Chapter 20 - Sukar

Mulai dari awal
                                    

Bagaimana bisa tangan gue berubah normal secepat itu? pikir Stevlanka sambil meremas tangannya. Stevlanka baru menyadarinya, tangannya menjadi normal saat Ardanu mencoba menghentikan tangan aliennya. Mulai dari kejadian dengan Satya di toilet, lalu saat ia keluar dari perpus sekolah dan hampir saja menyerang teman Satya.

Pandangan Stevlanka yang sebelumnya kosong, kini melebar karena Ardanu menggenggam tangannya. Stevlanka menoleh ke arah laki-laki di sampingnya itu.

"Tangan lo kram lagi? Sini gue lihat." Ia menarik tangan Stevlanka.

"Nggak papa."

Ardanu tidak menghiraukan. Ia juga tidak melakukan apa pun selain menggenggam tangan Stevlanka. Gadis itu memicingkan matanya. Menghela napas, lalu berkata, "Mau modus, kan, lo?"

"Iya dikit," jawab Ardanu pelan sambil tertawa. "Nggak papa modus dikit," kata Ardanu lebih jelas. Stevlanka menggelengkan kepalanya, tertawa pelan dengan mata yang menyipit. Ardanu senang melihatnya. Melihat Stevlanka tertawa di hadapannya terlebih lagi tawa itu karena dirinya.

"Lo akhir-akhir ini suka aneh."

"Apa?" tanya Ardanu cepat.

"Hah? Enggak." Stevlanka menggeleng.

"Apa, ih, lo bilang apa tadi?"

"Bukan apa-apa." Stevlanka menghentikan tawanya. "Yaudah, kita lanjutin lagi belajarnya." Stevlanka memutar tubuhnya ke arah buku-buku. Tangannya bergerak mengemasi buku yang ada di atas meja. Menutup satu per satu buku yang ada. Ardanu menatapnya bingung. Bukankah tadi Stevlanka mengajak untuk melanjutkan belajarnya? Namun, mengapa tingkahnya seakan menyudahi belajarnya.

"Vla, bukannya tadi lo bilang lanjut balajar?" tanya Ardanu bingung.

"Iya," jawab Stevlanka masih merapikan buku.

"Kok, lo tutup bukunya?" tanya Ardanu lagi.

Sontak Stevlanka menghentikan aktivitasnya, menelan salivanya sendiri. Mengerjapkan matanya gusar, ia menoleh memandang Ardanu. "Gu-gue salah ngomong kayaknya, maksud gue belajarnya udahan." Stevlanka membuat alasan. Padahal yang sebenarnya terjadi bukanlah itu. Tangan Aliennya kembali berulah. Bergerak sendiri bertentangan dengan keinginan hati.

"Wah, dari tadi kek," kata Ardanu kegirangan.

"Ikut gue, yuk," ajak Ardanu.

Stevlanka mengerutkan keningnya. "Ke mana?"

"Jalan-jalan," kata Ardanu semangat.

"Ih, nggak!" Stevlanka menolak. "Lo nggak boleh banyak gerak ya," lanjut Stevlanka.

"Sebentar aja."

"Enggak, lagian juga gue mau pulang."

"lo apaan, sih, Vla!" protes Ardanu. Stevlanka meoleh menatap Ardanu.

"Maksud lo?"

"Pulangnya nanti aja, lo ngga kasian apa sama gue?" Ardanu memelaskan raut wajahnya. Stevlanka hanya menatap dengan raut wajah datar. "Jangan pulang dulu, ya?"

Stevlanka memikirkan lagi permintaan Ardanu. Tidak ada salahnya jika harus di sini bersama Ardanu. Dari pada di rumah harus berperang dingin dengan Ayahnya. Stevlanka memandang Ardanu yang menunggu jawabannya. Pada akhirnya Stevlanka mengangguk.

"Nah gitu dong," kata Ardanu tersenyum lebar.

"Tapi gue ngga mau, ya, kalau keluar."

"Gimana kalo kita bikin terapi buat nyembuhin pobia lo?"

Stevlanka melebarkan mulutnya.

"Mau, kan?" tanya Ardanu. Ardanu meraih tangan Stevlanka, manariknya untuk berdiri. "Gue akan matiin—"

"Enggak!" tolak Stevlanka menghempaskan tangan Ardanu. "Gue nggak bisa."

"Vla dicoba dulu. Lo pasti bisa," bantah Ardanu.

