3. Keberangkatan

1.9K 88 8
                                    

Author POV

"Hei, Marsha! Cepat bangun! Aku sudah mau berangkat, nih!" seru Mesha tepat di telinga Marsha yang masih terlelap.

"Jam berapa sekarang?" tanya Marsha menggeliat di kasur. "Jam 7 pagi! Ayo, cepat!" seru Mesha lagi.

"Iya-iya. Sebentar," ujar Marsha lalu bergegas ke kamar mandi.

***

"Kau mau sarapan, sayang?" tanya mama Mesha. Mesha mengangguk kecil diikuti anggukan kepala Marsha pula.

"Sandwich saja ya, sarapannya," ujar papa Mesha yang keluar dari dapur setelah membuat sandwich.

"Mesha, kapan pesawatmu akan take-off?" tanya Marsha tiba-tiba. Mesha menoleh sebentar ke arah sahabatnya itu, lalu memalingkannya lagi.

"Entahlah. Mungkin jam 8," jawab Mesha pelan. Marsha menghela napas panjang sambil melirik jam dinding putih yang terpajang di pojok ruang makan.

"Kita masih punya waktu untuk bersama-sama, bukan?" tanya Marsha lagi, dengan raut wajah khawatir. Mesha menatap sendu Marsha.

"Semoga," sahut Mesha kembali menggigit rotinya.

Tiba-tiba, mama datang.

"Mesha sayang, pesawat kita akan datang sebentar lagi. Sebaiknya kita cepat! Petugas baru saja memberitahu mama! Ayo!" ajak mama buru-buru. Mesha mengikuti perkataan mama sambil terus memikirkan keadaannya dan Marsha nantinya.

Saat ia selesai makan, ada yang menarik pergelangan tangan Mesha.

"Mesh...-"

"Marsha, aku tak ingin ketinggalan pesawat. Ayolah, jangan buat keadaan jadi semakin rumit. Aku sedih memikirkannya," potong Mesha. Ia lalu melepaskan genggaman erat Marsha dan pergi menuju kamarnya untuk mengambil koper.

Kemudian, mereka semua masuk taksi.

***

Mesha menatap kaca jendela mobil yang terkena tetesan hujan. Sesekali, ia menghela napas.

Lain dengan Marsha, yang sedang mendengarkan musik untuk menghilangkan rasa sedihnya. Ya, itulah kebiasaan Marsha untuk menenangkan hati serta pikirannya, dengan mendengarkan musik.

"Tante, apakah aku bisa bertemu dengan Mesha lagi?" tanya Marsha kepada Tante Melia, mama Mesha.

"Tante harap begitu. Tante ingin melihat kalian bersama lagi," jawab mama menatap Marsha sambil tersenyum sedih.

Lagi-lagi Marsha menghela napas panjang. Ia tak sanggup memikirkan hal ini lagi, dan ia pun tertidur.

***

Sesampainya di bandara, keluarga Mesha segera check-in dan berpamitan dengan Marsha.

"Marsha, aku akan sangat merindukanmu disana. Kamu baik-baik ya, disini. Kalau bisa, cari sahabat yang menggantikanku, karena mungkin kita tidak dapat bertemu lagi. Aku ingin kau bahagia disini. Jaga keluargamu, ya. Aku sayang kamu," ujar Mesha memeluk erat sahabatnya dengan mata berkaca-kaca.

"Mesha, maksudmu apa? Kita pasti bisa bertemu lagi! Aku yakin itu. Kamu jangan buat aku khawatir. Aku akan selalu merindukanmu disini. Walaupun nanti aku atau kamu punya sahabat baru, jangan saling melupakan, ya. Oh ya, ini ada sedikit kenang-kenangan dariku. Buka saja jika sudah sampai disana. Terima kasih karena telah jadi sahabatku selama 15 tahun ini. Aku harap persahabatan kita tidak putus begitu saja karena terpisah jarak dan waktu. Dan, maaf bila aku pernah menyakiti hatimu. Aku sayang kamu," balas Marsha menangis di pundak Mesha.

Setelah berpelukkan cukup lama, gantian mama-papa Mesha yang pamit dengan Marsha.

"Sayang, jangan sedih ya, ditinggal Mesha. Tante tahu ini berat. Tapi, kamu harus bahagia ya. Jangan mikirin Mesha terus. Nanti Mesha juga sedih mikirin kamu. Jaga diri baik-baik, ya. Salam buat keluargamu. Nanti, sopirmu akan menjemputmu disini. Tunggu saja," ujar mama memeluk Marsha sambil mengecup keningnya. Keluarga Mesha sudah menganggap Marsha jadi bagian dari mereka.

"Marsha, kami sayang kamu. Jaga diri baik-baik, ya. Jangan kecewakan Mesha dengan hanya memikirkannya terus," ganti papa Mesha yang pamit. Marsha yang mendengar hanya tersenyum dan berusaha kuat untuk menopang tubuhnya yang sudah lemas tak berdaya. Ia sangat amat sedih ditinggal sahabat kesayangannya itu.

"Dadaaaahh, Marshaaa! Aku akan merindukanmuuu!" seru Mesha melambai-lambaikan tangan dan berjalan semakin jauh dari tempat Marsha berdiri. Saat mereka sekeluarga sudah masuk ke pesawat, Marsha baru jatuh terduduk sambil menangis. Ia menangis lama sekali sampai sopirnya yang baru datang menjemputnya bingung harus berbuat apa.

***

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 23, 2015 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Misteri Lorong TuaWhere stories live. Discover now