Bagian 17 | Cerita ini Bukan Hanya Milik Evaria

Depuis le début
                                    

"Mulutnya masih pahit, Kak." Jawabnya dengan suara lemah.

Saga duduk di tepi tempat tidur. "Kalau kamu masih nggak mau makan, kamu terpaksa harus masuk rumah sakit."

"Aku nggak mau ke rumah sakit."

"Makanya makan, sedikit saja nggak apa-apa."

Akhirnya Erina bangun dan mau makan meski terpaksa, Saga membantu menyuapinya dengan telaten. Erina mengatakan dia trauma dengan bau rumah sakit. Dia pernah menghabiskan lebih dari setahun untuk bolak balik ke rumah sakit karena penyakitnya, kemudian ia harus ke rumah sakit lagi untuk melihat mamanya koma dan meninggal beberapa jam setelahnya.

"Kak Saga nggak akan meniggalkan aku juga, kan?" Erina menatap Saga lekat. "Kalau Kak Saga juga lebih memilih Kak Eva, aku nggak tahu aku harus bagaimana."

"Apa maksudmu? Kenapa aku harus memilih di antara kalian?"

"Karena sekarang kami benar-benar berseberangan. Aku nggak akan diam lagi sama semua yang sudah dia lakukan."

Saga menatap Erina sebentar sebelum menghembuskan napas pendek. "Aku nggak akan memilih siapa-siapa."

"Mana bisa? Kakak selalu berhubungan dengan kami. Aku pastinya nggak akan senang kalau orang yang aku percaya masih berhubungan dengan Kak Eva."

"Kalian ini sebenarnya kenapa?" Saga meletakkan sendok makan Erina dengan kesal. "Jangan minta aku terlibat permasalahan kalian, lakukan apa pun yang mau kalian lakukan."

"Kak Saga kenapa jadi marah?"

"Aku nggak marah, Rin. Aku cuma nggak suka terjebak di tengah-tengah kalian. Eva temanku sejak remaja, dan kamu sudah seperti adikku sendiri. Apa yang kamu mau dari aku memilih antara kalian? Jika aku memilihmu, artinya aku harus memutuskan hubunganku dengan Eva, begitu?"

"Bukannya Kakak memang sudah memutuskan nggak mau bertemu Kak Eva lagi?" Saga mengernyitkan kening tak mengerti. "Anak-anak di restoran cerita Kakak bertengkar dengan Kak Eva di depan restoran beberapa hari lalu."

Erina cukup dekat dengan semua karyawannya di restoran, maka tak heran jika mereka menceritakan kejadian itu ke Erina. "Itu bukan pertama kalinya kami bertengkar."

"Kalau begitu, jelas sekali Kak Saga dan Kak Eva nggak cocok."

"Rin," Saga mencoba menahan kata-kata yang mendesak ingin dikeluarkan. "Kalaupun aku ingin menjauhi Eva, alasannya bukan karena aku lebih memilih kamu."

Seketika Erina terdiam dan membaringkan diri lagi. "Aku nggak mau makan lagi."

Saga kembali menghela nafas berat. Terserah, dalam pikirnya. Erina bukan anak kecil lagi, jika ia masih punya pikiran ingin membalas Eva, seharusnya dia sudah tahu apa yang harus dilakukan. Mungkin sudah saatnya juga Erina berhenti bersikap manja.

"Minimal kamu bisa menjaga badanmu sendiri kalau masih berpikir ingin membalas Eva." Ujar Saga sebelum meninggalkan kamar Erina.

Di luar kamar, Saga bertemu dengan papanya Erina yang sepertinya baru datang. "Bagaimana kondisinya?"

"Om bisa lihat sendiri, dia cuma makan beberapa sendok."

[COMPLETE] EVARIA - Memihak Diri SendiriOù les histoires vivent. Découvrez maintenant