Bagian 02 | Antagonis

Start from the beginning
                                    

Siapapun yang menulis itu adalah orang yang sudah biasa bekerja dengan kata. Eva baru akan tahu penilaiannya salah atau benar setelah bertemu dengan kurir nanti.

***

Orang IT kenalan Eva bekerja cepat melacak asal unggahan tersebut, karena masih satu kota, hanya selang beberapa jam saja orang itu sudah didudukkan di depan Eva seperti keinginan Eva.

Laki-laki tua itu gemetaran, tidak berani menatap wajah Eva. Eva langsung percaya saat Bapak itu mengatakan dia tidak terbiasa memakai media sosial dan hanya aktif di aplikasi tukar pesan dan ojek online saja. Ada orang di balik unggahannya itu.

“Dia bilang, saya nggak akan dapat masalah karena nggak menyebutkan nama.  Saya nggak tahu kalau yang dimaksud itu Mbak Evaria.” Cicit Bapak itu sangat pelan. “Saya akan hapus sekarang juga, maafkan saya, Mbak Evaria.”

“Harusnya Bapak terpikir untuk menghapusnya sebelum dibaca lima ratus ribu orang dan sudah dibagikan ke lebih dari separuh yang baca. Kalau saya mau itu dihapus, saya bisa langsung minta orang buat menghapusnya begitu saya tahu. Saya sekarang akan membiarkan status itu sebagai bukti fitnah yang Bapak lakukan.”

"Tapi bukan saya--"

"Iya, saya tahu tapi itu diunggah dari akun Bapak." Potong Eva. "Saya bahkan tahu Bapak nggak pernah membuat status sebelumnya, itu adalah unggahan pertama Bapak setelah 5 bulan lalu mengunggah gambar ucapan selamat hari raya. Tapi Bapak tetap bersalah karena sudah membantu menyebar kebohongan."

Bapak itu terbelalak. “Mbak mau laporkan saya ke polisi? Jangan, Mbak. Saya mohon.”

“Lalu saya harus bagaimana? Di sini saya yang paling dirugikan. Se-indonesia sekarang menganggap saya tidak punya etika karena melempar uang dan melupakan keluarga. Bapak tahu darimana kalau orang itu keluarga saya?”

“Itu...”

“Coba ingat-ingat lagi, apa benar saya melempar itu ke Bapak?"

“Maafkan saya, Mbak. Bukan—“

"Benar, tidak?" Desak Eva.

Kurir itu menggeleng ketakutan. "Tapi saya--"

“Ada yang menyuruh Bapak, iya iya, saya tahu!” Eva benar-benar jengah. “Kalau Bapak bisa membuktikan siapa yang menyuruh, Bapak saya lepaskan.”

“Dia mengirim WA, saya disuruh copy ke Facebook. Titik komanya nggak saya ganti, benar-benar persis seperti yang dia kirim. Saya bahkan nggak baca karena panjang sekali, saya tidak mengerti. Tadinya dia mau mengetik sendiri di ponsel saya, tapi berhubung saya sedang buru-buru, jadinya dia hanya minta nomor saya.”

“Bagus. Mana saya lihat chatnya?”

“Itu... Dia menyuruh segera hapus setelah saya buat status.”

"Alasannya?"

"Saya tidak mengerti. Alasannya banyak pakai Bahasa Inggris jadi saya kurang bisa paham."

Eva mengangguk sekali, seolah mereka sudah menemukan solusi. "Baiklah, mau bagaimana lagi. Semua bukti mengarah ke Bapak, kita selesaikan ini sebagaimana seharusnya. Nama saya yang sudah Bapak cemarkan harus dibersihkan."

“Tapi sumpah bukan saya, Mbak. Saya benar-benar orang bodoh yang nggak mengerti apa-apa.”

"Saya maunya ya percaya sama Bapak, dan menuntut orang itu. Tapi saya nggak punya bukti, saya nggak mungkin kan, menuntut orang tanpa dasar? Nggak peduli siapa yang salah, yang paling penting sekarang adalah mengembalikan nama baik saya.

Tidak ada yang ingin Eva katakan lagi, sebelum berdiri, dia melirik kurir itu. Keringatnya bercucuran deras padahal mereka sedang berada di ruangan berpendingan. Eva percaya di belakang ini ada Erina, ia juga bersumpah tidak akan membiarkannya begitu saja. Di balik sikap kejam Eva, Eva berharap kurir ini mempelajari sesuatu.

[COMPLETE] EVARIA - Memihak Diri SendiriWhere stories live. Discover now