Bab 7

123K 6.7K 208
                                    

Suara desahan penuh gairah bersahutan seakan memenuhi kamar yang kini ditempati oleh Benny dan Ariana. Kamar tempat biasa mereka melakukan aktivitas seks tanpa takut ketahuan. Sebenarnya kemarin mereka sempat ketahuan oleh Clara.

Meskipun sampai detik ini Benny masih khawatir dengan ancaman Clara, tapi Ariana berhasil mengalihkan segalanya. Apalagi Ariana menjamin kalau Revan pasti bisa membereskan ini semua, sehingga Benny bisa agak tenang. Mereka juga sudah mengganti password sehingga seratus persen yakin kalau Clara tidak mungkin bisa masuk lagi.

Keduanya masih sama-sama telanjang, dan tubuh mereka masih menyatu dengan Benny yang berada di atas tubuh telanjang Ariana. Benny lalu mempercepat gerakan yang semula perlahan. Ariana yang semakin terpacu gairahnya, seakan meminta Benny lebih cepat lagi. Sampai pada akhirnya wanita itu berhasil mencapai puncaknya, kemudian Benny menyusulnya.

"Sarapan pagi yang nikmat," bisik Ariana seraya tertidur menyamping menghadap Benny yang tampak kelelahan. "Thanks ya, Ben. Tadi malam kamu sudah memuaskanku, dan pagi ini pun sama."

Sebenarnya semalam Ariana sudah diantar oleh Angga ke rumahnya. Namun, saat Angga sudah pergi, kesempatan itu dimanfaatkan Ariana untuk diam-diam pergi menemui Benny. Ah, ini untuk pertama kalinya Ariana merasa senang melihat Revan mabuk, karena itu artinya ia akan menghabiskan waktu bersama Benny.

Semenjak selingkuh dengan Benny, Ariana memang jadi lebih sering berbohong pada Revan. Entahlah, belakangan ini ia memang merasa lebih nyaman bersama Benny. Ariana merasa Revan lebih banyak sibuknya dan hanya menghampiri saat sedang menginginkan 'sesuatu'. Hal itu membuat Ariana merasa kesal. Berbeda dengan Benny yang selalu ada untuknya.

"Aku ngantuk," balas Benny. Sejenak ia mengecup kening dan bibir Ariana.

"Tidurlah, aku mandi dan pergi duluan ya."

Dengan mata yang sudah terpejam, Benny masih bisa bertanya, "Ah iya, manajermu pasti sudah menunggu, ya?"

Ariana melirik jam dinding sebelum menjawab, "Aku udah nyuruh Rima ke rumah jam sembilanan, sih. Sedangkan sekarang masih jam tujuh," jawab Ariana. "Jadi semalam saat aku di perjalanan menuju ke sini ... Rima nelepon, dia bilang jadwalnya mundur. Enggak jadi pagi-pagi."

"Terus kenapa buru-buru?"

"Aku rasa Revan bakal datang ke rumah buat meminta maaf tentang semalam. Soalnya semalam aku marah banget. Aku yakin dia tahu perubahan jadwalku dari Rima. Revan pasti curiga kalau jam segini aku nggak ada di rumah. Makanya aku pengen cepat-cepat pulang."

"Kalau Revan beneran datang ke rumah kamu  ... apa setelah itu kalian bermesraan?" Kali ini Benny kembali membuka matanya.

Ariana terkekeh. "Kenapa berpikir begitu?" Sungguh, Ariana merasa pertanyaan Benny cukup konyol. Lagi pula setahu Revan, Ariana sedang datang bulan sehingga tidak mungkin mereka bercinta.

"Bolehkah kalau aku bilang ... aku cemburu?"

"Ben, kamu tahu sendiri pembahasan kita yang seperti ini akan berujung pada pertengkaran. Kita sepakat nggak akan membahas Clara atau Revan saat kita sedang berdua, kan?"

"Oke, aku mengerti. Tapi membayangkan kamu telanjang di bawah pria lain, terlebih pria yang kukenal membuatku merasa ... ah entahlah."

"Kamu nggak pernah begini sebelumnya, Ben. Kalau kamu merasa nggak adil, kamu juga bisa bercinta sama Clara. Ah, aku lupa ... hubungan kalian udah berakhir, ya. Sayang sekali kalian putus sebelum kamu menikmati tubuhnya. Salah sendiri juga, sih, bisa-bisanya berhubungan selama tujuh tahun tapi nggak pernah—"

"Ariana...."

"Kamu yang bahas duluan, Ben. Apa aku bilang? Pembahasan ini bakalan bikin kita berdebat. Dari awal hubungan kita memang sekadar untuk saling mengisi rasa kesepian masing-masing, bukan?"

TERJEBAK SKANDALWhere stories live. Discover now