5. Sekecap Terima Kasih

Start from the beginning
                                    

Satu hal yang mungkin pernah Nana berikan adalah ucapan terima kasih setiap Sastra memotong es kiko rasa anggur miliknya dan secara suka rela membaginya dengan Nana tanpa banyak mengeluh.

Laki-laki itu memang suka es kiko rasa anggur. Biasanya Mama akan membekukan kiko sampai dua bungkus hanya untuk Sastra. Dan anak itu hanya akan mengambil rasa anggurnya aja. Sisanya dia biarkan di kulkas selama berhari-hari, sampai akhirnya orang-orang yang ada di rumah yang menghabiskan.

Sampai saat ini, Mama masih mengisi frizzer kulkas dengan kiko. Yang berbeda adalah, kiko rasa anggur akan selalu tersisa di sana.

Sampai dia benar-benar beku. Sampai tidak ada yang ingat bahwa dia masih ada di sana.

Ditinggalkan.

Bukan diabaikan, sebab mereka selalu bersikap seakan pemiliknya akan mencari Kiko rasa anggur itu sewaktu-waktu. Dan ketika saat-saat itu datang, dia akan menemukan es kesukaannya masih ada di sana. Ditempat biasanya.

Hampir 2 jam lamanya Nana tidak melakukan apa-apa. Kaleng biskuit regal yang semula penuh, kini berkurang banyak. Nana yakin kalau sampai Jaya tahu cemilannya habis dia gerogoti, Jaya pasti akan mengoceh seharian penuh dan berkata kalau Mas Nana adalah manusia yang tidak pernah modal di dunia.

Laptop yang semula menampilkan lembar kosong microsoft words sudah padam entah sejak kapan. Tidak ada satu katapun yang berhasil ia tulis.

Kepalanya terasa kosong. Mungkin karena di luar hujan? Bisa jadi. Sudah hampir satu tahun lamanya Nana mengalami sesuatu yang aneh. Dia tidak pernah bisa menulis ketika hujan datang. Seakan-akan datangnya hujan memberikannya sebuah beban berat yang tidak akan bisa ia tanggung. Dan seperti biasanya, Nana akan berakhir seperti ini. Terdiam untuk waktu yang lama, sementara suara hujan kedengaran seperti suara yang sedang menertawakan betapa menyedihkannya ia saat ini.

Jam 2 pagi. Dia belum mengantuk. Atau mungkin gara-gara hujan itu juga, Nana tidak bisa tidur. Seperti biasanya, laki-laki itu kembali membuka laci. Mengambil satu origami secara acak dan membukanya dengan gerak lambat.

Entah bagaimana, rutinitas ini selalu membuat dadanya berdebar dengan tempo lebih cepat dari semestinya. Alasannya sederhana, karena Nana selalu menantikan kata apa yang Sastra tulis untuknya waktu itu.

Dan dia selalu berakhir seperti patung. Terdiam.

Na, Abang belum bilang..
Terima kasih untuk satu panci indomie rebus kemarin malam. Terima kasih sudah menyelamatkan Abang dari kejamnya sebuah kelaparan. Lain kali saat kamu ulang tahun, Abang akan belikan kamu panci baru.

Ps. Kalau nggak lupa sih HAHAHAHA

Seperti biasa, Sastra selalu menulis suara tawa di akhir suratnya. Kadang hal tersebut membuat Nana bertanya-tanya, apa yang Sastra pikirkan saat dia menulis surat itu? Apakah dia membayangkan wajah ngantuk Nana yang malam-malam membuatkan dia satu panci mi rebus? Atau wajah jengkel Nana yang dia paksa habis-habisan untuk membuatkan dia makanan setiap malam?

Nana tidak tahu.

Seringkali Nana ingin menanyakan pertanyaan itu, tapi sekarang sudah tidak bisa. Karena dia sudah tidak ada.

Hingga akhirnya, Nana memutuskan untuk keluar kamar. Mengingat isi surat dari Sastra tiba-tiba saja membuat perutnya keroncongan. Ia bangkit dengan hela napas panjang. Sesekali ia mengangkat kedua tangannya dan meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Sebelum akhirnya ia beranjak, ia sempat berdiri di depan cermin. Menatap pantulan wajahnya dengan senyum tipis.

"Sesekali kamu harus lihat cermin dan tersenyum buat diri kamu sendiri. Sambil berkata dalam hati, 'kamu hebat sekali'." Sastra pernah mengatakan kata-kata itu tepat 3 minggu pasca operasi yang mereka lakukan.

Narasi, 2021✔Where stories live. Discover now