"Sahi," seseorang memanggil Asahi yang baru saja kembali dari apartemen Treasure. Asahi sebenarnya sudah kembali sejak beberapa menit lalu, namun ia tidak mau pergi ke lantai empat karena sedang menghindari beberapa orang. Asahi kini berada di lantai di rooftop, namun sialnya ia malah bertemu dengan salah satu orang yang sedang ia hindari itu.


Asahi mengangguk lemah. "Iya. Apa?"


"Lo udah tau ya?" laki-laki di depannya memiringkan kepala.


Asahi menggeleng, sambil berjalan mundur beberapa langkah. "Lo ngomong apaan sih?" tanyanya.


Laki-laki di depan Asahi berjalan maju, mengikis jarak. Sementara Asahi tetap berjalan mundur sampai akhirnya punggungnya mengenai dinding. Asahi menoleh ke belakang. Asahi tahu, kalau ia mundur lagi, ia akan terjun bebas dari atap.


"Jawab gue. Lo udah tau ya?" laki-laki itu kembali bertanya, menatap kedua hazel Asahi intens.


Asahi menggeleng. "Apa sih? Gak jelas." katanya judes, lalu mengalihkan pandangan, mencoba memberanikan diri.


"Asahi," laki-laki itu kembali memanggil sambil menyeringai lebar, membuat Asahi bergidik ngeri. Namun Asahi memberanikan diri untuk menatap lurus mata laki-laki itu dengan mata bulatnya. "CCTV itu udah gue tutupin. Tau gak?" laki-laki itu menunjuk salah satu CCTV yang berkemungkinan untuk merekam mereka. Asahi membelalakkan mata begitu menyadari kalau CCTV itu sudah dicat dengan cat berwarna hitam.


"Lo mau apaan?!" tanya Asahi panik.


Laki-laki di depannya menatap Asahi teduh. "Kalo lo enggak mati, gue yang bakal mati." ia menatap Asahi intens, "gue tau lo bakal laporin, kan?" tanyanya. Asahi terdiam.


"Maaf, Sahi. Gue enggak mau mati sekarang." laki-laki itu lalu mendorong pemuda Hamada di depannya itu. Asahi terjun bebas dari atap ke jalanan. Selanjutnya terdengar suara bruk besar. Tulang punggung Asahi semuanya retak, serta darah segar merembes dari badannya.





























































































Bruk!


Jihoon yang sedang pulang dari Koreamart membulatkan mata begitu melihat sebuah tubuh yang cukup familiar terjatuh dari atas. Darah merembes dari tubuh laki-laki itu, membuat Jihoon makin panik. Jihoon berjalan beberapa langkah menghampiri badan itu.


Itu Asahi. Kepalanya sudah pecah, namun Jihoon tau betul itu Asahi. Tangan Jihoon bergemetar. Tidak pernah sekalipun Jihoon melihat seseorang meninggal secara mengenaskan dengan matanya sendiri.


Mata Asahi yang terbuka masih utuh. Ia meneteskan air mata sekaligus darah dari hazelnya itu. Asahi menangis. Pertama kalinya dalam seumur hidup, Jihoon melihat Asahi menangis.


Asahi jelas belum siap pergi.


Jihoon menoleh ke atas. Haruto terlihat sedang ada di rooftop, sedang menatap keduanya yang berada di bawah dengan tatapan tajam.


Jihoon dan Haruto sempat bertukar tatapan beberapa detik, sampai akhirnya Haruto membalik tubuhnya dan berlalu begitu saja.





























































































Apartemen trejo resmi ditutup.


The end.



























Tapi bohong.


Apartemen trejo resmi ditutup oleh kepolisian. Sudah tidak aman lagi untuk tinggal di sana. Orangtua Jihoon, Junkyu, Jaehyuk, Yedam, Doyoung dan Haruto sepakat untuk memindahkan mereka ke apartemen Treasure yang cukup jauh dari apartemen trejo.


Kali ini, mereka tidak diperbolehkan untuk memiliki teman sekamar. Tentu saja orangtua mereka khawatir akan keselamatan anaknya─sudah ada enam orang yang terbunuh.


Namun takdir adalah takdir. Meskipun berbeda apartemen, mereka kembali tinggal di lantai empat.

















Panjang banget ya? Ini aslinya gabungan dua chapter sih hehe, habis aku liat-liat, kira-kira 04th floor selesainya 6 chapter lagi.

:')

04th floor . treasure [✓]Where stories live. Discover now