Bagian 04 | Semesta Mengelilingi Erina

Start from the beginning
                                    

Pada hari minggu Papa mengajaknya pergi ke suatu tempat, Eva bingung ketika tahu tempat tujuannya adalah dunia fantasi. "Yuk, main." Ujar Papa mengajak Eva segera turun dari sedan bututnya.

"Kenapa kita ke sini, Pa?" Tanya Eva bingung.

"Ya untuk main." Jawab Papa enteng, "sudah lama kan, Papa tidak pernah menyenangkan kamu lagi."

Eva mencibir meski bibirnya tersenyum. "Aku bukan anak kecil lagi, diberi uang, aku sudah senang."

Papa tidak menanggapi ucapan Eva, kemudian merangkul Eva mengajaknya ke loket pembelian tiket. "Papa baru sadar kamu sangat tinggi." Berjalan beriringan tinggi Eva setara telinga Papa.

"Karena aku mirip Mama." Canda Eva berusaha mengingkari kalau sebenarnya ia adalah versi perempuan dari Papa.

"Kita beneran masuk, Pa? Kenapa nggak ngajak Erina sama Mama Yuli?" Tanya Eva melihat Papa benar-benar membeli dua tiket.

"Kita semua bisa ke sini lagi lain kali, sekarang Papa cuma ingin berdua sama anak Papa." Eva memaksa diri tersenyum. Ia memiliki firasat buruk tentang ini.

Pasangan ayah dan anak itu bersenang-senang, mereka menjajal hampir semua wahana yang bahkan Eva tidak berani naiki dulu. Pasti akan lebih menyenangkan kalau Erina bisa bergabung dengan mereka. Puas bermain, mereka lalu makan di pusat makanan. Eva makan dengan lahap karena energinya terkuras banyak saat teriak-teriak.

"Gimana kuliah kamu?" Tanya Papa saat Eva menyuap sendok nasi terakhirnya.

"Begitu-begitu saja."

"Sibuk sekali, ya?"

"Tidak terlalu." Eva menyeruput minuman soda untuk menutup kegiatan makannya. "Kita akan langsung pulang setelah ini, Pa?"

Papa melipat kedua tangannya di atas meja dan menatap Eva, dari gestur itu Eva tahu Papa akan mengatakan hal serius. Eva tidak terlalu khawatir, memangnya ada yang lebih buruk lagi dari Erina yang sakit parah hingga harus menjual rumah?

"Kira-kira apa mungkin kamu bisa kuliah sambil kerja?" Tanya Papa pelan, tampak sangat berhati-hati.

"Kenapa?" hal buruk macam apa lagi sekarang.

"Papa lihat banyak mahasiswa yang menyambi kerja, katanya itu bagus untuk bekal kamu setelah lulus nanti."

"Iya sih, tapi aku rencananya ingin belajar organisasi. Aku sudah daftar jadi anggota BEM di kampus, sepertinya akan susah membagi waktunya." Papa terdiam lama, hingga membuat Eva tidak nyaman. "Kenapa, Pa?" Tanya Eva lagi.

"Papa... " Papa kesulitan memilih kata, senyum canggungnya menunjukkan ketidakberdayaannya. "Ada masalah di perusahaan, jabatan Papa diturunkan setara staff biasa. Itu artinya gaji Papa juga akan turun."

Sesaat Eva tidak bisa merasakan bobot tubuhnya sendiri, tidak punya kamar sendiri saja sudah sulit, sekarang Eva harus beradaptasi dengan kesulitan lain. Eva pikir ia hanya perlu bersabar dan keadaan akan perlahan membaik. Mengapa yang tarjadi malah sebaliknya?

"Erina masih harus selalu kita pantau kesehatannya, dia juga harus melanjutkan sekolahnya yang tertunda setahun. Selain untuk kebutuhan kita sehari-hari, Papa juga menanggung uang sewa rumah kita. Papa tentu tidak akan melepaskan kamu begitu saja, Papa akan berusaha menanggung uang semester kamu. Untuk kebutuhanmu sehari-hari, Papa berharap kamu bisa mengusahakannya sendiri."

Fakta keluarganya bangkrut tidak mudah diterima Eva, belasan tahun ia hidup sebagai putri tunggal tanpa kekurangan satu apa pun. Ia ingin bertanya mengapa ini bisa terjadi, tetapi ia menelan lagi pertanyaannya lantaran melihat Papa meneteskan air mata di depannya. Untuk pertama kalinya.

[COMPLETE] EVARIA - Memihak Diri SendiriWhere stories live. Discover now