Malu Aku

61 9 3
                                    


Walaupun seseorang kadang terlihat kuat dan biasa saja, tapi kadang kita tidak menyadari kalau ia pernah melalui masa- masa sulit nan terpuruk dalam hidupnya, bahkan Rasullullah Saw pun demikian.

Tanpa nama.

.

.

Aku menghapus airmataku, entah kenapa aku jadi baperan sampai terisak begini, macam cewek saja.

Ini gara- gara sholawat itu.

"Sepertinya kamu membutuhkan ini?"

Tiba- tiba seseorang meletakan beberapa helai tisu di atas railling didepanku, aku menoleh ke orang itu dan betapa malunya diriku ketika melihat siapa orang itu...... Andini Anggraini.

Aku segera mengusap airmataku, sungguh harga diriku sebagai laki- laki telah hancur karena sudah tertangkap menangis oleh perempuan.

Terlebih itu Andini.

"Ini....terkena debu tadi." alibiku seraya mengusap mata, berlagak habis kelilipan.

Kudengar ia seperti terkekeh pelan, sedang menertawakanku rupanya.

"Setiap orang berhak untuk meluapkan kesedihannya dalam bentuk airmata dan katanya airmata bagus untuk merefreshkan beban pikiran." entah ia sedang menasihatiku atau berargumen dengan kecerdasannya.

"Dan Tuhan memberikan suatu musibah kepada hambanya, karena Dia tau hamba itu mampu untuk menerimanya." lanjutnya sedikit menyinggung tentang alasan kesedihanku, kepergian ayah.

Lalu kulihat ia terdiam dan menundukkan kepalanya, mungkin ia merasa menyesal karena telah mengucapkan kata- kata mutiaranya kepadaku, laki- laki yang katanya brengsek dan paling ia benci.

Tanpa mengucap sepatah kata atau salam, ia tiba- tiba berlalu dari area masjid ini.

'Dasar gadis aneh binti angkuh.' batinku.

Andini Pov

Pukul 10.00 WIB, aku baru saja keluar dari masjid setelah melaksanakan salat sunah, aku hendak mengenakan sepatuku dan saat itu sayup kudengar suara isakan yang berasal dari samping masjid.

Aku lalu mencari sumber suara itu dan aku menghampiri orang itu yang ternyata adalah Aditya.

Aku mendapatinya dengan airmata yang sudah meleleh dari kedua sudut matanya, sungguh seperti bukan Aditya yang selama ini kukenal. Aditya yang kukenal adalah orang yang aktif, energik, ambisius dan tegas.

Sekarang, aku seperti sedang melihat sisi dirinya yang lain, sisi lemahnya, sisi terpuruknya dan sisi kelam yang selalu ia tutupi dengan karakter dinginnya.

Dan aku memaklumi kenapa ia meluapkan kesedihannya saat ini, karena sholawat itu, sholawat yang saat ini masih menggema di halaman, Sholawat Rindu Ayah.

Yah, sholawat itu, sholawat yang benar- benar menyentuh, aku saja sering menangis ketika mendengarnya, karena teringat sosok ayahku.

Lalu apa kabar dengan Aditya yang hanya bisa menyapa ayahnya lewat do'a, yang hanya bisa mengingat kenangan bersamanya, sepertinya menangis adalah hal yang wajar.

"Sepertinya kamu membutuhkan ini?" Aku meletakan beberapa helai tisu diatas railling dan ia hanya memandanginya.

Ia lalu menoleh ke arahku dan menampilkan raut terkejutnya, lalu ia buru- buru mengusap airmatanya, mungkin ia malu karena tertangkap sedang menangis olehku.

"Ini....terkena debu tadi." alibinya.

Hh, aku terkekeh pelan, mencoba memaklumi kalau gengsinya itu memang tinggi.

Aku mengatakan padanya kalau seseorang memang perlu meluapkan beban pikirannya dengan airmata, karena penelitian juga mengatakan kalau airmata bagus untuk kesehatan, dibandingkan dengan canda tawa berlebihan yang mengikis iman.

"Dan Tuhan memberikan suatu musibah kepada hambanya, karena Dia tau hamba itu mampu untuk menerimanya." lanjutku dengan maksud untuk sedikit memotivasinya dan beberapa detik kemudian, aku terdiam karena ucapanku sendiri.

'Tunggu! Kenapa aku mengucapkan itu kepadanya? Kenapa aku berkata seolah aku memiliki rasa iba kepadanya? Ingat, Din, dia itu laki- laki brengsek yang sudah mempermalukan ayahmu, jadi kamu tidak perlu bersikap seolah peduli padanya!' batinku memprovokasi.

Kulihat ia seperti memandang aneh kepadaku dan saat itu aku segera berlalu pergi tanpa mengucap salam padanya, aku tidak mau terlalu lama berdua dengannya, nggak baik.

Sekarang aku sedang menuju halaman dan segera bergabung dengan teman- temanku, ikut menirukan alunan sholawat yang kini sudah berganti menjadi Lagu Cinta dalam Istikharah, lagu yang sangat kusuka dari Grup Syubhanul Muslimin ini.

Jangan turuti nafsu......

Tanamkan di hati iman yang kokoh.

Pacaran tidak perlu.

Temukan cinta dalam istikhoroh.

Cinta itu anugerah.

Pelihara serta kuasailah.

Cinta di jalan Allah.

Menjauhkanmu dari segala fitnah.

Siapapun yang mendengar ataupun membaca liriknya pasti akan mudah terhanyut dalam perasaan atau istilah gaulnya baper, baper fi sabilillah, terlebih yang melantunkannya adalah vokalis aslinya. Oleh karena itu, aku sangat berterimakasih kepada adik juniorku di ROHIS yang sudah berhasil membujuk Kepsek untuk mendatangkan Grup Sholawat Ternama itu.

Dan aku ingin, suatu saat nanti lagu itu menginspirasi kisah cintaku, walaupun jodohku nanti tidak terduga dan entah siapa, aku ingin kami tidak perlu berpacaran untuk bisa saling mengenal satu sama lain. Cukup niat, ta'aruf dan istikharahlah yang membuat kami yakin untuk bisa hidup bersama.

'Apa- apaan kau, Din. Fokus ujian dulu!' batinku mencoba realistis dengan diriku yang saat ini masih SMA, walaupun nggak ada salahnya juga sih kalau kita mempunyai keinginan jangka panjang.

.

.

Ada yang melayang nggak nih?

Maaf yah, kalau makin lama ceritanya makin ambyar, hehe.

Oh ya, kalau mau tau sholawatnya lebih lengkap bisa cek di youtube.

Kasih tau aja sih bagi yang belum tau.

Persiapkan mental dulu karena kalian pasti akan baper mendengarnya.

Oke, part sedih dan bapernya udah dulu yah, karena part selanjutnya akan beranjak ke mode serius.

Ditunggu aja deh next chapternya.

Jangan lupa kritik dan komentarnya.

Wassalamu'alaikum warahmatullohi wabarokatuh.

.

Banjarnegara
Jum'at, 21 Agustus 2020

Debu dan Titik (End)Where stories live. Discover now