"-PROLOG-"

128 100 29
                                        

"Terlihat hebat, bukan?" Lelaki bermantel hitam dengan rambut tergerai panjang menengadahkan tangannya. "Kau lihatlah, betapa perkasanya diriku sekarang!"

Gelombang laut berdebur ganas. Angin kencang membuat medan pertarungan tersebut semakin mengerikan. Tepatnya di tengah luasnya samudera. Duel antara guru dan muridnya. Dua orang perwakilan dari kebajikan dan kejahatan. Cahaya melawan kegelapan. Mereka berhadap-hadapan di atas gelombang air yang mengguncangkan keseimbangan.

"Kau sudah melampaui batas, Nak! Penghakiman dari langit yang akan menghukummu kelak. Kumohon sadarlah ...."

Pria paruh baya yang bersimbah darah itu masih berdiri dengan gagah. Kondisinya cukup parah. Lengan kirinya patah. Mata kirinya tersayat habis. Pakaiannya sudah tercabik-cabik tak keruan. Meskipun sekujur badannya terluka, ia tak kunjung mengaduh kesakitan. Bukan sifatnya untuk mengeluh. Kali ini ada yang lebih penting ketimbang nyawanya sendiri. Keselamatan dunia sedang terancam.

"Kau tak cukup kuat untuk melawanku, Widyaiswara¹. Aku sejak tadi berusaha keras demi menahan hasrat untuk membunuhmu. Menyingkirlah, jangan mencampuri urusanku!" Lelaki bermantel hitam berseru keras lantas kembali merapal mantra-mantra rumit.

Pria paruh baya justru tersenyum. "Aku sama sekali tidak berniat untuk bertarung denganmu, Nak. Anggap saja kita sedang berlatih seperti dulu. Mari kita sudahi dan pulang ke akademi."

"Jangan harap!" sergah lelaki bermantel hitam. "Aku sudah muak dengan kehidupan di sana. Buat apa? Sia-sia jika nanti harus menjadi seorang Widyaiswara sepertimu. Hah, membosankan!"

"Ketahuilah, Nak ... Kau mempunyai dua takdir besar di masa depan. Tuhan berbaik hati memperkenankan dirimu untuk memilih salah satu dari keduanya. Aku harap kau cukup bijak dalam hal itu. Aku selalu yakin kalau kau tidak akan menjual jiwamu pada iblis."

Mata lelaki bermantel hitam itu mulai memerah, giginya bergemeletuk pelan. Ada setetes air mata yang jatuh dari pelupuk matanya. Namun hangus seketika oleh aura kegelapan di sekitar tubuhnya. Pikirannya telah diambil alih. Hatinya sudah diselimuti kegelapan. Nuraninya telah lama menghilang. Napasnya sedikit tersengal. Agaknya ia kesakitan untuk proses penyempurnaan gabungan dengan Sang Raja Iblis. Sekumpulan awan hitam tiba-tiba menutupi langit yang tadinya masih sangat cerah. Kini, semuanya tampak begitu kelabu dan petir mulai menggelegar kencang.

"CEPAT PERGI, WIDYAISWARA! KAU AKAN MATI JIKA TERUS ...."

Percuma. Sebelum ucapan lelaki bermantel hitam tadi selesai, pusaran air di bawahnya mulai terbentuk. Larik-larik hitam mulai bermunculan. Seperti portal antar dua dunia. Kian terbuka sedikit demi sedikit. Mengantarkan sesuatu yang menjadi momok menakutkan bagi dunia bahkan alam semesta.

Satu detik, pria paruh baya itu sudah berada di dekat lelaki bermantel hitam yang nyaris dalam wujud sempurna. Ia menatap sendu murid kesayangannya yang kini mengerang kesakitan. Terlihat amat mengenaskan.

"Maafkan aku yang gagal mendidikmu, Nak. Sayang sekali, mungkin ini adalah latihan terakhir kita. Terlepas dari harga yang harus kau bayar nanti, aku akan tetap bangga padamu. Mari mati bersama ...."

Tepat setelah pria paruh baya itu mengucapkan kata-kata terakhirnya, muncul cahaya putih dari atas langit berbentuk kapsul yang langsung melingkupi area duel tersebut. Terang sekali. Energi kegelapan yang yang semula sangat besar mulai mereda. Gumpalan awan hitam juga ikut sirna. Semua itu diserap ke dalam cahaya kapsul putih dan memenuhi volume ruangnya. Kian memadat dan menyebabkan keretakan yang merambat di permukaan. Lantas meledak begitu dahsyatnya.

Hancur lebur. Cahaya kapsul putih itu meluruh dan mengalami pembiasan oleh butiran air lautan yang membelokkan berdasarkan panjang gelombang. Dispersi cahaya, mengurainya menjadi cahaya polikromatik yang tersusun dari berbagai macam warna. Memecah kapsul cahaya putih tersebut menjadi lima bagian utama dengan warna yang berbeda-beda. Sedangkan ledakan besar tadi melontarkan pecahan itu ke seluruh penjuru dunia.

Hari itu, sekitar ribuan tahun yang lalu, sejarah telah mencatatnya sebagai hari terpecahnya batu surgawi yang jatuh ke bumi. Begitulah dongengnya, seperti itulah orang-orang terdahulu menyebutnya. Tak apa jika kau tak percaya. Tapi terkejutlah saat kau tahu itu benar adanya.

.
.
.

TO BE CONTINUED..

.
.
.

Note :

¹ Widyaiswara : Guru

Memory Remains of PujakesumaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora