p.r.o.m.p.t. II

219 31 4
                                    

"Satu ice milk tea with pearls dan satu strawberry cake. Itu saja?"

Tao mengangguk sembari merogoh saku belakang celananya, bersiap untuk membayar saat ia melihat senyum di sudut bibir si penjaga kasir. Bukan senyum mengolok, hanya saja Tao tidak memiliki rasa percaya diri yang membuatnya sanggup membuka hoodie jaket yang menutupi kepalanya saat ini.

Begitu selesai membayar, ia segera menempati meja favoritnya dan duduk tenang di sana sambil menunggu pesanannya diantar. Tao menghela nafas, sedikit merasa tak enak hati ketika si penjaga kasir yang ia ketahui bernama Luhan hendak mengatakan sesuatu saat dirinya menyingkir dari sana.

Tao hanya takut mendengar kata-kata menilai dari orang lain yang membuatnya berkecil hati. Menilai tentang dirinya, penampilannya, dan yang seringkali terjadi orang-orang itu selalu berakhir mengatakan apapun yang mereka suka tentang dirinya meski semua itu tidak benar.

Kesukaannya terhadap hal-hal manis berbanding terbalik dengan penampilannya yang gelap dan sedikit berantakan. Tao menyadari hal ini sejak lama, bahwa kesukaannya dengan busana serba hitam, mengecat kuku dengan warna gelap, memakai tindik di telinga, tak pernah bisa diterima oleh banyak orang. Dan ketika mereka mengetahui jika dirinya menyukai makanan manis, susu strawberry, anjing-anjing kecil dan make up, mereka akan menertawakan dirinya.

Dan Tao memilih untuk menyembunyikan dirinya, selalu duduk di sudut --dimanapun ia berada-- dan mengamati sekeliling seperti seorang anak yang menunggu orangtuanya untuk datang menjemput.

"Silahkan, ini pesananmu" Luhan datang dengan senyum di wajahnya, dan Tao membalasnya dengan satu anggukan kecil, tetap menutup mulutnya.

"Sebentar lagi Yifan datang, kau datang kemari untuk melihatnya, bukan?"

Tao sontak saja mengangkat wajahnya, kedua matanya melebar dan perlahan tinta merah muda timbul di pipinya yang membuat Luhan tertawa kecil melihatnya.

"Tenang saja, kau bukan yang satu-satunya. Aku selalu tahu apa yang terjadi di cafe ini, aku Luhan, kau?" Luhan mengulurkan tangannya, senyum tipis masih menghiasi bibirnya.

Awalnya Tao ragu menyambut keramahan Luhan, tapi akankah sangat kasar jika dirinya tidak menyambut uluran tangan itu. Lagipula Luhan terlihat baik dan bersahabat. Setidaknya sepasang mata berwarna coklat bening itu menatapnya tulus, tidak seperti kebanyakan orang yang memandang buruk dirinya.

"Tao" suaranya terdengar kecil. Luhan tersenyum lebih lebar.

"Baiklah Tao, aku tidak akan mengganggumu lagi. Tapi jika aku boleh memberi saran, ada baiknya jika kau melepas penutup kepalamu agar Yifan bisa melihatmu dengan baik" Luhan mengedipkan satu matanya kemudian berlalu.

Tao tidak mengerti apa yang dikatakan penjaga kasir itu, jadi dia memutuskan untuk menikmati cake strawberry-nya perlahan. Rasa manis krim dan lembutnya cake membuat Tao tak bisa berhenti menghela nafas karena bahagia, dan satu-satunya hal yang bisa menarik perhatiannya adalah suara ceria Luhan yang berada di balik meja kasir saat menyebutkan nama seseorang.

"Hey Yifan"

Faktanya Luhan mengucapkannya dengan suara biasa saja, tapi anehnya Tao bisa mendengar itu dengan sangat jelas. Melihat pria tinggi bernama Yifan yang siang ini memakai mantel coklat yang tampak mahal, dengan rambut hitamnya yang ditata dengan pome, suaranya terdengar rendah dan hangat.

Pria itu sudah terlihat sempurna meski Tao hanya memperhatikan punggungnya, mendengar suara tawanya ketika entah membicarakan apa dengan Luhan sudah cukup memberi efek aneh tersendiri di dalam dadanya.

