NICO - delapan

11.5K 812 6
                                    

Kami bertiga berkumpul lagi. Di kamar perawatan Alena yang sudah menjadi rumah lain bagi Leo. Kasihan juga, Leo seperti menunggu seseorang yang tidak tahu kapan akan bangun.

Ah... Lelah sekali hari ini. Aku langsung merebahkan tubuhku di sofa bed. Ello duduk di di kursi, sedangkan Leo sibuk memasukkan baju kotornya untuk dibawa laundry besok.

"Hari ini banyak yang ngelahirin ya? Gue denger dari perawat departemen lu yang mampir ke departemen gue tuh..." celetuk Leo di tengah-tengah kesibukannya mencari-cari apel di dalam kulkas.

"Gitu deh. Gila bro... masa karena tanggal hari ini bagus, dan gue ga ngerti apa bagusnya, mengakibatkan sepuluh ibu-ibu langsung memutuskan pengen anaknya lahir hari ini!"

"Wow! Terus?!"

"Ya elah, si para ibu-ibu itu kira ngelahirin itu gampang kali prosesnya! Nunggu lama, ada juga yang caesar! Udah gitu, dokter di departemen gue Cuma ada dua! DUA! Bayangin aja setengah mampusnya kami berdua, sedangkan dokter yang lain pada liburan!" Ocehku menumpahkan segala unek-unek di dadaku.

"Takdir lu bro..."

Aku langsung melempar bantal di kursi ke arah Leo.

Sialan dia! Terus saja meledekku. Lupa dirikah dia dengan pekerjaannya yang juga sebelas dua belas denganku?!

"Tumben Lo, lu di sini. Udah jem sebelas kali. Ga pulang?" tanyaku pada Ello yang masih setia terus mengganti-ganti saluran televisi.

"Dia kehilangan orientasi kalau di apartemen. Jadi nemenin gue dulu. Mau nyoba-nyoba rasanya jadi pasien,mterus jadiin kita psikiater." Jawab Leo asal yang sukses mendapatkan lemparan bantal dari Ello.

Aku hanya bisa mengangguk. Mengerti maksud Leo yang nyatanya pasti benar. Walau Ello tidak bilang, tapi dari gerak-geriknya dan sikapnya yang berubah jadi LEBIH diam, aku dan Leo bisa menyimpulkan. Ello masih galau dengan perasaannya!

"Capek brooo... gilaaaaa... hari ini tuh gilaaaaa....!!!!" Keluhku tidak tahan.

"Ya gila lah! Pasien lu tuh lebih gila... emang pada cukup umur semua buat ngelahirin hari ini?" Leo memberikanku minuman soda dingin. Aku menerimanya dengan senang hati. Ello melirik dan meminta Leo mengambilkannya juga. Ck, dasar!

"Engga juga! Ada yang masih dua minggu lagi, ada yang maksa nahan-nahan anaknya keluar, pokoknya lucu dah... " jawabku setelah meneguk setengah isi kaleng itu.

Begitulah kalau jadi dokter kandungan. Hanya bisa tertawa hati dengan permintaan ibu-ibu itu. Mau bagaimana lagi, aku yang dokter hanya bisa menghormati setiap keputusan para orang tua itu. Yang penting aku sudah menjelaskan apa-apa saja yang mereka perlu ketahui jika anak mereka lahir dengan keinginan sesuka mereka!

Tiba-tiba ponselku berdering, menyentakku. Segera saja aku mengambil ponsel dari saku dan membuka satu pesan yang baru masuk.

"Pasti dari Amara buat ngabarin..." kataku menduga-duga.

Sengaja aku mengatakannya dengan lantang. Ingin melihat reaksi Ello yang menegang setiap kali membicarakan Amara. Tuh, benar saja. Dia sampai tersedak! Hahaha...

Yap! Benar saja Amara yang mengirim pesan. Sambil meneguk minuman di tanganku, aku membaca pesan tersebut.

Ternyata bukan Ello saja yang tegang, aku pun tegang karena kaget dan ikut tersedak hebat karena isi pesan tersebut! Aku benar-benar tidak percaya! Pesan itu... Oh astaga, pesan itu benar-benar sulit dipercaya!

Amara >> Sekarang gue sama Nicky lagi ngobrol di cafe sama Anika. ISTRI lu!

Deg.

I Love Her 3 : NicholasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang