Twenty Two

30.7K 3.6K 1.6K
                                    

Bilang kalo ada typo atau atau nama yang salah

Happy Reading

 


Riuh tangis histeris yang pecah menggema pada tiap penjuru ruang rawat inap itu, diiringi tatapan iba, semua menatap ke arah Jeno yang kini memeluk tubuh Jaemin dengan erat. Jeno tidak suka jika begini caranya, ia ingin marah dan menyalahkan, tapi tak tahu harus pada siapa. Balasan ini bahkan tak seberapa dari apa yang telah ia lakukan pada Jaemin selama ini.

Mama meringis ngilu, melihat Jaemin yang kesakitan kala tubuhnya yang masih terbaring kaku itu dipeluk erat oleh Jeno. Kondisi tubuh Jaemin bahkan masih jauh dari kata pulih. Memar itu masih ada di balik pakaian pasien yang melekat di tubuhnya. Sedangkan, Jeno memeluknya seerat itu.

Wanita cantik itu hendak menarik Jeno untuk melepaskan pelukan eratnya. Tapi, Jaemin menatapnya, menggeleng sambil mengulas senyum tipis, kemudian melontarkan kata 'gakpapa' tanpa suara lewat gestur mulutnya.

Perhatian Jaemin kembali terlihkan pada pundak Jeno. "hey.. " panggil Jaemin.  Jeno sama sekali tak mendengarkan, masih terus menangis di balik perpotongan leher si manis. Jaemin meringis kecil dalam pelukan Jeno.

"shh.. kan cuma becanda. udah, dong."

Iya, Jeno dikerjai. orang-orang di ruangan ini pasti sekongkol. Jantung Jeno rasanya hampir lepas ketika melihat Jaemin yang tiba-tiba tak mengenalinya. Spekulasi buruk sudah datang berbondong-bondong memenuhi kepala Jeno. Mungkin saja jika Jaemin tak menertawakannya beberapa menit yang lalu, Jeno tak akan sadar ia dibodohi.

Tapi, kembali lagi, ia ingin marah dan menyalahkan, tapi tak tahu harus pada siapa. Ini memang balasan yang sangat ringan, tak sepadan dengan semua hal buruk yang ia lakukan pada Jaemin.

 "gak lucu tau gak?!"
 
Kekehan kecil lolos dari kedua bilah bibir pucat si manis. Rasanya ia ingin  mengangkat tangan kecilnya untuk menepuk-nepuk punggung yang lebih tua seperti biasa, seperti ketika biasanya mereka sering berpelukan. Tapi, tubuhnya sakit. Hampir lebih dari tiga hari ia tak bangun, tak dapat merasakan tubuhnya, ketika kesadaran menghampiri, tubuh rapuhnya dirundung rasa sakit yang luar biasa.

"iya, kak Jeno, iya. emang gak lucu, udah ya? maafin Nana."

Jaemin berbisik lirih dekat daun telinga Jeno. sedikit memaksakan diri, tangannya perlahan terangkat, sambil menahan rasa sakit, hanya untuk ia tenggerkan di punggung lebar Jeno, kemudian menepuk-nepuknya dengan pelan.

"Jeno udah, itu Nana nya kesakitan."

Karena merasa kasihan pada si manis, mama berseru, menyentuh pundak Jeno dengan lembut, berharap sang putra melepaskan pelukan erat itu.  Jeno sama sekali tak ada niat melepaskan pelukan itu, hanya berusaha mengendurkannya karena ia sendiri akui memang terlalu erat.

 "kangen, nana.."

Si surai merah kecoklatan itu berbisik lirih, dan semakin menelusupkan wajahnya ke dalam perpotongan leher yang lebih muda. hal yang cukup untuk membuat senyum manis di bibir Jaemin terulas.

 "Nana juga kangen kak Jeno," balasnya.

 "jangan pergi lagi."
 
Jaemin mengangguk, kembali mengusap punggung Jeno dengan lembut.

 "engga, kak. Nana di sini, kok."
 
Hening menjeda sebentar, karena Jeno sedang berusaha menangani segukan akibat tangisnya beberapa menit yang lalu. jika dilihat, Jeno benar-benar terlihat seperti anak kecil yang tak ingin lepas memeluk ibunya, cukup terlihat menggemaskan di mata kedua orang tuanya.

Adiós || Nomin ☑️(Unpublish)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora