02. Hyunjin

71 4 1
                                    

Day 2.

from Hwang Hyunjin's point of view.

---

"Eunjin-ah! Aku pergi dulu!"

"Yaa!!"

Setelah berpamitan, aku mengeluarkan sepeda dari garasi lalu mulai mengayuhnya menuju rumah temanku untuk meminjam buku catatan.

Milikku kurang lengkap karena sempat tidak masuk empat hari sebab aku dan adikku sakit bergantian.

Aku hanya tinggal berdua dengan adik perempuanku---Eunjin. Ayah kami meninggal sejak Eunjin masih dalam kandungan dan Ibu meninggal empat tahun lalu setelah berusaha keras melawan kanker paru-parunya.

Beruntung kami tidak pernah kekurangan secara ekonomi karena selain sisa tabungan Ibu, saudara kami yang berasal dari kota lain juga rutin mengirimi uang meski aku berulang kali menolaknya dan memilih untuk kerja paruh waktu.

Aku dan Eunjin berbagi tugas ketika di rumah. Karena anak itu tidak bisa memasak, maka selalu aku yang membuat sarapan sampai makan malam, dan Eunjin akan menyelesaikan pekerjaan rumah seperti mencuci atau membersihkan rumah.

Kepada adikku sekaligus keluargaku satu-satunya, aku seringkali bersikap posesif seperti banyak bertanya ketika dia hendak pergi dengan temannya, membatasi lingkup kehidupannya agar tidak salah pergaulan. Aku sendiri sadar kadang semua itu terkesan menyebalkan, bahkan Eunjin sendiri sering mengeluh.

Tapi itu semua kan demi kebaikannya. Toh, Eunjin akan merasakan efeknya beberapa tahun lagi, bukan sekarang. Bocah itu masih 14 tahun.

Aku memakirkan sepedaku di depan halaman rumah Jaeho. Kemudian meneleponnya untuk turun karena malas berteriak. Aku masih heran kenapa tidak ada bel di rumahnya.

Beberapa menit kemudian, pemuda jangkung keluar dengan muka bantalnya. Aku terkekeh, kutebak dia baru saja bangun tidur.

"Mana orang tuamu?" tanyaku, basa-basi.

"Masih bekerja, nanti malam pulang. Masuklah, buat minum sendiri aku mau lanjut tidur."

Mendengar perkataannya, aku hanya bisa menggeleng wajar.

Setelah menerima buku catatan Jaeho, aku duduk di ruang tengah lalu menyalin materi dan Jaeho malah menonton tv.

"Tidak jadi tidur?" tanyaku.

"Ada kau, pasti nanti berisik."

"Padahal aku diam saja," gumamku.

Selama beberapa menit ke depan, keheningan mengisi. Aku fokus menyalin materi yang sampai lima halaman jumlahnya, dan Jaeho fokus menonton variety show dan sesekali tertawa ketika pemainnya mengatakan sesuatu yang lucu.

"Hei, Hyunjin." Karena sedang iklan, sepertinya Jaeho bosan dan mulai mengajakku bicara.

"Hmm?" gumamku tanpa mengalihkan pandangan.

"Eunjin apa kabar?"

Mendengar pertanyaan Jaeho. Aku langsung memberi pemuda di sofa itu dengan tatapan yang terkesan mengancam sesuatu.

1 0  D A Y STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang