☄ empat ☄

6 2 0
                                    

Aku sangat kesal dengan Percy, kenapa dia tidak duduk di depan bersama supir taksi. Kenapa harus duduk bertiga dibelakang bersamaku dan Ruth.

Sempit!

Sesak sekali!

Aku memukul kepala belakang Percy denga kuat, karena sungguh aku sudah tidak tahan lagi. "Ini sesak bodoh! Kenapa kau tidak duduk didepan sih!" Gerutuku dan dia hanya tersenyum jahil.

Percy sialan!

"Aku harus menengahi kalian berdua, bagaimana jika nanti kalian melakukan yang tidak-tidak dibelakang." Ia sengaja memancing emosiku, lihatlah Percy sekarang, dia tertawa seperti orang gila.

Aku memilih untuk diam, tapi mataku tetap memicing pada bocah itu. "Jangan marah, kau terlihat mengerikan." Ruth akhirnya mengeluarkan suaranya.

Tanganku terkepal sempurna, aku harus tetap tenang. "Biarkan." Balasku datar.

Wow! Aku tidak percaya ini, akhirnya aku bisa menguasai emosiku.

Mataku menangkap sesuatu yang jatuh dari langit mengarah ke taksi kami. Tunggu dulu, bukankah itu—

"AWAS!!" Teriak Ruth dan dia menarik kepalaku agar menunduk ke bawah. Gadis ini benar-benar😠

BRUG!!

Bagian depan mobil hancur, bersama dengan supir taksi yang sudah terbakar hangus akibat timpaan bola api raksasa.

"Ini lebih mengerikan." Percy mengangkat kepalanya, setelah sekian lama bersembunyi dibawah. "Beberapa tahun lalu, hanya sapi yang jatuh dari langit dan sekarang bola api."

Ia menatap mataku. "Katakan padaku, apa kau ada masalah dengan Hades?" Tanyanya serius dan aku menggeleng.

Aku tidak pernah mempunyai masalah dengan dewa lain. Maksudku tidak terlalu sih–pengecualian untuk Zeus.

"Sekarang lebih baik kita keluar. Mobil ini akan meledak dalam waktu beberapa detik lagi." Ruth menarik tangan Percy dan menendang pintu bagian kiri.

Bagus sekali, dia lebih memilih Percy!

Aku pun berjuang sendirian untuk membuka pintu bedebah ini agar bisa terbuka.

"Ayo berlari." Seru Ruth, tapi aku mengabaikannya dan lebih memilih instingku. Aku tidak mau masuk ke dalam hutan gelap itu, bukan karena takut. Tapi aku merasakan ada sesuatu yang mengerikan di dalam sana.

Ruth menyentuh tanganku dan aku segera menepisnya. "Jangan menyentuhku." Kataku dingin, sontak saja membuat ia terkejut.

Biasanya aku tidak seperti itu, cuma aku sedang marah padanya, masa dia lebih memilih Percy daripada aku, eh–

Lupakan.

"Kau marah?" Percy menyikut diriku, namun aku diam saja. Tidak berniat untuk menjawabnya.

"Jangan ke hutan, ada mahkluk aneh disana." Ujarku pada mereka berdua, tapi selanjutnya mereka malah tertawa.

"Insting dewamu yang mengatakannya?" Ejek Ruth yang membuat diriku semakin kesal. Aku ingin membunuhnya, tapi tidak bisa.

"Berhenti mengatakan insting dewa. Aku hanya merasa saja." Balasku tidak suka, ia pun terdiam.

"MOOO!!"

Minotaur.

Mahkluk itu terlihat lebih besar dari ukuran biasanya dan lebih mengerikan. Jujur saja melihat tubuhku yang kurus seperti ini, membuatku merasa takut untuk melawannya.

"Percy, kau masih punya pedangnya kan? Lawanlah dia. Aku disini saja melihat." Kataku sambil menyengir lebar, jika saja aku dewa pasti mahkluk itu sudah mati.

The True Rebel, Ares.Where stories live. Discover now