7

102 54 8
                                    

Senyap, hanya isak tangis yang terdengar oleh Anes. Lidahnya gugup tak bisa bergerak, saat melihat seorang laki-laki yang sedari tadi bersamanya kini ikut menangis walau tak bersuara.

Kakinya terus melangkah menuju pintu berwarna putih yang ada dihadapannya. Penasaran siapa orang yang ada dibalik ruangan yang bertuliskan IGD itu. Anes menoleh pada dua orang yang berpelukan dikursi panjang, memastikan bahwa salah satu dari mereka bahkan jika perlu keduanya bisa menjelaskan apa yang sedang terjadi. Lagi-lagi isak tangis yang menjadi jawaban, tak mau menunggu lama lagi Anes melanjutkan langkahnya mendekatkan diri pada jendela berukuran persegi panjang ditengah pintu ruangan.

Dibalik jendela, seorang dokter dan dua perawat sibuk melepas alat-alat medis. Samar, tak begitu jelas siapa orang yang sedang berbaring lemah diatas ranjang ruangan itu. Sontak Anes langsung membalikkan tubuhnya hendak bertanya.

"Ma... siapa yang sakit?" Tak ada jawaban.

"Ka ? Siapa yang ada didalam sana?" Belum sempat Haga menjawab Anes kembali melirik ruang instalasi gawat darurat yang kini terlihat lengan dari luar.

Papa ! Jantung Anes mulai berdetak tak beraturan, nafasnya sesak, setelah melihat laki-laki gagah dengan tinggi seratus tujuh puluh delapan serta berat badan kurang lebih tujuh puluh tiga itu kini terbaring lemah.

***

Bel sudah berbunyi lima belas menit yang lalu, Pak Reno guru biologi sudah memasuki ruang kelas dan langsung sibuk membuka buku tebal dihadapannya untuk persiapan mengajar.

Laki-laki dengan rambut yang sudah mulai memutih itu berdiri dengan buku dan spidol ditangannya. Matanya melirik cepat semua murid secara bergantian.

"Siapa yang duduk disana?" Tanya pak reno setelah melihat bangku milik Anes tak berpenghuni.

"Aneska pak" jawab beberapa siswa bersamaan.

"Ketua kelas mana?" Gilang laki-laki yang duduk dibangku kedua tempat pak reno berdiri mengacungkan tangan kanannya.
"Siapa yang tidak masuk?" Tanyanya lagi.

"Aneska pak" jawab gilang tegas.
Kepala guru biologi itu mengangguk-angguk pelan, lantas melanjutkan proses belajar mengajar tanpa bertanya lebih lanjut apa alasan siswa itu tidak menghadiri jam pelajarannya.

Seperti tak mau kehilangan waktu barang satu detik pun, ia langsung membuka lembaran buku di tangannya. Dia terus bicara, bicara dan bicara tidak peduli siswanya mengerti atau tidak. Bahkan saat siswa tertidur, dia terus bicara sendiri asik menjelaskan pelajaran.

"Ra, lu beneran kaga tau Anes kenapa?" Dengan santai Yasa menghampiri Ayyara. Duduk mengisi bangku kosong milik Anes.

"Ga" jawab Ayyara singkat, terus memperhatikan pelajaran yang disampaikan pak Reno.

"Ketus amat lu" cibir Yasa.

"Kenapa lu ga tanya langsung aja heh?" Kali ini Ayyara tak lagi memperhatikan pak Reno yang terus bicara tanpa mempedulikan lingkungan sekitar. Bahkan Yasa yang berjalan dan berpindah tempat dudukpun tak ia hiraukan.

"So banget dah Ayyara merhatiin pak Reno, mau cari perhatian? So pinter ni anak"  yassa terus mengumpat dalam hati, kesal.

"Karena pak Reno memang lebih perlu diperhatiin, dari pada waktu gua abis merhatiin lu yang bibirnya maju-maju ga jelas gitu" Ayyara kembali memperhatikan pelajaran, tak mempedulikan yassa yang semakin menggoyangkan bibirnya hanya untuk mengumpat tak jelas.

Berlian Where stories live. Discover now