Luhan memang tidak salah jika salah satu alasan dirinya selalu datang kemari adalah untuk melihat Yifan yang rupanya menjadi pembeli regular cafe ini. Tepatnya 2 minggu yang lalu saat dirinya tidak sengaja masuk ke cafe ini dan menghabiskan waktu 2 jam lamanya untuk menikmati sepotong roll cheesecake, pertama kali baginya melihat seseorang yang begitu memikat, tampaknya dewa sedang bersenang hati ketika Yifan diciptakan. Tao merasa menjadi begitu kecil dan tersudut setiap kali tanpa sengaja mereka bertatapan.

Tao selalu menjadi yang pertama memalingkan tatapannya ketika hal itu terjadi. Seperti beberapa detik yang lalu ketika dirinya terlalu fokus menatap punggung lebar Yifan dan tiba-tiba laki-laki itu menoleh ke arahnya. Sebuah reaksi spontan ketika dia terkejut, Tao segera menjejalkan sepotong cake ke dalam mulutnya dengan gugup saat menyadari kecerobohannya.





"...tapi jika aku boleh memberi saran, ada baiknya jika kau melepas penutup kepalamu agar Yifan bisa melihatmu dengan baik"





Suara Luhan kembali teringat olehnya, dan Tao tidak begitu memahami apa maksud penjaga kasir itu. Meskipun ia bertanya-tanya mengapa dirinya harus membuka penutup kepalanya, Tao tetap melakukannya, dengan dahi berkerut samar dan ujung sendok kecil yang terhimpit diantara belah bibirnya.

Tao pikir hal itu tidak ada gunanya, sosok Yifan pasti sudah keluar dari cafe karena dirinya tak lagi mendengar suara Luhan yang selalu aktif mengajak pelanggan cafe mengobrol.

"Boleh aku duduk di sini?"

Suara familiar itu sukses membuat Tao terkejut di kursinya dan dengan gerakan kilat mengangkat wajah, tak sampai sedetik sepasang matanya melebar lucu ketika melihat sosok tegap Yifan yang berdiri di dekat mejanya. Melihat cukup dekat saat Yifan tersenyum geli, menyadarkannya jika sendok kue masih menggantung di bibirnya.

Tao tidak tahu harus kabur kemana saat ini.

"Apa aku tidak boleh duduk?"

"Huh?" masih dengan kegugupan dan pikiran kosongnya, Tao menatap Yifan bingung dan pria itu menunjuk ke arah kursi kosong di hadapannya.

Tao buru-buru mengangguk karena dirinya tahu pasti jika dirinya bersuara mungkin dia akan mengeluarkan suara aneh yang menggelikan dan Tao tidak ingin mempermalukan dirinya lebih jauh lagi.

Kenapa Yifan tiba-tiba duduk di hadapannya?

"Jauh lebih baik diluar ekspetasiku" Yifan mengajaknya bicara, Tao sedikit ragu menatap pria itu. "Aku jadi bisa melihat wajahmu dengan jelas tanpa penutup kepala itu" bibirnya tersenyum tipis.

"A...apa maksudmu?"

Tao melihat Yifan meletakkan kotak kue di meja sebelum berkata. "Aku tahu kau selalu duduk disini dan tidak bergerak seperti bayangan"

Warna merah muda di pipi Tao semakin pekat. Bagaimana Yifan tahu kalau dirinya selalu duduk di meja yang sama? Tao mengerjap bingung.

Saat Yifan tiba-tiba mengulurkan tangannya, kedua matanya berwarna biru cerah dan membuat Tao tenggelam di dalamnya. Biru yang indah, seperti lautan.

"Kau bisa memanggilku Yifan dan namamu?"

Menatap tangan besar yang terulur ke arahnya sejenak sebelum Tao menyambutnya perlahan.

"Tao.."

Yifan tersenyum lagi meski tipis, cukup membuat Tao gugup dibuatnya. Diam-diam ia memperhatikan Yifan yang tampak nyaman duduk di kursinya, hingga kemudian Tao melihat jika kedua mata Yifan seperti berkilat.

"Kalau begitu aku harus pergi, kuharap kita bisa bertemu lagi" ujar Yifan sembari bangkit berdiri. Tao sontak mengangkat tubuhnya, membuat Yifan mengangkat satu alisnya.

"A-apa kita bisa bertemu lagi?"

"Tentu saja" Yifan tersenyum, menepuk lembut kepala Tao sebelum melangkahkan kaki panjangnya menjauh.

Tao kembali duduk di kursinya dengan dada berdegup keras. Rasanya menyenangkan.











*******





Words lenght: 1045

Words lenght: 1045

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
p. r. o. m. p. tWhere stories live. Discover now