p.r.o.m.p.t VI

89 16 4
                                    

"Menurutmu apa seseorang yang sudah tiada bisa hadir di dalam mimpi, Yifan?" Tao bertanya dengan wajah serius dan kedua tangan terlipat di atas meja, menindih jurnal miliknya yang sudah ia pelajari sejak berjam-jam yang lalu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Menurutmu apa seseorang yang sudah tiada bisa hadir di dalam mimpi, Yifan?" Tao bertanya dengan wajah serius dan kedua tangan terlipat di atas meja, menindih jurnal miliknya yang sudah ia pelajari sejak berjam-jam yang lalu. Tatapannya terkunci pada pria yang duduk di hadapannya dengan sebuah buku tebal yang sejak tadi ia tekuni.

Satu alis tebal Yifan berkedut naik, perlahan menggeser matanya pada Tao yang tampaknya menunggu jawaban darinya. Yifan ingin mengabaikannya, karena dia tahu jika Tao selalu mempertanyakan banyak hal aneh yang entah kenapa begitu menarik bagi pemuda itu. Terkadang ia kehilangan kata untuk merespon pertanyaan ataupun yang ia yakini hanya 'percakapan searah' Tao sendiri.

"What?" sudah seringkali Yifan bertanya-tanya apa yang ada di dalam kepala Tao. Aneh bukanlah kata yang tepat untuknya, tapi Yifan tidak bisa memperjelas hal itu. Sebuah novel yang sejak tadi ia baca terpaksa ditunda untuk mendengarkan apapun itu yang akan keluar dari belah bibir Tao yang mungil.

"Semalam aku bermimpi bicara dengan ayahku. Aku pernah cerita padamu jika ayahku meninggal dua bulan yang lalu, 'kan?" Yifan mengangguk perlahan, sembari berusaha mengingat. "Bukankah itu aneh? Aku baru mengetahui keberadaannya satu minggu sebelum dia meninggal, aku tidak pernah bicara dengannya dan aku juga tidak tahu seperti apa dia" Tao mengerutkan kedua alisnya saat mengatakannya.

Dia sendiri tidak memahami apa yang sedang terjadi pada dirinya akhir-akhir ini, karena itu ia tidak mengharap siapapun untuk memahami hal tersebut untuknya. Tao hanya ingin mengutarakan apa yang ia alami, dengan begitu akan membuatnya tidak terlalu memikirkan semua itu.

Sebuah gerakan kecil dari Yifan membuat Tao mengalihkan perhatiannya, seiring dengan lenyapnya kerutan di alisnya. Buku tebal yang berada di tangan Yifan sudah berpindah di atas meja dalam kondisi tertutup dan sebuah pebatas buku diantaranya. Tidak tahu kenapa kini tatapan pemuda itu tertuju kepadanya dengan sorot yag tampak serius, membuat Tao menarik sudut bibirnya, tersenyum tak mengerti selagi Yifan melipat kedua tangannya di atas perut.

"Aku pernah mendengar jika orang yang telah tiada, jiwanya tidak segera menuju ke nirwana. Mereka akan 'tinggal' bersama orang-orang yang masih hidup selama beberapa hari"

Senyum samar di bibir Tao perlahan lenyap, digantikan kerutan di dahinya. "Darimana kau mendengar hal itu? Itu terdengar mengerikan" memutuskan untuk kembali membuka jurnal yang terbengkalai beberapa menit sebelumnya. Lebih tepatnya ia hanya tidak ingin mendengar hal menyeramkan dari Yifan, apalagi jika kekasihnya itu mengatakannya dengan wajah yang serius.

"Saat nenekku meninggal dunia kurasa ibuku juga mengalami hal sepertimu" ucap Yifan, mengangkat bahu cuek. Meraih kembali buku di meja dan mulai membuka halaman yang terdapat pembatas buku. "Itu sudah lama sekali, aku tidak ingat apa yang dialami ibuku lebih detail" ujarnya lagi agak mengggumam, karena kedua matanya kini mulai sibuk membaca.

Bukannya kembali mencatat atau mencicil tugasnya, Tao kembali termenung dengan mengabaikan jurnalnya dan lagi-lagi kerutan di dahi, serta ekspresi ngeri. "Dying is scarier than ghost" Tao memeluk bahunya sambil menggelengkan kepala singkat, ia tidak bisa membayangkan hal seperti itu.

Mengangkat satu alisnya, Yifan menggeser bukunya ke samping untuk mengintip Tao yang duduk di karpet. "Kenapa kau mengatakan hal seperti itu?" disatu sisi, Yifan cukup penasaran dengan apa yang ada di dalam kepala Tao.

"Bayangkan saja, orang-orang itu menyadari jika mereka akan mati dan jelas-jelas sedang sekarat. Sementara tidak ada satu orangpun yang mengetahui hal itu. That's scary right?"

"It is. Have you seen one?"

"Aku pernah ada disituasi itu" Tao menoleh pada Yifan tepat setelah menyelesaikan kalimatnya. Kedua mata Yifan membulat dan buku yang ada di tangan kanannya refleks terjatuh.

"YOU WHAT?"

Tao berkedip. "Aku merasakannya, seperti aku sedang mengalami hal itu saat melihat The Space Between Us. Meski di film itu tokoh utamanya bersama orang yang dia cintai, tetap saja rasanya menakutkan. Dia tahu jika dia sekarat dan akan mati, ya meski diakhir film dia tidak mati, tapi tetap saja, itu hal yang menakutkan"

Yifan tidak menyadari jika ia menahan nafas dengan tubuh mendadak kaku hingga ia kembali duduk bersandar sambil menghela nafas besar, kemudian menggelengkan kepalanya samar. Sungguh tidak percaya ia nyaris mempercayai apa yang dikatakan Tao sampai membuat detak jantungnya tak beraturan.

Sementara Tao kembali sibuk dengan jurnalnya, seolah dia tidak membuat Yifan nyaris terkena serangan jantung. Bahkan Tao tidak merasakan tatapan Yifan yang kini menatapnya tak percaya, mengingat kembali hal apa yang membuatnya jatuh cinta pada pemuda Huang itu.

p. r. o. m. p. tWhere stories live. Discover now