-49 Days-
Hari ini, jam kuliah Joanna tidak terlalu padat. Setelah selesai pada kuliah jam pertama, ia segera melangkahkan kaki menuju kantin kampus sesuai janjinya pada Frea—sahabatnya sejak masa OSPEK. Baru saja memasuki area kantin, dapat ia sadari suasana kantin kali ini tidak segaduh biasanya. Mungkin saja karena hari ini masih jam sembilan, yang mayoritas mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain lagi padat-padatnya jam kuliah.
"Udah lama?" Tanya Joanna setelah mendudukkan diri di depan Frea seraya menyeruput es tehnya tanpa permisi. Melihat tingkah Joanna seperti biasanya, tak urung membuat Frea mendecakkan lidah sebal.
"Kebiasaan ye lo, asal nyeropot aja tuh congor." Kalimat Frea hanya dibalas cengiran oleh Joanna. Karena Joanna tahu, meskipun perempuan di depannya menunjukkan raut sebal serta makian serupa rentetan kereta api padanya, tapi perempuan itu tidak benar-benar marah. Frea tergolong orang yang cuek dan masa bodoh. Bahkan Joanna ingat, bagaimana first impression-nya pada Frea saat hari pertama OSPEK.
Saat itu, Joanna duduk sendiri di kantin waktu jam istirahat. Bukan karena ia tak ditemani oleh satu orang pun teman sekelasnya, melainkan ia merasa lebih baik sendiri daripada berdiam diri dengan kaku disekeliling orang yang tak benar-benar ia kenali. Selain itu karena tak banyak teman satu SMA nya yang mendaftar di Universitas Trisakti, kecuali seseorang itu.
. "Eh, gue gabung sini, ya. Lagi males gue gabung sama ciwi-ciwi dengan bedak setebel adonan donat."
Saat sedang nikmat-nikmatnya makan semangkuk bakso dengan kuah ekstra pedas, seorang perempuan mengejutkannya dengan suara yang tak bisa dibilang pelan—cenderung bar-bar. Sampai-sampai Joanna tersedak kuah bakso yang pedasnya jahannam banget. Menyadari reaksi Joanna yang sampai tersedak begitu, dengan kelimpungan Frea segera meraih air mineral kemasan di samping Joanna yang masih tersegel.
Joanna langsung menenggak minumannya hingga tersisa setengah. Setelah tenang, tanpa banyak basa-basi ia langsung meneriaki Frea—yang pada saat itu belum ia kenal sama sekali. "Gila lo, ya. Gue hampir mati gegara keselek kuah bakso jahannam. Kalau gue mati lo mau tanggung jawab, ha?!"
"Tenang, bakal gue pesenin tukang gali kubur beserta kain kafan serta kerandanya." Jawaban super santai dari Frea membuatnya melongo tak percaya. Bukannya merasa bersalah, perempuan di depannya ini malah bercanda. Menyadari keterdiaman Joanna, Frea kembali berujar, kali ini berupa perkenalan singkat.
"Kenalin gue Afrecha Yasa. Lo bisa panggil gue Frea." Mendengarnya, Joanna hanya menyetakkan kepala.
"By the way, sorry kalau tadi gue ngagetin lo." Kalimat Frea selanjutnya hanya Joanna tanggapi dengan dehaman, lantas kembali melanjutkan makan baksonya yang tertunda. Karena tidak ada satupun dari keduanya yang mengawali pembicaraan, Joanna inisiatif bertanya.
"Kenapa lo nggak gabung sama mereka?"
"Males." Jawaban singkat itu membuat Joanna menyesal telah mengajukan pertanyaan.
"Songong banget si lo," gumam Joanna yang entah didengar Frea atau tidak.
"Gue tau kalau gue songong," jawab Frea dengan senyum miring setelah mendengar gumaman Joanna.
"Tuh orang-orang makan siang aja ngumpul-ngumpul gitu cuma biar nggak kelihatan menyedihkan aja. Padahal mah nyaman juga nggak."
"Apa bedanya sama lo?"
"Gue? Bedanya gue nggak berniat kayak mereka. Gue kesini karena gue rasa kita sama?"
"Dalam hal?"
"Lo pasti nggak nyaman 'kan kalau duduk di tengah-tengah mereka, makanya lo milih diem disini sendirian." Sejak saat itu, entah mengapa Joanna langsung merasa pemikirannya dengan Frea hampir sama.
"Woy! Ngelamun mulu lo." Bahu Joanna tersentak mendengar suara Frea yang melengking di pendengarannya.
"Tadi waktu gue di parkiran, sekilas ngelihat lo sama Narendra turun di bus yang sama. Lo berangkat bareng dia?"
Alih-alih menjawab, Joanna hanya tersenyum misterius hingga Frea dibuat penasaran setengah mampus.
Salatiga, 17 Agustus 2020.
YOU ARE READING
49 Days
Teen FictionMenyukai seseorang dalam kurun waktu empat tahun tidaklah mudah. Apalagi dalam diam, tanpa kata, hanya mampu memandang sebatas punggung serta sudut bibirnya yang tertarik ke atas. Di saat Joanna Ivanka hendak mengatakan perasaannya, kematian merebut...
First Note
Start from the beginning