"Gue udah pernah cob, Dan, dan itu nggak berhasil!" Stevlanka sedikit menaikkan suaranya. "Gue nggak mau."

Ardanu tidak peduli dengan ucapan Stevlanka. ia tetap menarik tangan Stevlanka untuk menuju ke tengah-tengah.

"Dan gue nggak mau," kata Stevlanka berusaha melepaskan cengkalan tangan Ardanu. Stevlanka mulai panik, ia bernapas tidak teratur. Dadanya naik turun. Ardanu menatap Stevlanka dengan lekat tanpa mengatakan apa pun.

"Gue nggak bi-sa," kata Stevlanka menahan tangis. "Gue mohon," pinta Stevlanka lirih sekali lagi.

Ardanu memegang kedua bahu Stevlanka, sementara gadis itu menangis tanpa suara. Menatap Ardanu penuh permohonan. "Lo pilih sakit sekarang besok sembuh atau sakit selamanya dan nggak akan pernah sembuh?"

"Lo nggak usah takut, gue ada di belakang lo. Gue akan matiin lampunya beberapa detik."

Stevlanka tidak menjawab, ia hanya menggelengkan kepala. Ia mengeratkan genggamannya pada tangan Ardanu. laki-laki itu perlahan menjauh. "Dan, gue mohon ...," pinta Stevlanka sangat lirih. Hingga Ardanu benar-benar menjauh dari Stevlanka. Ia berada di dekat sakelar lampu.

Lampu telah dimatikan. Dada Stevlanka sontak terasa sesak seketika. Ia memegangi dadanya.

"Atur napas lo, lo harus berpikir logis. Pikirin kalo lo aman, lo nggak ada di dalam bahaya," kata Ardanu memberikan perintah.

Stevlanka bisa mendengar ucapan Ardanu. Ia merasa dadanya semakin nyeri. Bahkan hingga sulit untuk meraup oksigen. "Ar-ardanu," kata Stevlanka dengan susah payah.

"Lo bisa, Vla."

Stevlanka semakin tak terkendali, kepalanya sudah terasa sangat pusing. Tubuhnya bergetar. Kakinya tidak tahan lagi untuk menopan tubuhnya. Ia luruh di atas lantai sambil memegangi dadanya.

Mendengar suara itu, Ardanu menyalakan lampunya dengan segera. Ia melihat Stevlanka yang terjatuh di atas lantai. Ardnau menghampiri Stevlanka, menegakkan tubuh gadis itu.

"Lo nggak papa?" tanya Ardanu seraya merapikan rambut Stevlanka. gadis itu masih memejamkan matanya. Bernapas dengan susah payah. "Vla maafin gue, gue terlalu memaksa. Buka mata lo,"

Stevlanka membuka matanya yang berair, masih berusaha meraih oksigen sebanyak mungkin. "Da-da gue sesak, Dan."

"Atur napas lo, ya?" tutur Ardanu meraih tangan Stevlanka menggenggamnya erat. Stevlanka mengikuti ucapan Ardanu. Menarik napas, lalu menghembuskan perlahan. Ia lakukan hingga berulang kali. Hingga napasnya kembali normal.

"Lebih baik?" tanya Ardanu pelan. Stevlanka hanya menganggukkan kepalanya. Ardanu sungguh merasa bersalah. Ternyata separah itu pobia Stevlanka. Bahkan Ardanu hanya mematikan lampu tiga puluh detik. Dan Stevlanka sangat tersiksa dengan itu. Hingga pada akhirnya, Ardanu merengkuh tubuh Stevlanka membawa ke pelukannya. Meletakkan dagunya di puncak kepala Stevlanka. Menepuk punggung Stevlanka untuk menenangkan.

Sementara Stevlanka hanya diam, berusaha mencerna semuanya. Ia merasa nyaman seketika. Menyandarkan kepalanya pada dada Ardanu. ia memejamkan mata untuk sesaat.

"Lo hanya butuh waktu, Vla, gue janji gue akan bantu lo dari kegelapan. Gue akan ciptain kenyamanan buat lo sampai lo lupa gimana rasanya terancam."

***** 

Thanks for reading.

Jangan lupa vote, komen, dan share

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa vote, komen, dan share. I'll do my best!
See you next chapter.

Tanindamey
Senin, 14 September 2020 
Revisi: Selasa, 24 Agustus 2021

DELUSIONSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang