,” Jaemin memajukan bibirnya, sedetik kemudian lelaki itu masuk ke dalam rumah tanpa ijin, diikuti oleh Satan yang berada di belakangnya.

“Siapa bilang kamu boleh masuk?” Tanganku menahan pundak Satan walaupun sedikit susah, Satan terlalu tinggi.

“Kebelet pipis, urgent, please?

Aku menghela nafas, menatap Satan curiga tetapi akhirnya mengangguk, “be quick.”

Laki-laki berambut pirang itu meletakkan cokelat di atas meja ruang tamu sebelum berlari ke kamar mandi tamu.

“Kalian janjian ke sini bareng?” Aku menyusul Jaemin yang sudah duduk dengan santai di sofa.

“Nggak, buat apa? Tadi aku mau kasih surprise cokelat tapi ketemu sama setan di tengah jalan.”

“Hm, kalian berdua aneh.”

“Kenapa aneh?”

I’m not weird.”

Aku mengerjap beberapa kali sebelum menatap Satan heran, “cepet banget di kamar mandinya?”

You said I have to be quick.”

“Pasti belum cuci tangan,” desis Jaemin.

Done,” dengan bangga, Satan memamerkan tangannya yang masih basah itu.

“Pakai sabun?”

Of course.”

“Tapi belum dikeringin tangannya.”

“Ud- oh, belum.”

“Hush, udah lah. Tukaran terus, nggak capek apa?”

“Nggak.”

“Nggak.”

Aku mengangkat alis tidak suka, menatap mereka secara bergantian lalu mendecih pelan.

“Eh? Jangan marah dong,” Jaemin menarik tubuhku ke dalam pelukannya saat aku hendak pergi ke kamar.

By the way, what do you mean about us being weird?” Satan mengambil lemper yang ada di meja lalu memakannya tanpa izin dariku.

“Jelas-jelas aku lebih suka mie goreng, ngapain susah-susah beli cokelat?”

Hening, mereka berdua menatap satu sama lain dengan bingung.

“Bukannya cokelat lebih terkesan romantis?” Tanya Jaemin sambil membelai rambutku.

“Halah, lebih penting enaknya.”

“Oh..”

“Eh? Bukan berarti aku nggak suka! Aku suka kok,” aku tertawa canggung, merasa bersalah melihat wajah kecewa Jaemin dan Satan.

Melihat tidak ada respons dari kedua lelaki tersebut, aku cepat-cepat membuka cokelat dari mereka lalu melahapnya. Dua macam cokelat yang berbeda, tetapi sama-sama enak.

“Beli di mana?”

“Di mini market deket sini.”

“Barisan pertama itu cokelat dari Swiss, baris kedua dari Belgia, baris ketiga dari Amerika, baris keempat dari Prancis, baris kelima dari Italia, baris keenam dari Spanyol, tapi aku belinya di Jerman.”

Life Motto || Na Jaemin ✓Onde histórias criam vida. Descubra agora