KLEPON CAKE

1K 123 28
                                    

Farah memotong perlahan kue beraroma pandan dengan krim gula merah yang ditaburi kelapa kering di atasnya. Kue itu langsung lumer begitu masuk ke mulutnya. Ia tersenyum senang. Butuh dua tahun baginya untuk menyempurnakan kue yang menjadi signature dish di kafe miliknya. Terbayar dengan selalu habis setiap harinya, belum lagi jumlah pre order yang masuk untuk klepon cake-nya.

Farah memperhatikan sekeliling, akhir pekan seperti ini kafenya ramai. Alhamdulillah. Sekarang ia bisa tersenyum puas dengan pencapaian. Namun, selalu ada kerja keras dan pengorbanan di balik kesuksesan. Tidak serta merta. Hampir sepuluh tahun sejak ia membuka online cake shop. Dulu ia mengerjakan segala sesuatu dari rumah. Pelan-pelan cake shop-nya berkembang. Mulai dari membuka toko di rumah, menyewa ruko kecil, sampai sekarang memiliki kafe dengan satu cabang.

Hasil tidak akan mengkhianati usaha.

Ia menyesap hot cappucino seraya tersenyum semringah. Namun, senyumnya pudar seketika saat melihat seseorang yang masuk ke kafe. Langsung mengalihkan pandangan, berharap laki-laki itu tidak melihatnya.

Usaha yang sia-sia.

Kini sosok itu berdiri di hadapannya.

"Hai, Farah," sapanya. "Boleh aku duduk di sini?"

Farah hendak menggeleng dan mengatakan tidak, tetapi ia tidak mau menjadi pusat perhatian di kafenya sendiri. Laki-laki itu pasti tetap memaksa untuk duduk. Akhirnya ia mengangguk kecil.

Farah tidak banyak bicara, hanya menanggapi seperlunya. Laki-laki itu bertanya kabar dirinya, perkembangan kafe, dan... tentang satu hal yang membuatnya selalu menghindari untuk bertemu.

"Kapan kamu mau menerima lamaranku?" tanyanya penuh harap.

Tidak pernah. Jemari Farah memainkan cangkir di hadapan. Sudah berulang kali ia menolak lamaran, tetapi laki-laki itu pantang menyerah.

"Apakah aku harus menceraikan Prita terlebih dahulu?"

Deg!

Pertanyaan itu membuat Farah mendongak dengan wajah kaget. Barusan dia bilang apa?!

"Apakah itu yang kamu mau?"

Farah menunduk dan menatap hot cappucino yang tinggal sedikit. "Jangan," ujarnya. "Jangan melakukan kesalahan yang sama seperti yang kamu lakukan dulu."

"Aku tidak pernah menceraikanmu," ujarnya gusar. "Kamu yang menggugat cerai."

Sudah tujuh tahu berlalu, tetapi ia masih merasakan sakitnya. "Maaf, aku masih banyak pekerjaan." Farah beranjak berdiri dan meninggalkan laki-laki itu di sana. Namun, langkah terhenti ketika sepasang lengan kokoh menahannya.

"Maaf... aku minta maaf. Aku yang salah." Suaranya melunak. "Bisakah kita bicara sebentar."

Farah menarik napas. Tidak nyaman dengan pandangan tamu meja sebelah yang melihatnya dengan tatapan ingin tahu. "Maaf, jawabannya tetap tidak." Ia menyentak pelan lengannya agar terbebas. Selanjutnya naik ke lantai dua. Berharap laki-laki itu tidak mengikuti.

*****

Farah membaca pesan yang masuk di Whatsapp lalu menghela napas pelan. Ia meletakkan ponsel sembarangan di atas kasur lalu beranjak turun dari tempat tidur.

"Mbak Farah, sepuluh menit lagi aku ke sana, ya," bunyi pesan Whatsapp.

Ia membuka lemari dan mencari pakaian yang pantas untuk dipakai ke masjid. Pagi ini ada kajian majelis taklim komplek. Sebenarnya malas hadir, tetapi kadung janji dengan tetangganya.

Naabot mo na ang dulo ng mga na-publish na parte.

⏰ Huling update: Jul 22, 2020 ⏰

Idagdag ang kuwentong ito sa iyong Library para ma-notify tungkol sa mga bagong parte!

Short StoryTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon