LAKUNA

14 5 0
                                    

rintik hujan,
rintik sendu,
ada hal yang dirindukan,
tapi diri ini tidak tahu.

Meski ia sudah memaafkan ibunya, ada sesuatu yang kosong didalam dirinya. Ia tak peduli dengan perasaan yang berkecamuk, kini jam sudah mepet waktu kelas masuk.

"Hai Hyeongjun."
"Kok kamu kemarin ngga masuk sih?" sapa Jiho.

"Hehe cuma demam."

"Hah demam kenapa?" tanya panik Arin setelah mendengar jawaban singkat Hyeongjun.

"Elah cuma demam kok Rin, tuh temen kita masih idup aja."

"Eh engga kok, ini juga biasa aja." jawab Arin berusaha santai.

"Biasa apa njir, muka kamu aja merah gitu." sangkal Jiho.

Saat ketukan langkah kaki dari sepatu yang terkesan horor ketika guru yang memakainya menambah kesan menyeramkan pada ruangan kelas. Arin sebenarnya tidak terlalu panik jika ada guru masuk, tetapi kenapa ia bisa panik saat mendengar bahwa Hyeongjun sakit.

"Ah kenapa sih Arin ayo fokus belajar."
"Pasti ibu kecewa kalo aku ngga bisa belajar dengan benar."

Jam dinding menunjukkan pukul sepuluh, tandanya waktu istirahat dimulai. Selama Hyeongjun tidak masuk kelas, lumayan banyak suasana kelas yang berubah. Ternyata Jiho dan Arin sudah memiliki teman baru dan struktur organisasi kelas sudah dibentuk.

"Hah apa? Gua sama Arin sama sama bendahara?" suara Hyeongjun mengagetkan kelas.

"Duh Jun, muka kamu kan jutek tuh."
"Cocok banget jadi bendahara buat palakin anak kelas." ucap Jiho.

"Arin kan manis, kenapa jadi bendahara juga."

Arin hampir terkena serangan jantung dadakan saat mendengar apa yang dikatakan Hyeongjun tadi. Sorak sorai memenuhi ruangan dan Hyeongjun sebenarnya tidak menyadari apa yang ia katakan barusan.

Arin menutup wajahnya yang jelas sudah merah padam, sedangkan anak kelas tidak berhenti mengecengi mereka berdua.

"Waduh parah sih Hyeongjun udah main mepet aja." celetuk wanita setengah bule bernama Jeon Somi.

paradiseWhere stories live. Discover now