08

9 3 0
                                    

Siang ini, aku berencana ke tukang jahit langganan mamak. 2 minggu sebelumnya aku sudah membawa kainku kesana. Kain yang dikirimkan Tenri, salah satu teman dekatku semasa kuliah, yang beberapa hari lagi akan kuhadiri pernikahannya di Makassar. Aku melirik jam di dinding kamarku, masih terlalu cepat untuk bersiap-siap. Kuputuskan untuk mencari kegiatan diluar kamar. Sepertinya aku mulai bosan dengan runititasku. Ingatkan aku untuk sesegera mungkin memulai projectku yang kemarin.

"Nanti siang jadi Dek?"

"Iya ma, kata tukang jahitnya setelah dzuhur aku boleh kesana".

"Mama boleh ikut ya?"

Aku menguap cukup panjang, "iya, Ma".

"Sekalian temenin mama, mau gak?"

Ku lirik mama Sebentar, "kemana?"

Mamak tidak langsung menjawab "mmm... bagusnya kemana?"

"Loh?",aku menekan tombol remot berkali-kali, mencari-cari acara yang nenarik di televisi "kok malah nanya ke aku sih ma?"

"Habisnya mama juga gak tau, pengen aja gitu keluar"

"Ya kalo gitu tinggal bilang pengen jalan-jalan, kan bisa ma"

Mama terkekeh mendengar ucapanku

"Mau sekalian makan diluar gak ma?"

Mamak tampak menimbang-nimbang sejenak, "boleh deh, bapakmu juga makan diluar kayaknya, sama client yang kemarin kerumah.

Satu senyum berhasil mengembang dari bibirku. Aku mulai memikirkan makan enak apa aku siang ini.

💧💧💧💧

Dengan dibantu mamak, aku mencoba mengenakan kebayaku yang baru saja rampung. Aku suka sekali modelnya.

"Gimana ma?"

Mama menilik sebentar penampilanku, "bagus, adek suka?"

"Suka dong ma", kataku tersenyum puas.

Setelah mengucapkan terimakasih pada tukang jahit langganan mamak. Aku mengajak mamak keliling kota. Kami menyusuri jalan di kotaku dari barat sampei ke timur, dari utara ke selatan. Mamak selalu senang diajak jalan seperti ini, terutama ketika kita melewati beberapa ruas jalan diseketitar rumah nenek. Semenjak nenek dan kakek meninggal, rumahnya tidak lagi begitu terawat.  Mamak dan saudara-saudaranya yang tinggal di kota yang sama dengan kami, akan kesana paling lama sebulan sekali untuk membersihkan. Mamak memintaku untuk masuk dan menepi di halaman rumah nenek.

"Mau turun gak ma?".

Mamak menggeleng.

Dari raut wajahnya, aku sedikit banyak bisa menebak perasaan mama. Pandangannya menyapu seluruh sisi halaman rumah nenek. Rumah yang dulu selalu ramai diakhir pekan.

"Kapan-kapan, ingatkan mamak untuk mengajak tante dan om mu menginap disini lagi"

Aku mengangguk, "iya ma",  tanganku menggenggam tangan mamak yang terasa hangat.

Percakapan kami terhenti sampai disitu. Aku membiarkan mamak menikmati suasana ini dengan pikirannya sendiri. Aku menjaga perasaanku senetral mungkin, agar tidak menambah kesedihan mamak.

Daun-daun kering jatuh bersamaan angin kencang yang baru saja berhembus. Mendramatisir suasana hati mamak yang sedari tadi sedang mendung. Aku memalingkan wajah, memindahkan pandanganku dari satu objek ke objek lain demi tetap menjaga fokusku. Handphoneku berdering singkat, dering spesial yang kupilih jika salah satu anggota keluargaku mengirimkan pesan.

The way of DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang