Bab 2

1.3K 125 9
                                    

Jika Thomas Albert McKenzy ibarat malaikat yang pernah Tuhan ciptakan, maka tidak ada kata yang tersemat selain iblis terkutuk kepada Axel Albert McKenzy. Sebenarnya, di luar wajah tanpa ekspresi dan kalimat-kalimat pedasnya, tidak ada yang salah dari Axel. Bahkan bisa dikatakan, mukanya menarik dengan cara unik.

Laki-laki delapan belas tahun tersebut memiliki wajah berkilau laksana embun di pagi hari. Seperti Thom, matanya berwarna biru dan dipunggawai oleh sepasang alis lebat yang nyaris bersinggungan di pangkal hidung. Hanya saja, biru di mata Axel sekelam langit malam. Begitu menghanyutkan, tapi siap membunuhmu jika kau lengah sedikit saja. Matanya setajam pisau yang tidak bisa dibaca oleh siapa pun. Bahkan oleh Thom. Juga seperti sebuah tubir yang menyembunyikan banyak rahasia yang hanya dia dan Tuhan sendiri yang tahu. Jika ia menatap seseorang, orang tersebut akan merasakan jatuh hati paling dalam yang tidak pernah ia dapatkan seumur hidup, sekaligus merasakan kegetiran paling menyakitkan dari bagaimana hawa dingin paling bengis yang dikuarkan oleh tatapannya. Sebuah kontradiksi yang luar biasa memesona.

Axel memiliki rambut cokelat keriting indah yang memantul-mantul. Hidungnya bengkok akibat dari pukulan beberapa kakak kelasnya ketika ia di sekolah pertama, dahinya lebar, tulang pipinya menyembul manis, bibirnya tipis dan semerah buah bit, rahangnya persegi.

Namun, berbeda dari Thom yang profilnya sering malang melintang di majalah-majalah bisnis maupun teve-teve internasional, Arthur Albert Mckenzy—ayah kadung mereka—menyembunyikan profil Axel dari dunia. Semua dokumen tentang Axel dipalsukan. Sehingga, tidak ada yang mengetahui Axel adalah salah satu keturunan McKenzy selain mengenalnya sebagai Axel Robert Parkinson. Dan itu membuat Axel mendapat perlindungan dua puluh empat jam dari kakaknya. Dia ibarat sebutir kristal yang harus dijaga dari siapa pun kendati dia memiliki struktur tubuh yang jauh lebih kuat dari yang diperkirakan orang tuanya.

Ke mana pun Axel pergi, Thom selalu ada di sampingnya. Tapi serius, menjaga Axel lebih merepotkan daripada mendapat tugas mengebom gembong penjahat di Rusia. Remaja apatis tersebut benar-benar memiliki kelakuan aneh ketika di sekolah. Thom mangkir sedikit saja, bisa dipastikan ia akan mendapat surat pemberitahuan dari sekolah, yang seperti biasa, mengabarkan kelakuan adiknya. Sebut saja, merobohkan tribun gelanggang olahraga. Atau, bagaimana dengan meledakkan laboratorium sains setelah dengan sintingnya Axel mencampur larutan entah apa ke dalam larutan entah apa. Barangkali kau pun mau mendengar kisah heroiknya menyabotase internet sekolah sehingga kegiatan belajar mengajar terpaksa dihentikan, dan ratusan murid di sekolahnya terpaksa dipulangkan lebih awal.

Tapi, jangan pertanyakan riwayat berkelahinya di sekolah. Hampir setiap minggu, di sepanjang tahun, Axel tidak pernah absen dari berantem. Bahkan bisa dikatakan, dia memiliki jadwal rutin beradu jotos baik dengan kawan seangkatannya, maupun kakak kelasnya. Mulut pedas yang tidak pernah tahu apa arti kesopanan itu benar-benar malapetaka.

Thom tahu, mengabulkan setiap permohonan Axel bukanlah hal baik, tapi sebagaimana ia tahu di seumur hidupnya, laki-laki licik, culas, keparat, bajingan, sialan, apalah itu tidak pernah mengizinkannya berkata 'tidak'. Apa pun yang Axel minta, Thom selalu berujar 'iya' kendati diawali dengan sumpah serapah seperti biasa.

Axel memang tidak pernah suka—walaupun tidak pernah mengungkapkan perasaannya kepada anggota keluarganya—alasan kenapa Dad menyembunyikan jati dirinya dari media massa. Tapi dia tahu bagaimana caranya memanfaatkan Thom. Revolver, flintlock, pistol semi otomatis, pistol mitraliur, Desert Eagle, Raging Bull 454, Smith & Wesson 500 Magnum, sampai Thunder 50 BMG, adalah sebagian kecil yang ia dapatkan setelah meminta mainan kepada Sang Kakak tanpa sedikit pun rasa sungkan.

"Sepertinya aku akan berkencan minggu depan."

Mendengus, malas memperhatikan si Pembuat Onar, Thom terus memfokuskan pandangan matanya ke depan. Sebelah tangannya memegang kemudi Ferrari hitam yang dia beli sebab bingung mau membuang uang dengan cara apa lagi begitu melihat deretan angka nol di rekening banknya. Sebelah yang lain ia gunakan untuk memijat kepala akibat pusingnya menghadapi si Bungsu. Apa yang Mom idamkan ketika mengandung manusia sialan ini? Kenapa tidak ada sedikit pun tingkah lakunya yang mencerminkan bagaimana seorang putra dari kerajaan McKenzy? Axel lebih mirip seekor tupai daripada seekor—maksudnya, seorang—putra.

Guns & Roses (MANXMAN, BOYSLOVE)Where stories live. Discover now